Raja Ampat Minta Kewenangan Pengelolaan Hutan Diperluas: Konservasi vs Otonomi Daerah

Bupati Raja Ampat Orideko Burda saat memberikan keterangan terkait dengan kondisi Raja Ampat di hadapan Komisi VII DPR RI yang melakukan kunjungan kerja reses ke Papua Barat Daya, pada Jumat (30/5/2025). (f:antara/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, meminta pemerintah pusat untuk meninjau ulang pembatasan kewenangan pengelolaan hutan.
Permintaan ini disampaikan Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, sebagai bagian dari upaya menjaga kelestarian alam sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Ia menegaskan bahwa wilayahnya yang terdiri dari 117 kampung dan 24 distrik memiliki kekayaan alam yang luar biasa, termasuk hutan, laut, serta potensi wisata yang telah diakui dunia melalui status Geopark UNESCO.
“Kami memiliki laut dan hutan yang luas, dan potensi wisata yang sudah mendunia. Namun, kewenangan kami sangat terbatas dalam mengelola sumber daya alam ini,” ujarnya dikutip dari Antara, Sabtu (31/5/2025).
Bupati Orideko mengungkapkan, pembatasan tersebut menyebabkan pemerintah daerah kesulitan melakukan pengawasan, terutama terhadap aktivitas pertambangan yang berpotensi merusak ekosistem.
Bahkan, izin pemberian dan penghentian tambang nikel dikeluarkan langsung oleh pemerintah pusat di Jakarta.
“[Sebanyak] 97 persen wilayah Raja Ampat adalah daerah konservasi. Saat terjadi pencemaran akibat tambang, kami tidak bisa mengambil tindakan karena semua wewenang ada di pusat,” tuturnya.
Pembatasan pengelolaan hutan tidak hanya membatasi akses masyarakat terhadap sumber daya alam, tetapi juga menghambat kesejahteraan ekonomi warga lokal.
Padahal, hutan Raja Ampat merupakan rumah bagi banyak spesies endemik dan memiliki peran vital sebagai penyangga kehidupan masyarakat adat.
Baca Juga: Gegara Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Seluas 443 Hektar, Warga Parbuluan Dairi Nyaris Bentrok
Ia menilai, jika semua keputusan datang dari Jakarta, maka pemerintah daerah dan masyarakat Raja Ampat hanya menjadi penonton.
"Yang menjadi pertanyaan adalah adanya Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) itu untuk apa," ujar Bupati Orideko.
Menurutnya, keberadaan Undang-Undang Otsus seharusnya memberikan keleluasaan lebih besar kepada daerah untuk mengelola kekayaan alamnya secara mandiri dan berkelanjutan.
Pemerintah Raja Ampat berharap agar kebijakan pengelolaan hutan dikaji ulang agar masyarakat lokal memiliki ruang partisipasi dalam menjaga sekaligus memanfaatkan sumber daya alam mereka.
Kewenangan yang proporsional dianggap menjadi kunci dalam menjaga ekosistem sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat. (*)