Kasus Jalan Tapsel, Hakim Minta KPK Buka Sprindik Baru untuk Eks Pj Sekda Sumut

Eks Pj. Sekda Sumut, Muhammad Arman Effendy Pohan (tengah), saat diperiksa sebagai saksi. (Foto: Deddy/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Majelis hakim meminta penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk mengembangkan keterlibatan eks Pj. Sekretaris Daerah (Sekda) Sumatera Utara, Muhammad Arman Effendy Pohan, dalam kasus korupsi proyek jalan di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) tahun 2025.
Permintaan ini disampaikan Ketua Majelis Hakim, Khamozaro Waruwu, saat memeriksa Effendy sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus operasi tangkap tangan (OTT) suap bersama eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, yang menjerat dua rekanan, Rabu (1/10/2025).
Adapun kedua rekanan tersebut Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG), Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan anaknya, Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan, selaku Direktur PT Rona Na Mora (RNM).
Menurut hakim, sprindik baru perlu dibuka karena Effendy diduga kuat turut serta dalam kasus korupsi dua paket proyek, yakni Jalan Sipiongot-Batas Labuhanbatu sebesar Rp96 miliar dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot Rp61,8 miliar.
Dugaan itu muncul ketika Effendy yang juga menjabat Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersaksi mengenai pergeseran anggaran senilai Rp200 miliar hingga menerima aliran dana yang disebut sebagai “Sedekah Jumat”.
Baca Juga: Disebut Cawe-cawe, Eks Kapolres Tapsel Menyesal Kenalkan Topan Ginting dengan Terdakwa Akhirun
Dalam pergeseran anggaran tahap III, Effendy diketahui menyurati kepala-kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan pihak terkait untuk membahas pergeseran anggaran pada 11 Maret 2025.
Kemudian pada 12 Maret 2025, Dinas PUPR Sumut mengusulkan pergeseran anggaran berdasarkan Surat Bupati Nias Barat Nomor 300.2/644/2025 terkait bencana alam di Nias Barat. Namun, dalam surat tersebut tidak dicantumkan proyek jalan yang kini menjadi objek perkara. Rupanya, proyek tersebut justru disisipkan oleh Dinas PUPR Sumut dalam lampiran tanpa dasar usulan dari Bupati Tapsel.
Sehari kemudian, tepatnya 13 Maret 2025, pergeseran anggaran itu disahkan melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Pergub Nomor 37 Tahun 2024 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumut Tahun 2025.
Selain itu, Effendy juga dicecar jaksa terkait penerimaan sejumlah uang dari Rasuli Efendi Siregar selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Gunung Tua pada Dinas PUPR Sumut yang kini juga menjadi tersangka.
Awalnya, Effendy membantah pernah menerima uang sebagaimana ditanyakan jaksa penuntut umum (JPU). Namun, setelah berulang kali didesak hingga akhirnya muncul istilah “Sedekah Jumat”, Effendy mengakui pernah menerimanya. Jaksa kemudian menunjukkan bukti transfer dari Rasuli kepada Effendy.
“Iya, pernah menerima kalau uang sedekah Jumat, Pak Jaksa,” ujar Effendy.
Jaksa menegaskan pemberian dan penerimaan uang itu dilakukan berulang kali. Mendengar hal itu, hakim mengingatkan Effendy untuk jujur karena sudah disumpah dan ada konsekuensi hukum jika memberi keterangan palsu.
“Saudara saksi di bawah sumpah. Jangan memberikan keterangan yang tidak benar. Silakan saja saudara mau bilang apa. Ingat, saudara bisa langsung ditahan karena sumpah palsu,” tutur hakim.
Hakim kemudian memerintahkan jaksa membuka sprindik baru untuk menelusuri pertanggungjawaban pihak lain, khususnya Effendy.
“Kasus ini masih berkembang. Nantinya penyidik KPK bisa mengembangkannya untuk membuat sprindik baru mencari siapa lagi yang bertanggung jawab. Kita harus masuk ke akar masalah supaya Sumut ini bersih,” ujar Khamozaro.
Selain Effendy, empat orang lainnya turut diperiksa sebagai saksi, yakni eks Kapolres Tapsel AKBP Yasir Ahmadi; Sekretaris Bappelitbangda sekaligus Sekretaris TAPD dan kini Plt. Kepala Bappelitbangda Sumut, Dikky Anugrah Panjaitan; Staf Analis Perencanaan Anggaran Dinas PUPR Sumut, Abdul Azis Nasution; serta Bendahara Pengeluaran UPT Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Irma Wardani.
Dalam dakwaan, para terdakwa menyuap Topan dan pihak lain sebesar Rp4 miliar agar dimenangkan sebagai pelaksana proyek Jalan Sipiongot-Batas Labuhanbatu dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot.
Atas perbuatannya, Akhirun dan Rayhan didakwa secara alternatif. Dakwaan pertama, Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dakwaan kedua, Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.