APTESI Desak Bupati Simalungun Tanggung Jawab Soal Izin Sawit Sidamanik

Staf Ahli Bupati Simalungun, Debora Hutasoit, didampingi Kabag Tata Pemerintahan, Amon Sitorus, menemui massa aksi APTESI di depan kantor bupati. (foto:indra/mistar)
Simalungun, MISTAR.ID
Aksi massa yang digelar Aliansi Peduli Teh Simalungun (APTESI) pada Senin (10/11/2025) di depan Kantor Bupati Simalungun berlangsung tegang, namun tetap damai.
Aksi keempat ini merupakan bentuk kekecewaan APTESI terhadap Bupati Simalungun, Anton Achmad Saragih, atas polemik konversi Kebun Teh Sidamanik menjadi perkebunan sawit.
Sejak pukul 15.30 WIB, massa datang membawa pengeras suara, baliho, dan spanduk besar bertuliskan pesan kekecewaan terhadap pemerintah daerah. Dalam orasi yang bergelora, sejumlah tokoh APTESI menuding Bupati Simalungun telah menipu masyarakat terkait proses penerbitan izin sawit yang dinilai tidak transparan.
“Bupati penipu! Kami rakyat dari empat kecamatan merasa dijual. Hak layak hidup kami telah direnggut,” teriak salah satu orator.
Ia menyebut, izin konversi kebun teh telah terbit sejak Maret 2025, sementara uji publik baru dilakukan pada Mei. Hal itu dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap aspirasi rakyat.
Meski sempat memanas, aksi berlangsung tertib hingga berakhir pukul 18.00 WIB. Suasana sempat tegang ketika massa meminta Staf Ahli Bupati, Debora Hutasoit, melakukan panggilan video langsung dengan Bupati Anton Achmad Saragih. Didampingi Kabag Tata Pemerintahan, Amon Sitorus, Debora mencoba menenangkan massa dan berjanji akan menyampaikan seluruh tuntutan APTESI kepada bupati.
“Kami akan sampaikan langsung hasil aksi ini kepada bupati. Saat ini bupati sedang di Jakarta menerima penganugerahan Tuan Rondahaim sebagai Pahlawan Nasional,” ujar Debora di hadapan para pengunjuk rasa.
Sebelumnya, APTESI telah tiga kali melakukan aksi serupa sebagai bentuk penolakan terhadap penanaman sawit di kawasan Sidamanik. Mereka menilai kebun teh yang sudah menjadi identitas dan sumber ekonomi masyarakat tak seharusnya dikonversi menjadi sawit yang berpotensi merusak ekosistem dan menghilangkan mata pencaharian warga.
APTESI juga menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Simalungun mencabut izin konversi tersebut serta menyusun peraturan daerah (perda) yang melindungi kawasan perkebunan teh dari alih fungsi lahan. (hm16)


























