Pasar Asia Terjun Bebas Usai Wall Street Anjlok: Ketegangan Dagang AS–China Kian Membara

Ilsutrasi, Suasana Wall Street. (foto:dokumen/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Guncangan ekonomi global kembali terjadi. Pasar saham Asia ambruk pada perdagangan Senin (13/10/2025) pagi, menyusul kejatuhan tajam Wall Street yang mencatat hari terburuk sejak April 2025. Kekhawatiran investor meningkat setelah Amerika Serikat dan China kembali memanas akibat ancaman tarif impor baru.
Wall Street Terpuruk, Efek Domino ke Asia
Indeks S&P 500 anjlok 2,7 persen, Nasdaq anjlok 3,6 persen, dan Dow Jones turun mendekati 2 persen. Investor global langsung merespons dengan aksi jual besar-besaran di bursa Asia.
Di kawasan Asia, Hang Seng Hong Kong turun 3,5 persen, CSI300 China turun 1,8 persen, dan Shanghai Composite melemah 1,3 persen. Bursa di Korea Selatan dan Australia juga ikut tergelincir, mencerminkan kekhawatiran atas gejolak baru dalam hubungan ekonomi dua raksasa dunia tersebut.
Penyebab Utama: Tarif 100% dan Perang Dagang Baru
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memicu kepanikan pasar setelah mengumumkan rencana mengenakan tarif hingga 100 persen terhadap sejumlah produk ekspor dari Tiongkok. Langkah itu disebut sebagai respons terhadap tindakan ekspor bahan tanah jarang (rare earth) oleh Beijing, yang menjadi komponen penting industri teknologi.
Kebijakan tersebut menimbulkan ketegangan baru di tengah upaya stabilisasi global rantai pasok. Meski ekspor China pada September tumbuh 8,3 persen secara tahunan, pengiriman ke Amerika Serikat justru anjlok hingga 27 persen.
Investor Lari ke Aset Aman
Kepanikan pasar mendorong investor beralih ke aset aman seperti emas dan obligasi pemerintah AS. Imbal hasil (yield) obligasi AS turun signifikan, menandakan kekhawatiran atas potensi resesi dan mengancam kebijakan ekonomi Washington.
Sementara itu, saham-saham sektor teknologi yang selama ini menopang pertumbuhan pasar global justru menjadi korban utama. Banyak analis yang menilai valuasi tinggi saham berbasis AI dan chip menjadi rentan ketika risiko geopolitik meningkat.
Tantangan Ke Depan: Volatilitas dan Ketidakpastian
Pengamat pasar memperingatkan bahwa gejolak ini baru awal dari potensi perang dagang jilid dua antara AS dan China. Jika kebijakan tarif benar-benar diterapkan, bukan hanya ekspor yang terganggu, tetapi juga rantai pasok global yang menopang industri otomotif, elektronik, hingga energi hijau.
“Pasar saat ini sangat sensitif terhadap sinyal politik. Setiap pernyataan bisa mengguncang harga saham dan nilai tukar,” ujar ekonom global dari HSBC, dikutip dari Reuters .
Negara-negara Asia kini dihadapkan pada dilema: menjaga stabilitas mata uang dan pasar modal di tengah tekanan eksternal, sambil berupaya menekan dampak inflasi terhadap harga impor. (berbagaisumber/hm27)