Friday, June 6, 2025
home_banner_first
NASIONAL

Pemerintah Tanggapi Isu Tambang Nikel di Raja Ampat

journalist-avatar-top
Kamis, 5 Juni 2025 08.20
pemerintah_tanggapi_isu_tambang_nikel_di_raja_ampat

Raja Ampat. (f: ist/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Kegiatan tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, dinilai melanggar aturan dan membahayakan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia.

Menanggapi masalah ini, anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, mengkritik keras kegiatan tersebut. Menurutnya, Raja Ampat adalah kawasan dengan biodiversitas laut luar biasa yang diakui sebagai Global Geopark oleh UNESCO.

“Raja Ampat bukan wilayah biasa. Kawasan ini adalah tidak boleh dikorbankan hanya untuk mengejar hilirisasi nikel,” ujar Novita, Rabu (4/6/2025).

Menurut Novita, aktivitas pertambangan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditegaskan bahwa pemanfaatan pulau kecil harus diarahkan untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan riset, bukan eksplorasi tambang.

Dari sektor pariwisata, Raja Ampat berkontribusi signifikan terhadap pendapatan daerah senilai Rp150 miliar pada 2024 karena didominasi kunjungan wisatawan asing.

Kerusakan akibat tambang dikhawatirkan dapat menurunkan pendapatan tersebut hingga 60 persen dan mengganggu kehidupan masyarakat adat setempat.

“Kalau lingkungan rusak, bukan cuma alam yang kehilangan, tapi juga masyarakat yang menggantungkan hidup dari pariwisata dan perikanan,” tutur Novita.

Dilanjutkannya, Komisi VII DPR RI saat ini sedang menggodok RUU Pariwisata yang bertujuan memberikan perlindungan hukum bagi kawasan ekowisata strategis seperti Raja Ampat.

“RUU ini akan jadi benteng hukum agar kawasan penting seperti Raja Ampat tidak lagi disentuh oleh kegiatan tambang yang merusak. Pemerintah pusat dan daerah harus segera menghentikan penerbitan izin baru dan melakukan audit atas seluruh IUP yang sudah keluar,” ujarnya.

Di kesempatan berbeda, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia turut menanggapi kekhawatiran publik soal aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat.

Bahlil memastikan pemerintah akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan tambang nikel di wilayah tersebut. Ia berencana memanggil seluruh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), baik dari sektor BUMN maupun swasta, untuk meminta klarifikasi.

“Nanti ketika saya pulang, saya akan evaluasi. Saya akan rapat dengan Dirjen, dan panggil pemilik IUP-nya, mau itu BUMN atau swasta,” ujar Bahlil.

Papua merupakan daerah dengan status Otonomi Khusus (Otsus), sehingga aspirasi masyarakat setempat serta nilai-nilai kearifan lokal harus menjadi pertimbangan utama dalam pengelolaan sumber daya alam.

“Papua ini Otsus, jadi perlakuannya juga khusus. Mungkin ada kearifan lokal yang belum terakomodasi dengan baik. Karena itu, kami akan evaluasi tambangnya dan sesuaikan dengan hasil analisis mengenai dampak lingkungan,” jelasnya.

Raja Ampat diketahui memiliki lebih dari 610 pulau dan menjadi habitat bagi sekitar 75 persen spesies laut dunia, termasuk ratusan jenis terumbu karang dan ribuan spesies ikan. Namun, sejumlah pulau kecil di kawasan tersebut telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP). Beberapa tambang bahkan telah beroperasi. Pulau kecil yang dimaksud, seperti Pulau Kawe, Pulau Gag, dan Pulau Manuran. (hm20)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN