Saleh Aljafarawi: Sosok di Balik Lensa Gaza Tewas Ditembak, Ini Pengakuannya Sebelum Gugur

Saleh Aljafarawi: Sosok di Balik Lensa Gaza Tewas Ditembak, Ini Pengakuannya Sebelum Gugur. (foto:dialoguepakistan/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Saleh Aljafarawi, jurnalis muda asal Palestina yang dikenal lewat liputan-liputan berani di Gaza, tewas ditembak mati di kawasan Sabra, Kota Gaza, beberapa saat setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas diumumkan. Sosok berusia sekitar 28 tahun ini menjadi simbol perjuangan wartawan di tengah perang, bahkan sempat membuat pengakuan mengejutkan sebelum ia gugur.
Sosok di Balik Lensa Gaza
Saleh Aljafarawi dikenal sebagai jurnalis independen dan konten kreator yang aktif membagikan video dampak perang terhadap warga sipil di Gaza. Ia kerap terlihat mengenakan rompi bertuliskan “Press” saat bertugas di garis depan—sebuah simbol tekad bahwa jurnalisme adalah tameng terakhir bagi kebenaran di tengah kekacauan.
Namun, keberaniannya membawa konsekuensi. Ia mengaku beberapa kali menerima ancaman dari otoritas Israel karena liputannya dianggap terlalu “menyudutkan.”
Detik-detik Tewas di Tengah Gencatan Senjata
Pada hari naas itu, Saleh tengah meliput kondisi usai bentrokan antara pasukan keamanan Hamas dan kelompok bersenjata yang diduga berafiliasi dengan Israel di kawasan Sabra. Laporan menyebut, ia tertembak hingga tujuh kali meski sudah mengenakan rompi antipeluru bertanda “Press.”
Tubuhnya ditemukan tak lama kemudian, dan foto-foto kematiannya segera menyebar di media sosial. Kementerian Dalam Negeri Gaza mengonfirmasi insiden tersebut dan menegaskan kondisi keamanan masih rawan meski gencatan senjata tengah berlaku.
“Saya Sudah Diancam” – Pengakuan Terakhir Saleh
Sebelum kematiannya, sebuah wawancara lama Saleh dengan Al Jazeera kembali viral. Dalam rekaman itu, ia mengaku telah disebut secara terbuka oleh media dan pejabat Israel.
“Pendudukan (Israel) secara terbuka mengancam dan menyebut nama saya beberapa kali,” katanya tegas.
“Tapi saya tidak akan menyerah. Saya lebih baik mati dengan harga diri daripada diam.”
Ia juga mengungkap hidup dalam ketakutan setiap detik selama lebih dari 460 hari konflik. Meski begitu, ia menolak berhenti meliput, menyebut tugasnya adalah “menyuarakan penderitaan rakyat Gaza dan mengungkap kejahatan pendudukan.”
Harapan di Tengah Bahaya
Dalam video terakhir sebelum tewas, Aljafarawi sempat mengucapkan terima kasih atas gencatan senjata yang diumumkan antara Israel dan Hamas. Namun, ia menegaskan bahwa kondisi di lapangan masih rapuh dan tidak ada jaminan keselamatan—terutama bagi wartawan.
Pernyataan itu kini terasa seperti firasat tragis.
Simbol Keberanian dan Risiko Jurnalisme Perang
Kematian Saleh memperkuat rasa takut di kalangan wartawan Gaza, yang sejak 2023 terus menjadi korban konflik. Organisasi HAM internasional dan sejumlah media menuntut investigasi independen atas penembakan ini, menilai kematian Saleh sebagai pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional yang melindungi jurnalis di zona perang.
Nama Saleh Aljafarawi kini melambung sebagai simbol keberanian dan pengorbanan, sosok yang memilih menyuarakan kebenaran meski nyawanya menjadi taruhannya. (berbagaisumber/hm27)
PREVIOUS ARTICLE
Beijing 2025: Pemimpin Dunia Bahas Isu Perempuan, Dorong Aksi Nyata untuk Kesetaraan GenderNEXT ARTICLE
Hamas-Israel Sepakati Gencatan Senjata