Saturday, July 26, 2025
home_banner_first
SUMUT

Fenomena Keruhnya Danau Toba dan Kematian Massal Ikan: Cuaca Ekstrem dan Isu Letusan Gunung Toba

journalist-avatar-top
Jumat, 25 Juli 2025 00.05
fenomena_keruhnya_danau_toba_dan_kematian_massal_ikan_cuaca_ekstrem_dan_isu_letusan_gunung_toba

Air Danau Toba keruh dan Matinya ikan sekitar 30 Ton akibat cuaca ekstrim. Lokasi pengambilan video tepat membelakangi patung Yesus Kristus di Bukit Sibea bea, Desa Harian Boho, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. (foto:screenshot/mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Fenomena alam mencemaskan kembali terjadi di kawasan Danau Toba. Air yang berubah keruh dan kematian massal ikan di keramba jaring apung (KJA) membuat warga Samosir panik, apalagi disertai isu tak berdasar tentang letusan Gunung Toba.

Data dari lapangan menyebutkan lebih dari 30 ton ikan mati mendadak dalam dua pekan terakhir. Dugaan kuat mengarah pada cuaca ekstrem, penurunan kadar oksigen, dan turbulensi air, bukan aktivitas vulkanik. Para ahli pun menepis kekhawatiran akan terjadinya letusan Gunung Toba.

Dampak Kemarau Panjang dan Angin Kencang

Sejak Juni 2025, wilayah Danau Toba dilanda kemarau panjang disertai angin kencang. Hal ini memicu perubahan signifikan pada ekosistem perairan dan menyebabkan kekeruhan air, terutama di Desa Tanjung Bunga dan Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir.

"Sudah dua minggu air danau keruh, dan ikan di keramba banyak yang mati. Ada keramba yang ikannya mati semua," ungkap seorang warga pada Selasa (22/7/2025).

Kematian Ikan Picu Kerugian Besar

Kematian ikan mencapai lebih dari 30 ton membuat warga terpuruk secara ekonomi. Mereka mendesak pemerintah untuk memberikan solusi konkret, bukan sekadar pengambilan sampel dan analisis laboratorium.

“Kami butuh solusi. Bukan hanya rugi karena ikan mati, tapi juga kehilangan modal dan waktu,” ujar seorang petani ikan di Pangururan.

Penurunan Oksigen Jadi Penyebab Utama

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Samosir, Edison Pasaribu, menjelaskan bahwa fenomena ini mulai terjadi sejak 15 Juni 2025. Kematian ikan disebabkan kekeruhan air akibat naiknya lumpur dan limbah organik dari dasar danau, diperparah oleh kadar oksigen yang sangat rendah.

“Nilai DO (Dissolved Oxygen) hanya 3,9 mg/l, di bawah ambang batas minimal 5 mg/l untuk ikan nila,” jelas Edison, Rabu (23/7/2025).

Lumpur, sisa pakan ikan yang mengendap, dan limbah organik ikut naik ke permukaan, memperparah kualitas air dan menurunkan kadar oksigen.

Air Masih Layak Konsumsi Jika Dimasak

Meski tampak keruh, DLH memastikan bahwa air Danau Toba masih bisa dikonsumsi asalkan dimasak terlebih dahulu. Nilai pH air tercatat 6,71 dan tingkat kekeruhan 2,8 NTU, masih dalam batas aman.

“Untuk konsumsi rumah tangga, air masih bisa digunakan setelah dimasak. Jangan langsung diminum karena kandungan biologis belum diuji,” ujar Edison.

DLH juga memastikan bahwa seluruh bangkai ikan yang terapung telah dikuburkan secara aman untuk mencegah pencemaran lebih lanjut.

DLH Imbau Langkah Antisipatif

DLH mengimbau para petani keramba untuk mengurangi kepadatan tebar, memperbaiki manajemen pakan, dan menjaga kebersihan keramba.

“Fenomena ini siklus lima tahunan. Jika kemarau lebih dari dua bulan, masyarakat harus mulai antisipasi,” tambah Edison.

Pemantauan kualitas air juga akan diperketat, dan masyarakat diminta segera melapor jika melihat gejala mencurigakan pada air atau ikan.

Penjelasan Ilmiah: Turbulensi dan Arus Balik

Ketua Dewan Pakar IAGI Sumut, Jonatan Tarigan, menjelaskan bahwa fenomena ini murni geofisika. Turbulensi air yang muncul akibat cuaca panas dan angin kencang menyebabkan lumpur dasar danau naik ke permukaan.

“Ada arus balik air dari Bakara ke Pangururan. Turbulensi ini menggerus dasar danau dan membawa partikel lumpur naik ke permukaan. Ini belum pernah terjadi sebelumnya,” jelas Jonatan.

Isu Letusan Gunung Toba Tidak Benar

Menanggapi rumor tentang Gunung Toba yang akan meletus, Jonatan menegaskan bahwa hal itu tidak berdasar secara ilmiah.

“Gunung Toba tidak akan meletus lagi. Semua energi vulkanik besar sudah dilepaskan 74.000 tahun lalu. Yang ada sekarang hanyalah sisa energi berupa lelehan lava dan gas,” tegasnya.

Fenomena seperti keruhnya air atau kematian ikan tidak ada kaitannya dengan aktivitas vulkanik. Bukti seperti munculnya Pusuk Buhit dan Pulau Sibandang merupakan sisa kubah lava, bukan tanda letusan baru.

Bukan Letusan, Tapi Peringatan Ekologis

Fenomena keruhnya air Danau Toba dan kematian massal ikan harus menjadi peringatan ekologis, bukan pemicu kepanikan vulkanik. Pemerintah, masyarakat, dan pelaku budidaya ikan perlu bersinergi dalam menjaga ekosistem danau purba ini agar tetap lestari. (pangihutan/hm06/hm27)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN