Harga Sawit Kian Mahal, Penyerapan Dana PSR Rendah: GAPKI Desak Pemerintah Percepat Peremajaan Sawit Rakyat

Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, menyoroti ancaman ganda yang dihadapi industri sawit nasional. (Foto: amita/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyoroti dua ancaman besar yang tengah dihadapi industri sawit nasional: harga minyak sawit mentah (CPO) yang makin mahal dibanding minyak nabati lainnya, serta lambatnya penyerapan dana program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, mengingatkan bahwa lonjakan harga sawit saat ini justru berisiko bagi keberlanjutan industri.
“Minyak sawit sekarang sudah sangat mahal dibandingkan minyak nabati lain. Jangan kita bangga, justru bahaya,” kata Eddy, Kamis (30/10/2025).
Ia mencontohkan, pada tahun 2022 harga CPO sempat menembus 1.500 dolar AS per ton, yang mendorong negara-negara pengimpor mencari alternatif minyak nabati lain—bahkan mulai mengembangkan perkebunan sawit sendiri, seperti India dan Brasil.
Penyerapan Dana PSR Masih Rendah
Selain harga, Eddy juga menyoroti rendahnya penyerapan dana PSR yang disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Dari dana yang disediakan, penyerapan hanya sekitar 25–30 persen, tidak pernah sampai 100 persen. Harus dicari kendalanya apa,” ujarnya.
Salah satu faktor penghambat adalah kekhawatiran petani akan kehilangan sumber penghasilan ketika pohon sawit mereka ditebang untuk diremajakan.
Produktivitas Sawit Rakyat Stagnan
Meski kondisi iklim tahun ini cukup mendukung, dengan produksi CPO 2025 diperkirakan mencapai 53–54 juta ton (naik tipis dari 52 juta ton tahun lalu), Eddy pesimistis target 100 juta ton pada 2045 bisa tercapai jika peremajaan sawit rakyat tidak segera dipercepat.
“Kalau kondisi seperti sekarang tidak dibenahi, peningkatan produksi akan sulit tercapai. Tapi kalau diperbaiki, tahun depan bisa naik,” katanya.
Menurut Eddy, perkebunan rakyat yang mencakup 41 persen total lahan sawit nasional justru stagnan karena minimnya peremajaan.
“Rakyatnya tidak berkembang. Kalau replanting tidak dikejar, produktivitas akan terus stagnan,” ucapnya.
GAPKI pun mendesak pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan PSR dan memastikan petani mendapat dukungan teknis dan finansial agar produktivitas sawit nasional meningkat secara berkelanjutan. (hm27)

























