Harga Sawit Naik di Simalungun, Tapi Petani Tetap Mengeluh: Ini Penyebabnya

Ram timbangan digital untuk kendaraan pengangkut sawit di Tanah Jawa. (foto:abdi/mistar)
Simalungun, MISTAR.ID
Meskipun harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit mengalami kenaikan di wilayah Kabupaten Simalungun, para petani justru mengeluhkan penurunan hasil panen yang signifikan akibat musim trek—periode di mana pohon sawit hanya sedikit berbuah.
Hal ini disampaikan Prayetno, salah seorang petani sawit di Nagori Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa, yang mengaku hasil panennya turun hingga 50 persen dibandingkan musim normal.
“Saat musim trek seperti sekarang, produksi buah sawit menurun drastis. Biasanya bisa panen satu ton per hektare, sekarang hanya 500 sampai 700 kilogram saja,” ujarnya kepada MISTAR.ID, Senin (28/7/2025).
Musim Trek Bukan Karena Kurang Perawatan
Menurut Prayetno, musim trek ini merupakan siklus alami dan bukan disebabkan oleh kurangnya perawatan atau pemupukan.
“Ini bukan karena sawit kami tidak dirawat atau kurang pupuk. Memang musim trek ini pasti terjadi setiap tahun,” katanya menambahkan.
Penurunan pasokan buah sawit membuat harga TBS di tingkat pengepul mengalami kenaikan. Namun sayangnya, kenaikan ini belum sepenuhnya memberi keuntungan karena jumlah buah yang dipanen justru menurun.
“Harga di gudang memang lebih tinggi sekarang, tapi buahnya sedikit. Jadi tetap saja pendapatan berkurang,” ucapnya mengeluh.
Harga TBS Naik, Tapi Tak Kompensasi Produksi
Hal senada juga disampaikan oleh Eko Manurung, pemilik RAM (alat penimbangan digital untuk sawit) di wilayah Tanah Jawa.
Ia mengonfirmasi bahwa harga TBS sawit memang mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp2.620 menjadi lebih dari Rp2.780 per kilogram.
“Kenaikan harga ini sebenarnya sangat bagus dan bisa membantu meningkatkan ekonomi petani, asal produksi juga normal,” kata Eko.
Namun dengan hasil panen yang merosot, harapan petani kini tertumpu pada kestabilan harga hingga musim trek berakhir.
“Kami hanya berharap harga tetap tinggi sampai musim trek selesai,” tutur Prayetno. (abdi/hm27)