Thursday, September 25, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Rupiah Melemah Tajam, Dolar AS Berpotensi Tembus Rp17.000: Ini Faktor Penyebabnya

Kamis, 25 September 2025 14.38
rupiah_melemah_tajam_dolar_as_berpotensi_tembus_rp17000_ini_faktor_penyebabnya

Ilustrasi. (foto: merdeka.com)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali tertekan. Pada pembukaan perdagangan hari ini, Kamis (25/9/2025), dolar AS berada di level Rp16.735 per dolar, dan diproyeksikan dapat menembus Rp17.000 dalam waktu dekat.

Pengamat Ekonomi, Mata Uang, dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, menyebutkan pelemahan rupiah disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan internal.

Secara eksternal, penguatan dolar AS dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Eropa, menyusul pernyataan Presiden AS Donald Trump di Sidang Umum PBB yang memperingatkan negara-negara Eropa agar menghentikan pembelian minyak dari Rusia.

Meski belum ada kebijakan konkret dari Trump, menurut Ibrahim, retorika tersebut menambah kekhawatiran pasar terhadap eskalasi konflik. Serangan udara Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia yang didukung oleh NATO dan AS, turut memperparah situasi dan memperkuat posisi dolar sebagai aset safe haven.

Sementara dari sisi domestik, pasar bereaksi negatif terhadap sejumlah kebijakan fiskal pemerintah. Salah satunya adalah penolakan program tax amnesty oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dinilai tidak sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar.

“Program tax amnesty sebelumnya terbukti efektif meningkatkan aliran modal masuk, khususnya saat era Presiden Joko Widodo di bawah Menkeu Sri Mulyani. Penolakan saat ini memunculkan kekhawatiran di pasar, apalagi saat kondisi ekonomi sedang butuh stimulus,” ujar Ibrahim.

Ibrahim juga menyoroti langkah Bank Indonesia (BI) yang terus melakukan intervensi di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) dan Domestic NDF (DNDF). Namun, besarnya spekulasi global membuat upaya BI tidak cukup kuat menahan pelemahan rupiah.

Dari sisi lain, Pengamat DCFX Futures, Lukman Leong, menambahkan penguatan rupiah sejak awal tahun sempat ditopang oleh intervensi BI dan kebijakan suku bunga. Namun, penurunan suku bunga secara bertahap dan kebijakan fiskal yang lebih longgar, termasuk stimulus besar-besaran, justru memberi tekanan balik terhadap rupiah.

"Revisi UU P2SK yang memperluas mandat BI turut menimbulkan kekhawatiran tentang independensi bank sentral. Pemerintah dianggap terlalu fokus pada pertumbuhan, yang bisa berdampak pada inflasi dan pelebaran defisit anggaran," katanya.

Lukman juga mengkritisi besarnya anggaran program makan bergizi gratis yang mencapai Rp500 triliun per tahun. Ia menilai dana sebesar itu seharusnya bisa diarahkan untuk pembangunan jangka panjang atau dijadikan dana abadi.

"Kalau dihitung selama 4 tahun, itu Rp2.000 triliun. Jumlah yang sangat besar yang bisa digunakan untuk banyak kebutuhan strategis lainnya," ucapnya.

Baik Ibrahim maupun Lukman sepakat nilai tukar rupiah sangat mungkin menyentuh Rp 17.000 per dolar AS, tergantung pada seberapa kuat intervensi BI dalam menjaga stabilitas pasar. (mtr/hm24)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN