Thursday, July 31, 2025
home_banner_first
SIANTAR SIMALUNGUN

Ketika Kebun Teh Sidamanik Diganti Sawit (2): Suara Gereja, Rakyat & Legislator Bumi Simalungun Menyatu

journalist-avatar-top
Rabu, 30 Juli 2025 20.37
ketika_kebun_teh_sidamanik_diganti_sawit_2_suara_gereja_rakyat_legislator_bumi_simalungun_menyatu

Pimpinan Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), Ephorus Pdt John Christian Saragih STh. (foto:dokistimewa/mistar)

news_banner

Simalungun, MISTAR.ID

Gelombang penolakan atas rencana konversi kebun teh menjadi kebun sawit di Sidamanik kian menggema dan tak bisa lagi diabaikan. Dari bilik gereja hingga ruang sidang DPRD, suara perlawanan terus bergema.

Tak sekadar persoalan pertanian, konversi ini dinilai sebagai ancaman langsung terhadap sejarah, spiritualitas, dan ekologi kawasan yang selama ini menjadi jantung identitas Simalungun.

Pimpinan Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS), Ephorus Pdt John Christian Saragih STh, tak ragu menyebut kalau kebun teh Sidamanik bukan sekadar lahan, tetapi “tanah kehidupan” yang membentuk banyak generasi jemaat.

“Kami menolak dengan tegas. Jangan sampai Sidamanik bernasib seperti Panei,” tuturnya.

Bersama suara gereja, DPRD Simalungun juga bersatu menolak konversi. Tiga fraksi besar yakni PDI Perjuangan, Golkar, dan Gerindra, Mereka menganggap langkah PTPN IV sebagai bentuk pengabaian terhadap sejarah, lingkungan, dan potensi pariwisata. Sidamanik bukan sekadar kawasan produksi, tapi etalase budaya dan alam yang strategis bagi masa depan Simalungun.

Dengan dukungan luas dari masyarakat, lembaga adat, tokoh agama hingga pemerintah daerah yang masih berhati-hati, Sidamanik kini berada di titik krusial.

Akankah suara rakyat dan alam dimenangkan, atau justru dikorbankan demi ekspansi industri sawit?

"Perkebunan teh Sidamanik adalah tanah kehidupan bagi banyak warga gereja. Di sinilah mereka dibentuk, dibesarkan, dan beriman," kata Pdt John dalam pernyataannya, Selasa (29/7/2025).

Ia pun memperingatkan, rencana konversi yang digulirkan kembali oleh PTPN IV, tak hanya mengancam lingkungan dan ekonomi lokal, tapi juga membuka peluang bencana ekologis yang bisa menimpa generasi mendatang.

Untuk itu, GKPS menyerukan penolakan total dan mengajak seluruh elemen masyarakat, pemerintah, hingga Presiden untuk bersama menjaga Sidamanik sebagai kawasan bersejarah, strategis, dan penuh potensi pariwisata serta ekonomi kreatif.

Ia menekankan, kawasan Sidamanik memiliki nilai strategis karena berada dalam lintasan wisatawan menuju Danau Toba, yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).

"Jika dilestarikan, perkebunan teh Sidamanik akan memperkuat sektor pariwisata dan menghidupkan ekonomi kreatif warga," katanya.

Menurut Ephorus, kontur tanah dan suhu sejuk Sidamanik sangat cocok untuk tanaman teh. Oleh karena itu, konversi ke kelapa sawit tidak hanya mengancam keberlanjutan lingkungan, tetapi juga merusak tatanan sosial dan ekonomi masyarakat.

GKPS sendiri pernah terlibat aktif dalam penolakan konversi 257 hektare kebun teh pada 2022, yang saat itu berhasil dihentikan. Namun, upaya yang sama kembali terdengar dari PTPN IV.

"Kami menolak dengan tegas. Jangan sampai Sidamanik menjadi korban seperti yang sudah terjadi di Kecamatan Panei," ucap Pdt John.

Ephorus juga menyoroti potensi dampak konversi terhadap ketersediaan air, biodiversitas, hingga risiko bencana ekologis seperti banjir dan longsor.

Dalam pernyataannya, GKPS mendesak PTPN IV Sidamanik untuk membuka akses informasi secara transparan kepada publik dan meminta Pemerintah Kabupaten Simalungun serta DPRD turut menolak rencana tersebut.

Ia juga mengajak pemerintah pusat, khususnya Presiden, untuk meninjau ulang rencana konversi dan melanjutkan moratorium izin perkebunan sawit.

"PTPN IV harus mencabut bibit sawit yang sudah ditanam, menggantinya kembali dengan teh, dan bersama masyarakat menghidupkan kembali potensi wisata Sidamanik," kata Ephorus.

Pimpinan Sinode GKPS turut mengimbau seluruh masyarakat, lembaga keumatan, dan organisasi sipil untuk bersatu dalam mendukung perjuangan warga Sidamanik menjaga tanah dan lingkungan mereka

Minta Semua Pihak Didengar

Menyikapi wacana konversi kebun teh ke sawit di areal perkebunan PTPN IV Sidamanik yang belakangan ini ramai diperbincangkan publik, Bupati Simalungun, Anton Achmad Saragih, mengimbau agar seluruh pihak bersikap bijak dalam mengambil keputusan. Anton juga menekankan pentingnya mendengar keterangan dari kedua belah pihak sebelum mengambil keputusan.

"Makanya kita dengarkan dulu dari dua belah pihak. Ini kan masih baru satu, masih dari DPRD. Dari masyarakat bagaimana? Jadi harus sama-sama dibahas," ujarnya saat ditemui ruang sidang DPRD Simalungun, Rabu (23/7/2025) lalu.


Plang Kebun dan Pabrik Teh di Sidamanik. (foto:roland/mistar)

Pernyataan itu disampaikannya atas polemik yang mencuat di kalangan masyarakat, DPRD, dan tokoh-tokoh agama terkait rencana perubahan fungsi kebun teh.

"Harus diselaraskan semua. Ya artinya kita harus bertemu dulu (dengan pihak PTPN IV," ujar Anton kepada wartawan.

Bupati menegaskan, Pemkab Simalungun akan mengupayakan pendekatan musyawarah dan mengedepankan prinsip kehati-hatian agar keputusan yang diambil nantinya mencerminkan kepentingan bersama.

Penolakan Tegas dari Legislatif

Rencana konversi tanaman teh menjadi kelapa sawit di Kebun Sidamanik, Kabupaten Simalungun, juga mendapat penolakan tegas dari tiga fraksi DPRD Simalungun.

Ketiganya adalah Fraksi PDIP, Golkar dan Gerindra dalam rapat paripurna yang digelar di ruang sidang DPRD Simalungun, Rabu (23/7/2025).

Fraksi PDIP melalui juru bicaranya, Jefri Saragi, menyampaikan keberatan atas rencana tersebut. Dia menekankan kalau tanaman teh bukan sekadar komoditas, tetapi bagian dari identitas dan sejarah panjang Simalungun.

"Di lambang daerah kita tercantum gambar daun teh. Mengubahnya menjadi sawit bukan hanya soal lingkungan, tapi juga merobek sejarah Simalungun. Hanya satu kata, Pak Bupati:Tolak!" kata Jefri tegas sewaktu membacakan saran dari partai berlogo kepala banteng itu.

Fraksi Golkar melalui Marandus Tindaon menyoroti potensi bencana ekologis akibat konversi tersebut. "Untuk menghindari kerusakan lingkungan, banjir dan longsor, Fraksi Golkar menolak konversi perkebunan teh menjadi kelapa sawit," ujarnya singkat namun tegas.

Sementara itu, Fraksi Gerindra yang dibacakan Erwin Saragih, menekankan aspek sejarah dan potensi agrowisata Sidamanik yang dikenal dengan udara sejuk dan pemandangan kebun teh.

"Kami meminta agar tidak dilakukan konversi lahan di luar area yang sudah menjadi lahan sawit. Sidamanik adalah kawasan strategis agrowisata yang menopang ekonomi masyarakat," kata Erwin.

Rapat paripurna ini dipimpin Ketua DPRD Sugiarto dan tiga wakil ketua, yaitu Samrin Girsang, Bonauli Rajagukguk, dan Jefra Manurung. Hadir juga saat itu Bupati Anton Achmad Saragih, Wakil Bupati Benny Gusman Sinaga, Plt Sekda Albert Saragih, serta para pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD).

Sejumlah tokoh gereja dari GKPS, termasuk Ephorus dan Sekjen, juga turut menyuarakan penolakan terhadap konversi ini, memperkuat jika isu ini tidak hanya bersifat politis, tetapi juga menyentuh identitas dan masa depan ekologis Simalungun.

Belum Rekomendasi Penanaman Sawit

Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Simalungun, Lasma Hutasoit, menegaskan pihaknya hingga kini belum mengeluarkan rekomendasi apapun terkait rencana penanaman sawit di wilayah Kecamatan Sidamanik dan Kecamatan Pamatang Sidamanik.

Lasma mengaku, meskipun pernah menghadiri sosialisasi yang digelar oleh pihak PTPN IV di Pabrik Teh Sidamanik, kehadiran Distan saat itu hanya sebatas mendampingi Dinas Lingkungan Hidup.

"Kalau soal apapun, atau surat masuk ke kita, belum ada," ujarnya kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).

Dia mengatakan, Distan mengetahui isu rencana penanaman sawit di Bah Butong dari pemberitaan dan keluhan masyarakat. Namun demikian, Lasma menegaskan pihaknya tidak akan serta-merta mengeluarkan surat rekomendasi.

"Kami tidak akan mengeluarkan rekomendasi jika masyarakat terdampak di Bah Butong tidak setuju. Sampai sekarang pun belum ada surat atau dokumen yang menunjukkan adanya persetujuan masyarakat," ucapnya.

Menurut Lasma, pihaknya akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait alih fungsi lahan tersebut. Ia menyebutkan sudah banyak keluhan dan informasi yang menyuarakan potensi dampak negatif dari penanaman sawit, baik dari sisi lingkungan, sosial maupun keberlanjutan ekonomi warga lokal.

"Jadi sampai saat ini, dinas pertanian belum pernah mengeluarkan surat rekomendasi apapun terkait rencana penanaman sawit di Bah Butong," ujarnya.

Pernyataan ini memperkuat posisi sejumlah pihak yang menolak rencana konversi kebun teh menjadi kebun sawit, termasuk kalangan DPRD dan elemen masyarakat sipil.

Suara penolakan terus menggema, terutama dari warga Sidamanik yang khawatir akan hilangnya identitas kawasan sebagai sentra teh serta rusaknya ekosistem lingkungan. (indra/hm16)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN