Kisah Yulvini Nur, Pengusaha Seragam Sekolah yang Tetap Eksis Sejak 1983

Salah seorang pekerja sedang mengawasi mesin pembuatan bordir. (foto:susan/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Suara mesin jahit terdengar nyaring saat memasuki rumah Yulvini Nur (69), pemilik konveksi seragam UD. Hesty yang berlokasi di Jalan Utama, Kecamatan Medan Area, Kota Medan. Usaha rumahan yang dikelolanya sejak tahun 1983 ini menjadi saksi ketekunan dan kegigihan seorang ibu dalam membangun bisnis dari nol.
Awalnya, Yulvini bersama suaminya hanya memproduksi pakaian dalam seperti singlet anak-anak dan longtorso. Namun pada awal tahun 2000-an, bisnis pakaian dalam mulai terpuruk akibat serbuan produk impor dari Tiongkok yang membanjiri pasar.
“Berpikirlah kita, kalau kayak gini terus bahaya juga. Jadi dicoba lah beralih ke pakaian sekolah. Pakaian sekolah ini kan memang musiman tapi tetap dan nggak ada matinya, sama seperti pakaian dalam,” ujarnya, Rabu (9/7/2025).
Keputusan beralih ke seragam sekolah terbukti tepat. Sejak saat itu, pesanan terus mengalir, khususnya menjelang tahun ajaran baru. Meski menghadapi berbagai tantangan, Yulvini tetap menjaga kualitas produksinya dengan sepenuh hati.
“Tantangan itu ada saja. Dari produksi yang sejenis yang masalah harga, masalah kualitas. Namanya kita usaha ya. Kita menanggapinya dengan positif saja lah. Hanya kerikil-kerikil kecil saja itu,” katanya sambil tersenyum.
Kualitas Tanpa Kompromi
Yulvini memegang prinsip untuk tidak menurunkan mutu demi mengejar harga murah. Ia selalu memilih bahan terbaik, terutama untuk seragam sekolah berwarna putih, yang menurutnya mudah membedakan kualitas.
“Dengan bahan putih yang sama-sama tampak bagus, kita bisa tahu mana yang kualitasnya benar-benar baik. Kalau kita kasih yang kualitasnya rendah, nanti pelanggan kecewa,” ucap ibu tujuh anak tersebut.

Keterangan gambar: Yulvini Nur saat ditemui di kediamannya. (foto:susan/mistar)
Dulu, saat masih fokus memproduksi pakaian dalam, Yulvini mempekerjakan hingga 70 orang. Kini, jumlah pekerjanya berkisar 27 orang, terdiri dari penjahit, tukang potong, bordir, bagian gosok, dan lainnya. Mayoritas adalah perempuan, hanya sekitar tujuh orang pekerja laki-laki.
Ia menjelaskan, seorang penjahit mampu menghasilkan sekitar 20 hingga 25 helai baju per hari.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Pedagang, Jualan Mainan di Lokasi Hajatan Demi Sekolahkan Anak Hingga Sarjana
Fokus pada Seragam Sekolah
Kini, UD. Hesty telah bekerja sama dengan sejumlah sekolah untuk penyediaan seragam. Tidak hanya seragam SD, SMP, dan SMA, Yulvini juga menerima pesanan dari perusahaan untuk pembuatan pakaian kerja. Namun, fokus utama tetap pada seragam sekolah.
“Kalau perusahaan pesan, kami kerjakan. Tapi itu hanya pesanan, tidak kami stok. Fokus utama kami tetap seragam sekolah,” katanya.
Menjelang tahun ajaran baru seperti sekarang, jumlah produksi di konveksi miliknya meningkat tajam. Jika biasanya produksi berjalan 100 persen, maka saat penerimaan siswa baru, produksi bisa meningkat hingga 250 persen.
Harga seragam ditentukan berdasarkan ukuran. Untuk satu set seragam SD ukuran kecil dibanderol mulai Rp135.000, sedangkan ukuran besar bisa mencapai Rp260.000 hingga Rp270.000.
Baca Juga: Kisah Inspiratif Dewa, Pedagang Kopi Keliling Medan yang Berhasil Kuliah di Universitas Negeri
Harapan untuk Masa Depan
Dengan pengalaman hampir 40 tahun di dunia konveksi, Yulvini berharap UD. Hesty bisa terus berkembang dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat dalam hal seragam sekolah.
“Harapan saya, usaha ini bisa terus maju, bertahan, dan diwariskan ke generasi berikutnya,” tuturnya. (susan/hm27)
NEXT ARTICLE
China Buka Program Sarjana Pendidikan Guru AI