Saturday, July 26, 2025
home_banner_first
MEDAN

Anak Jalanan di Kota Medan (Bagian 1): Tumbuh Tanpa Atap, Belajar Tanpa Sekolah

journalist-avatar-top
Kamis, 24 Juli 2025 23.07
anak_jalanan_di_kota_medan_bagian_1_tumbuh_tanpa_atap_belajar_tanpa_sekolah

Dua anak menjajakan dagangan kepada pengendara saat mengisi BBM di SPBU Kota Medan, Rabu (23/7/2025). (foto:adilsitumorang/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Di tengah hiruk pikuk lalu lintas dan gemerlap kota, tersembunyi potret buram Kota Medan: anak-anak jalanan yang tumbuh tanpa atap dan tanpa akses pendidikan yang layak.

Mereka bukan sekadar pengamen, manusia silver, atau pembersih kaca mobil. Mereka adalah generasi yang kehilangan hak dasar: bermain, belajar, bahkan bermimpi. Setiap 23 Juli, Hari Anak Nasional (HAN) diperingati, namun pemandangan di persimpangan jalan dan terminal kota membuktikan bahwa ketimpangan masih nyata.

Dengan pakaian lusuh dan tangan mungil yang bekerja lebih dini dari seharusnya, anak-anak ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam menjamin masa depan bangsa.

Kantong Anak Jalanan di Medan

Anak jalanan masih banyak ditemukan di titik-titik padat seperti Terminal Amplas, Pinang Baris, Sambu, Simpang Limun, Pusat Pasar, Jalan Halat, Juanda, hingga Gatot Subroto. Peran mereka pun serupa: menjual rokok ketengan, plastik, mengupas bawang, mengemis, atau menjadi manusia silver dan badut jalanan.

Kemiskinan menjadi pendorong utama mereka turun ke jalan. Walau penuh bahaya, dari ancaman preman hingga razia, jalanan tetap menjadi satu-satunya ruang bertahan hidup.

Keterangan gambar: Dua anak berbincang usai membersihkan kaca kendaraan di Medan. (foto:adilsitumorang/mistar)

Kisah Nina dan Anak-anaknya

Nina Wahyuni (42), ibu dua anak, telah tiga tahun hidup di jalanan bersama anaknya MN (12) dan MA (9). Mereka berjualan tisu, air mineral, dan membersihkan kaca mobil di persimpangan Jalan Sisingamangaraja, Halat, dan Juanda.

“Semenjak ayah mereka dipenjara, MN berhenti sekolah di kelas 5 SD, dan MA hanya sempat sekolah sampai kelas 2 SD,” ujarnya.

Nina berharap anak-anaknya bisa kembali ke sekolah. Namun, biaya menjadi tembok besar yang tak bisa ia runtuhkan.

Cita-cita yang Tertahan

MA, sang anak, bercita-cita menjadi polisi. “Saya ingin menangkap penjahat. Kalau tidak hidup di jalan, saya ingin kembali bermain di sekolah,” katanya polos.

Begitu pula SN (13), yang telah empat tahun hidup di jalanan membersihkan kaca mobil. Ia putus sekolah karena harus menjaga adiknya.

“Aku ingin jadi dokter. Belajar dan main sama teman-teman lagi,” harapnya.

MR (13) memilih menjadi manusia silver setelah empat tahun mengemis di jalan. “Saya pernah dipalak, dipukul, bahkan dilempar batu sampai kepala berdarah,” katanya. Ia pun bermimpi menjadi tentara.

Masalah Sistemik dan Minimnya Solusi

Menurut Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumut, Muniruddin Ritonga, jumlah anak jalanan di Medan terus meningkat karena kemiskinan, keluarga tidak utuh, dan rendahnya pendidikan orang tua.

“Kami sering menemukan orang tua sendiri yang mendorong anak-anaknya ke jalan karena tekanan ekonomi,” jelasnya.

Solusi jangka pendek yang ditawarkan: penyediaan rumah singgah, makanan bergizi, dan akses kesehatan. Sementara jangka panjangnya, peningkatan kesejahteraan keluarga dan keterlibatan sektor swasta sangat dibutuhkan.

Penelantaran dan Risiko Psikologis

Psikolog Irna Minauli menilai anak jalanan adalah korban penelantaran keluarga dan negara. Mereka berisiko mengalami gangguan perilaku, PTSD, bahkan menjadi predator jika luka batin tak tertangani.

“Ada dua tipe anak jalanan: yang sepenuhnya hidup di jalan, dan yang hanya menghabiskan sebagian besar waktunya di sana. Keduanya sama-sama rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi,” ujar Irna.

Menurutnya, keluarga harmonis dan dukungan lingkungan sosial adalah kunci utama pencegahan. Pemerintah juga harus menyediakan keterampilan dan pembinaan agar anak-anak tidak kembali ke jalan.

Data dan Realita

Berdasarkan data Dinas Sosial, pada 2021 terdapat 1.100 anak jalanan di Medan. Namun, sejumlah LSM memperkirakan angka sebenarnya mencapai 2.000 hingga 5.000 anak—dan jumlah itu terus meningkat.

Catatan Redaksi: Artikel ini merupakan bagian pertama dari seri liputan mendalam mengenai kondisi anak jalanan di Kota Medan. Bagian selanjutnya akan mengulas respons pemerintah dan program nyata yang dapat mengubah nasib generasi ini. (Berry/Putra/Amita/Susan/Rahmat/Matius/hm01/hm27)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN