Kisah Inspiratif Dewa, Pedagang Kopi Keliling Medan yang Berhasil Kuliah di Universitas Negeri

Dewa Bintang Daulay saat menyajikan kopi dagangannya di depan Gedung DPRD Sumut. (f:ari/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Gerobak kopi keliling di Kota Medan bukanlah pemandangan yang asing. Namun, ada satu cerita inspiratif di balik salah satu gerobak tersebut.
Dewa Bintang Daulay, seorang pemuda berusia 19 tahun, telah menarik perhatian karena tekad dan perjuangannya mengejar pendidikan tinggi sambil berdagang kopi keliling.
Dewa, yang akrab disapa demikian, memulai profesi sebagai pedagang kopi keliling sekitar 10 bulan lalu, tepat setelah ia lulus dari bangku SMA. Bukan hal mudah baginya untuk keluar dari zona nyaman, apalagi saat teman sebayanya memilih jalan yang lebih santai.
“Sejak lulus SMA, saya bertekad untuk bekerja demi mengumpulkan uang agar bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi,” ujar Dewa di depan Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Sabtu (28/6/2025).
Anak Pedagang Bunga yang Tak Ingin Menyusahkan Orang Tua
Dewa mengaku berasal dari keluarga sederhana. Ia adalah anak dari pedagang bunga di Medan, dan menyadari bahwa membebani orang tuanya untuk biaya kuliah bukan pilihan yang bijak.
“Saya sadar diri. Orang tua saya hanya pedagang bunga. Maka saya putuskan untuk membantu diri saya sendiri dengan berjualan kopi keliling,” tuturnya.
Berbekal semangat dan ketekunan, Dewa berdagang mulai pukul 08.00 hingga 17.00 WIB. Dalam sehari, ia bisa meraih pendapatan sekitar Rp100.000 hingga Rp150.000.
“Keuntungan saya Rp1.000 per cup. Karena ini usaha orang, saya hanya menjualkan,” ucapnya.
Jaga Pelanggan, Bangun Personal Branding
Meskipun hanya mendapat upah per cup, Dewa memiliki strategi untuk mempertahankan pelanggan. Ia mengandalkan pelanggan tetap dari kalangan karyawan kantor di Kota Medan dan menjaga kualitas pelayanan.
“Target saya 100 sampai 150 cup kopi terjual setiap hari. Saya rawat pelanggan agar mereka kembali membeli,” katanya.
Dewa juga menyebut bahwa harga kopi yang dijualnya cukup terjangkau, yakni antara Rp8.000 hingga Rp12.000 per cup. Salah satu cara ia menarik perhatian adalah dengan membangun personal branding.
“Biasanya rambut saya kribo, itu yang bikin orang ingat. Tapi karena mau kuliah, saya potong rambut,” ujarnya sambil tersenyum.
Tantangan di Jalan Tak Patahkan Semangat
Dalam perjuangannya, Dewa kerap menghadapi tantangan. Mulai dari diusir petugas keamanan, hingga dihadang petugas Dinas Perhubungan. Namun semua itu tak menyurutkan semangatnya untuk meraih penghasilan yang bisa mencapai Rp4 juta per bulan.
“Banyaklah kejadian tak mengenakkannya bang. Tapi itu menjadikan proses, kalau soal target pencapaian setiap sebulan ada, paling kalau hujanlah agak sunyi. Tapi saya ambil momen ramai seperti saat Car Free Day, event besar, atau demo di DPRD,” ucapnya.
Diterima di Universitas Negeri, Dewa Pamit dari Gerobak Kopi
Akhir dari perjuangan Dewa selama 10 bulan berdagang membuahkan hasil manis. Ia berhasil diterima di Universitas Lampung setelah mengikuti UTBK di dua kampus negeri.
“Alhamdulillah, saya lulus di Universitas Lampung. Jadi, awal Juli ini saya akan berangkat dan berhenti jualan kopi,” katanya haru.
Biaya kuliah untuk tahun pertama sudah berhasil ia kumpulkan sendiri, dan ia berencana melanjutkan kerja sambilan di Bandar Lampung sambil kuliah agar tidak lagi membebani orang tuanya.
“Saya anak bungsu dari tiga bersaudara. Saya tidak ingin menyusahkan orang tua lagi,” tambahnya.
Proses yang Membentuk Karakter dan Masa Depan
Dewa mengaku bahwa pengalaman selama berdagang kopi telah membentuk mental dan karakter dirinya. Ia berharap semua ini menjadi pijakan untuk masa depan yang lebih baik, dan khususnya membahagiakan kedua orang tuanya.
“Walaupun harus merantau, saya banyak belajar dari pengalaman jualan di jalanan. Ini proses yang membentuk saya. Tujuan saya cuma satu: membahagiakan orang tua,” katanya mengakhiri. (ari/hm27)