Thursday, October 2, 2025
home_banner_first
SUMUT

Sungai Ular Terkikis Galian C Ilegal (1): Warga Resah, Pemerintah Memilih Bungkam

Kamis, 2 Oktober 2025 20.56
sungai_ular_terkikis_galian_c_ilegal_1_warga_resah_pemerintah_memilih_bungkam

Salah satu lokasi Galian C ilegal di bantaran Sungai Ular, Deli Serdang. Truk-truk pengangkut pasir dan tanah timbun lalu lalang setiap hari tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. (f:sembiring/mistar)

news_banner

Deli Serdang, MISTAR.ID

Di bantaran Sungai Ular di Kecamatan Galang hingga Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, truk-truk pengangkut pasir dan tanah timbun lalu lalang setiap hari. Debu tebal mengepul mencemari udara, mesin ekskavator meraung memecah sunyi, sementara tanggul sungai kian terkikis.

Aktivitas Galian C ilegal ini seolah kebal hukum. Dirazia sebentar, lalu beroperasi lagi. Begitu berulang-ulang. Tak mengherankan, sejumlah pekerja di lokasi bahkan mengaku mendapat “beking” dari oknum aparat segingga aktivitas mereka dapat berjalan dengan mulus.

Truk-truk yang dilengkapi GPS silih berganti mengantarkan pesanan langsung ke berbagai panglong di Sumatera Utara. Isinya beragam, mulai dari pasir, batu hingga tanah liat.

Menurut para pekerja yang identitasnya dirahasiakan, para petugas Satpol PP Deli Serdang kerap turun ke lapangan. Namun, menurut pengakuan salah seorang sopir truk, razia itu tidak pernah berujung pada penghentian total aksi merusak lingkungan hidup tersebut.

“Kalau ada razia, kami sudah dikabari terlebih dahulu. Paling berhenti sebentar, setelah itu jalan lagi. Kalau aparat benar-benar serius, tutup semua lah galian ini. Tapi nyatanya masih mulus-mulus saja,” ungkap Rn, seorang sopir truk pengangkut pasir, saat ditemu di sebuah lokasi tambang Galian C di bantaran Sungai Ular pekan lalu.

Menurut keterangan Rn yang saban hari mengemudikan dump truck Mitsubishi Fuso untuk mengangkut pasir dari Sungai Ular, Desa Sukamandi Hulu, belakangan ini dia hanya bisa mendapat satu trip sehari, menyusul razia yang dilakukan petugas Satpol PP dan polisi.

"Paling banyak pun dua trip sehari. Petugas razia datang lewat tengah hari sampai sore. Kalau mereka datang, kita para sopir dikabari supaya jangan ambil pasir atau tanah dulu. Kalau mereka sudah pulang kita disuruh masuk," jelas Rn saat dikonfirmasi, Sabtu (20/9/25).

Diungkapkan pria ayah dari dua anak itu, razia tidak lama alias hanya selintas saja. "Kalau memang petugas gabungan Satpol PP dan polisi sungguh-sungguh merazia, pasti tutup semua galian ini karena memang tidak berizin semua,"tambahnya.

Ratno pun menyebutkan ada 6 lokasi galian pasir di Desa Sukamandi Hulu dan 2 galian tanah di Desa Sukamandi Hilir. Sedangkan di seberang Sungai Ular masuk Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Sergai, ada 8 galian pasir dan tanah timbun maupun tanah galong untuk batu bata.

"Ada enam lokasi galian pasir dan tanah lah di dua desa tersebut," sebut Rn yang mengaku kalau tauke truknya juga merupakan seorang sopir dan tinggal di kawasan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Rn menambahkan, dump truck yang dikemudikannya mampu mengangkut 10 kubik pasir. "Kalau dibuang ke Tanjung Morawa, harganya Rp650 ribu per dump truck. Jika hanya ke Lubuk Pakam, dikurangi seratus ribu. Jadi dibayar Rp550 ribu saja bang," jawab pria yang tinggal di Kecamatan Perbaungan itu.

Seorang pria lainnya berinisial At, yang ditemui wartawan di lokasi, secara terang-terangan menyebutkan ada dukungan dari oknum aparat agar operasional Galian C ilegal tersebut dapat berjalan mulus selama ini.

“Gak ada itu Polres, apalagi Polsek. Beking kami dari Polda. Kalau ada razia, kami sudah dikasih tahu duluan,” katanya penuh percaya diri.

Namun situasi sempat memanas di lokasi galian tanah untuk bahan pembuat batu bata di kawasan Sukamandi. Wartawan Mistar yang mencoba mengambil foto aktivitas galian ilegal tersebut dihalangi At.

“Sama-sama orang organisasi kita, ngapain lah difoto-foto.Jadi tidak saling menghargai kita bos,” ujar At dengan nada keberatan.

Tidak hanya melarang, beberapa pria di lokasi bahkan berupaya menghadang laju mobil yang dikendarai wartawan Mistar. Meski situasi sempat tegang, sejumlah pria lain yang baru tiba, kemudian melerai dan mengarahkan kendaraan wartawan keluar dari lokasi galian.

Lalu kemana hasil tambang Galian C tersebut dijual? Dari penelusuran Mistar, bahan-bahan tambang tersebut khususnya pasir dan batu (sirtu), dijual ke berbagai panglong di Sumatera Utara.

Khusus untuk jenis tanah liat, ada pasar khusus yang membutuhkannya, yakni para pengrajin batu bata di Kecamatan Pagar Marbau, Kabupaten Deli Serdang.

Menurut salah seorang pengrajin batu bata di Desa Purwodadi, Kecamatan Pagar Merbau, harga tanah liat sebagai bahan baku utama batu bata atau yang sering disebut dengan tanah galong, harganya saat ini mencapai Rp700 ribu per dump truck. Hanga tersebut naik dari sebelumnya Rp600 ribu.

Hanya Bisa Pasrah

Salah satu lokasi Galian C ilegal di bantaran Sungai Ular, Deli Serdang. Truk-truk pengangkut pasir dan tanah timbun lalu lalang setiap hari tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. (f:sembiring/mistar)


Melihat aksi para pelaku Galian C ilegal ini, warga di sekitaran tambang mengaku hanya bisa pasrah menghadapi kenyataan pahit tersebut. Mereka mengaku resah, namun tidak berdaya menghadapi aktivitas yang melnggar hukum tersebut.

Razali, warga Sukamandi Hilir menuturkan, tanggul sungai yang dulu kokoh, kini terkikis parah akibat ekploitasi bahan Galian C secara membabibuta.

“Kalau terus begini, banjir pasti menghantam desa kami. Tapi kami gak bisa apa-apa. Sama aparat saja mereka gak takut, apalagi kami. Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Plang larangan memang ada, tapi tetap saja beroperasi. Dirazia hanya berhenti sebentar, lalu lanjut lagi,” keluh Razali.

Ia menjelaskan, kondisi tanggul Sungai Ular kini semakin rusak akibat pengerukan tanah liat yang berfungsi menahan dinding sungai.

“Kalau terus dibiarkan, masyarakat yang akan jadi korban banjir. Pemerintah dan aparat harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Diamnya Pejabat Pemkab Deli Serdang

Ketika pengakuan pekerja dan sopir truk ini dikonfirmasi berulang kali kepada Kepala Satpol PP Deli Serdang, Marzuki Hasibuan, dia tidak merespons.

Hal serupa juga ditunjukkan Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Debora Mandasari. Sejumlah pertanyaan yang dikirim via pesan singkat hanya dibalas dengan emotikon.

Padahal Plt Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian (Kominfostan) Deli Serdang, Anwar Sadat Siregar telah menyarankan Mistar untuk mengkonfirmasinya langsung kepada Debora seraya mengirimkan nomor ponsel miliknya.

Sikap diam ini justru menambah kesan bahwa Pemkab Deli Serdang seakan sungkan menertibkan aktivitas ilegal tersebut. Pertanyaan besar pun menggantung: siapa dalang di balik bisnis Galian C ilegal ini?

Fakta di lapangan menunjukkan adanya pola koordinasi yang rapi, mulai dari penjaga lokasi, supir truk, hingga dugaan keterlibatan oknum aparat. Selama beking kuat masih ada, penertiban hanya akan jadi sandiwara. Dan yang menanggung akibatnya adalah warga serta lingkungan hidup.

Publik pun menunggu langkah nyata dari aparat penegak hukum. Tidak cukup dengan razia, melainkan pengusutan tuntas jaringan mafia Galian C, termasuk siapa saja aparat yang diduga membekingi.

Tanpa itu, Galian C ilegal akan terus menjadi “ladang emas” bagi segelintir orang, sekaligus “bom waktu” bagi masyarakat Deli Serdang.

Abdullah, Kepala Desa Sukamandi Hulu, mengakui pihaknya sudah kewalahan menghadapi persoalan ini. “Kami sudah lelah. Kami serahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. Kalau dibiarkan terus, ya kami bisa apa?” ucapnya.

Sementara itu, Kapolsek Pagar Merbau, AKP Ronald Sihite, menyatakan pihaknya telah berulang kali melakukan upaya penindakan. “Sudah bolak-balik kita lakukan razia dan penertiban, tapi para pelaku Galian C ini tetap membandel,” jelasnya.

Sekadar untuk diketahui, Galian C atau sekarang disebut juga sebagai Batuan sesuai UU No 3 Tahun 2020, adalah kelompok bahan galian yang tidak termasuk golongan A (strategis) atau B (vital), tidak memerlukan pemasaran internasional, dan penambangannya relatif mudah.

Contoh umum galian C meliputi pasir, kerikil, batu kapur, tanah liat, marmer, kaolin, dan batu apung. Penambangan galian C seringkali berkaitan dengan industri konstruksi.

Di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, terdapat beberapa perusahaan tambang galian C yang sudah memiliki izin resmi (IUP/Izin Usaha Pertambangan). Namun, jumlah pastinya sering berubah karena adanya pencabutan, perpanjangan, atau penertiban izin.

Berdasarkan informasi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumut, hingga 2023–2024, tercatat lebih dari 30 perusahaan galian C berizin beroperasi di Deli Serdang.

Lokasinya tersebar di kawasan bantaran Sungai Ular, Sungai Deli, dan beberapa titik lain di sekitar Patumbak, Biru-biru, dan Sibolangit. Di sisi lain, jumlah tambang ilegal jauh lebih banyak dibanding yang resmi.

Sementara berdasarkan data MODI ESDM (Minerba One Data Indonesia) di https://modi.esdm.go.id, untuk Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara) per September 2025, terdapat 34 izin usaha pertambangan (IUP) Galian C yang berstatus aktif.

Namun, meski ada 34 yang resmi, laporan lapangan dari media dan LSM lingkungan menunjukkan jumlah Galian C ilegal masih jauh lebih besar, diperkirakan dua hingga tiga kali lipat dari yang punya izin.

Adapun komoditas utama yang dihasilkan adalah pasir, batu, kerikil dan tanah urug. Lokasi terbanyak berada di sekitar Kecamatan Pantai Labu, Galang, Patumbak dan Sungai Ular. Sebagian besar perusahaan berstatus izin operasi produksi.(sembiring/hm01)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN