Anak Jalanan di Kota Medan (3 - Habis): Bukan Sekadar Seremonial Tahunan Belaka

Seorang anak menunggu pembeli saat berjualan tisu di persimpangan lampu lalu lintas di Medan. (foto:adilsitumorang/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2025 seharusnya menjadi momentum refleksi mendalam bagi pemerintah, bukan hanya seremoni tahunan belaka.
Di Kota Medan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak-anak masih menggelandang, mengamen, hingga mengemis di bawah terik matahari dan lampu lalu lintas. Realitas ini menjadi ironi di tengah peringatan hari yang seharusnya merayakan hak dan perlindungan terhadap anak.
Tokoh agama Sumatera Utara, Ahmad Anjal Al Baroesy, menilai Pemko Medan belum menunjukkan keseriusan dalam menangani persoalan anak jalanan. Ia bahkan menantang Wali Kota Medan untuk turun langsung ke jalan, khususnya pada malam hari, guna menyaksikan langsung nasib pilu generasi muda Kota Medan.
“Coba keliling jam 11 malam ke pinggiran kota, lihat sendiri anak-anak yang berkeliaran tanpa arah,” ujar Ahmad tajam.
Ia juga menyoroti ketidakhadiran sosok pemimpin ideal yang mampu membawa perubahan struktural dari tingkat lurah hingga kepala lingkungan (kepling), yang menurutnya hanya produk pragmatisme politik.
Kemiskinan dan Rendahnya Akses Pendidikan
Ahmad Anjal menceritakan pengalamannya saat berkeliling kota bersama keluarga. Ia merasa marah namun tidak tahu harus melampiaskan kepada siapa, setelah melihat anak-anak kecil berdiri di bawah panas matahari, menjajakan tisu dan mengamen di lampu merah. Umur mereka masih sangat muda—usia sekolah.
Menurut Ahmad, faktor ekonomi adalah akar dari kompleksitas permasalahan sosial tersebut. Namun yang memperparah, menurutnya, adalah absennya pemimpin kota yang ideal dan berorientasi pada kesejahteraan warganya.
Ia juga menyoroti sikap masyarakat, terutama generasi muda, yang mulai menganggap remeh pendidikan. Minat belajar menurun drastis.
“Saya pernah live di media sosial, disaksikan seribu audiens. Saat itu saya nyatakan siap memberikan 10 beasiswa penuh bagi anak-anak asal Kota Medan dan seluruh Indonesia, asal mereka punya semangat belajar,” ujarnya.

Keterangan gambar: Dua anak menjajakan dagangan kepada pengendara saat mengisi BBM di SPBU Kota Medan, Rabu (23/7/2025). (foto:adilsitumorang/mistar)
Menurutnya, pendidikan yang berorientasi pada keterampilan hidup (life skill) masih menjadi jalan keluar paling rasional untuk keluar dari kemiskinan antargenerasi.
"Orang tua yang miskin tak berarti harus mewariskan kemiskinan pada anak-anaknya. Jika kita sebagai orang tua masih muda, mari rangkul anak-anak kita. Jangan memperlakukan anak laki-laki seperti mangsa, atau mengabaikan anak perempuan hingga akhlaknya rusak," ujarnya menambahkan.
Tantangan terhadap Pemerintah
Ahmad Anjal juga mengajak Wali Kota Medan untuk memberantas korupsi di lingkungan pemerintahan.
"Sikat semua pejabat yang mengambil uang negara, berapa pun itu. Gunakan dana itu untuk menolong warga miskin, termasuk anak-anak terlantar. Bangun rumah perlindungan anak, tapi jangan hanya didirikan lalu dibiarkan menjadi rumah prostitusi. Harus benar-benar dijaga," tegasnya.
Negara Harus Hadir
Di sisi lain, Pemerintah Kota Medan mengaku terus berupaya mengembalikan hak-hak anak jalanan melalui berbagai program pendidikan non-formal seperti PKBM, LKP, dan Program Tebus Ijazah. Program ini disinergikan bersama Dinas Sosial dan DP3APM.
Program-program ini bertujuan membuka akses pendidikan fleksibel dan keterampilan hidup bagi anak-anak yang hidup di jalanan. Namun implementasinya menghadapi banyak tantangan, mulai dari keterbatasan anggaran hingga praktik eksploitasi anak yang masih marak.
Hingga kini, Kota Medan memiliki 51 PKBM yang tersebar di hampir seluruh kecamatan dan menawarkan program Paket A, B, dan C, serta pelatihan keterampilan dasar.
“Selain itu, mereka juga diajarkan beberapa keterampilan hidup,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Medan, Andi Yudhistira kepada Mistar.
LKP juga menjalankan Program Kecakapan Kerja (PKK) dan Program Kecakapan Wirausaha (PKW), yang membekali peserta selama 1–2 bulan sebelum didorong untuk merintis usaha dengan bantuan modal dari pemerintah pusat.
Sayangnya, beberapa tahun terakhir program ini terkendala efisiensi anggaran. Oleh karena itu, Disdikbud akan melakukan validasi dan memberikan rekomendasi lembaga penerima program secara lebih selektif.
Penanganan Sosial dan Rehabilitasi
Menurut Kepala Dinas Sosial Kota Medan, Khoiruddin Rangkuti, pihaknya lebih fokus pada gelandangan dan pengemis. Anak-anak yang tertangkap umumnya akan dikirim ke panti sosial dan sebagian dikembalikan ke daerah asal mereka.
“Kalau anaknya masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), akan kita bantu masuk ke Sekolah Rakyat (SR),” ujarnya.
Sementara itu, Kepala DP3APM Kota Medan, Edliaty Siregar menyebutkan bahwa pihaknya terus memantau keberadaan anak-anak di jalanan. Mereka juga menindaklanjuti kasus eksploitasi anak oleh orang tua.
“Kita sudah beri pemahaman agar orang tua tidak menjadikan anak sebagai alat mencari nafkah. Bahkan kita temukan dua anak usia SMP yang urinenya positif narkoba, dan kini direkomendasikan untuk rehabilitasi di BNNP Sumut,” tuturnya.
Kesimpulan:
Anak jalanan di Kota Medan bukan hanya soal keterbatasan ekonomi, tapi cermin dari kompleksitas struktural, lemahnya kepemimpinan, dan ketidakhadiran negara dalam menjamin masa depan anak. Seremonial tahunan seperti Hari Anak Nasional hanya akan menjadi rutinitas kosong jika tidak diiringi tindakan nyata dan konsisten. (matius/rahmad)
BERITA TERPOPULER









