Menelisik Pengadaan Air Bersih di Medan (2-Habis): Kombinasi Beberapa Masalah

Pengamat BUMD Air Minum, Tias Alvin Papatria. (foto:dokpribadi/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Krisis air bersih yang terus berulang di Kota Medan dan sekitarnya dinilai sebagai kombinasi kompleks dari persoalan teknis, operasional, hingga tata kelola perusahaan daerah air minum (PDAM) yang belum optimal.
Hal ini disampaikan pengamat BUMD Air Minum, Tias Alvin Papatria, saat dihubungi Mistar melalui telepon seluler.
Menurut Alvin, salah satu akar persoalan di kota-kota besar adalah kondisi jaringan distribusi air yang sudah sangat tua. Bahkan di antaranya masih ada peninggalan Belanda. Seperti kota-kota besar lainnya, Medan juga memiliki jaringan pipa tua.
“Jadi kebanyakan jaringan distribusi airnya sudah tua. Bahkan seperti di Kota Surabaya, ada yang sejak zaman kemerdekaan sehingga, jaringan tua itu rentan kebocoran,” katanya, Kamis (17/7/2025).
Mantan Direktur Keuangan PDAM Surya Sembada Kota Surabaya itu pun menyoroti tingkat kebocoran atau non-revenue water (NRW) di Kota Medan yang dikabarkan telah mencapai lebih dari 35%, bahkan ada yang menyebut di atas 40%. Angka ini melebihi rata-rata nasional yang berkisar 33%.
“Kalau benar di atas 35 persen, artinya sudah di atas kebocoran rata-rata nasional. Rata-rata nasional itu tingkat kebocorannya sekitar 33 persen,” ungkapnya.
"Tingkat kebocoran yang tinggi disebut juga akan membebani kapasitas produksi. Bayangkan saja kalau produksi instalasi pengolahan air minum (IPAM) anda 100 liter, kemudian 35 liter itu bocor di jalan. Bisa bayangkan usaha anda itu 35 persen bocor. Padahal anda memproduksi air itu kan ada biaya listrik, bahan kimia dan lain-lain, kemudian sebagian bocor,” katanya menjelaskan.
Dari sisi operasional, musim hujan lebat bisa juga menyebabkan kondisi air baku menjadi lebih keruh dan membuat IPAM bekerja lebih keras agar air yang diproduksi berkualitas dan distribusi ke pelanggan tidak terganggu.
Selain itu ketersediaan reservoir air juga krusial, mengingat fungsinya untuk memeratakan distribusi dan tekanan air ke seluruh pelanggan.
“Karena itu, faktor utamanya adalah peningkatan perbaikan infrastruktur yang sistematis, menyeluruh dan terencana dengan baik. Karena ada faktor lain yang tidak bisa menunggu yaitu urbanisasi, peningkatan jumlah penduduk dan penambahan industri,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menekankan kepatuhan terhadap regulasi seperti Permenkes Nomor 492 Tahun 2010 soal kualitas air minum, khususnya tingkat kekeruhan maksimal 5 NTU (Nephelometric Turbidity Units), harus menjadi perhatian serius PDAM.
Tata Kelola Jadi Kunci
Alvin menegaskan, solusi teknis tidak akan berjalan efektif tanpa tata kelola perusahaan yang profesional.
“Perusahaan air minum itu milik publik. Harus dikelola secara modern, akuntabel, transparan dan efisien. Kalau tata kelola masih berantakan, berat. Karena tata kelola ini basic,” ucapnya.
Ia juga mendorong Perumda Tirtanadi untuk membuka peluang kemitraan public-private partnership dan memanfaatkan skema blended finance untuk inovasi pembiayaan proyek infrastruktur.
“Ada perusahaan daerah air minum (PDAM) di salah satu daerah, bisa dapat dana bantuan Rp113 miliar untuk pengembangan jaringan distribusi air yang baru. Makanya banyak-banyak berjaringan dengan pusat, agar dapat banyak bantuan dari mereka. Namun untuk mendapatkan dana bantuan bukan perkara mudah. Kredibilitas manajemen PDAM menjadi salah satu kriteria penting” katanya.
Hal penting lain yang ia soroti adalah pengurangan NRW secara serius, pembangunan budaya pelayanan prima dan fokus pada kepuasan pelanggan. Jika keluhan warga semakin banyak, maka pekerja PDAM di lapangan perlu dievaluasi kembali.
“Dulu survei kepuasan pelanggan itu kita usahakan di atas 84 persen. Kalau sudah di bawah itu artinya wake up-call. Kita sebagai direksi akan berusaha keras untuk meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan di atas 84 persen. Jujur saja, tidak banyak PDAM di Indonesia yang bisa mencapai angka kepuasan pelanggan 83 persen ke atas. Belum banyak lah, apalagi dengan jumlah pelanggan yang lebih dari 600 ribu.” ungkapnya.

Kantor Perumda Tirtanadi Jalan Sisingamangaraja Medan. (foto:dokistimewa/mistar)
Ia menekankan, layanan prima harus menjadi budaya. Karena perusahaan dapat berjalan karena adanya pelanggan yang tertib melakukan pembayaran setiap bulannya.
“Contohnya di PDAM Surabaya. Pelanggan membayar itu hampir 100 persen setiap bulan karena pelayanan kita juga serius,” tuturnya.
Bahkan ia menyebutkan, hasil dari operasional dan pelayanan yang prima tersebut, pendapatan total PDAM Surabaya kala itu mencapai Rp1 triliun per tahun.
“Kontribusi PAD tahun 2023 lalu kita sudah mencapai Rp140 miliar. Itu mungkin kontribusi PAD terbesar yang pernah diberikan perusahaan air minum kepada pemerintah daerah di Indonesia. Mungkin loh ya,” katanya.
Pria yang pernah ditunjuk sebagai water management expert oleh Global Water Operators Partnership (GWOPA), sebuah lembaga internasional dibawah UN/PBB untuk membantu meningkatkan kinerja sebuah perusahaan air minum di Bangladesh itu menekankan, perusahaan air minum tidak boleh rugi.
“Ini bisnis monopoli. Kalau ada perusahaan air minum rugi, itu berarti ada masalah. Dan perusahaan air minum itu harus dikelola oleh orang yang faham air minum,” ucapnya.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Pengamat Lingkungan Sumatera Utara (Sumut), Jaya Arjuna. Ia menyebutkan, keluhan warga karena kekeruhan air yang berulang disebabkan karena pengelolaan yang kurang baik.
Ia menekankan agar PDAM Tirtanadi mengambil langkah teknis maupun kebijakan untuk memperbaiki hal ini. Terutama dalam hal tata kelola pelayanan air bersih di Kota Medan.
“Perbaiki losses secara teknis maupun manajemen,” katanya.
Bobby Komit Benahi PDAM Tirtanadi
Merunut ke belakang, Gubernur Bobby Nasution menyatakan komitmennya untuk mengelola PDAM Tirtanadi dengan maksimal, sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut.
Hal tersebut dicetuskannya saat debat publik ketiga antara pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut yang diselenggarakan KPU Sumut di Tiara Convention Center, Rabu (13/11/2024) silam.
Dalam debat itu, dirinya mengaku banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait pengelolaan BUMD tersebut dari masyarakat. Apalagi 80 persen masyarakat Medan merupakan pelanggan perusahan daerah tersebut
"Bila kami nanti dipercaya memimpin Sumut, kami komit akan mengelola PDAM Tirtanadi dengan maksimal. Tidak ada lagi keluhan warga tentang airnya kuning atau keruh. Airnya lebih banyak mati daripada hidupnya," ungkap Bobby saat itu.
Pelayanan maksimal akan diberikan karena masyarakat setiap bulannya membayar iuran air. Sementara pelayanan diberikan kurang maksimal. Untuk itulah dirinya bersama Surya akan membenahi pelayanan PDAM Tirtanadi.

Gubernur Sumut, Boby Nasution. (foto:iqbal/mistar)
"Kami benahi pelayanannya baru kami tarik bayarannya. Jangan masyarakat hanya membayar, tapi tidak mendapatkan pelayanan maksimal," tegasnya.
Komitmen serupa juga disampaikan Bobby yang didampingi Bupati Samosir, Vandiko Gultom saat melakukan sidak ke reservoir milik PDAM Tirtanadi Cabang Samosir, Senin (7/7/2025).
Dia menegaskan akan mengevaluasi Perumda Tirtanadi, untuk perbaikan pengelolaan air bersih. Ia juga mengingatkan hal yang lebih penting, yakni menjaga penyediaan air bersih untuk masyarakat.
"Jadi evaluasi itu bukan tentang personal dan mencari siapa yang salah. Tetapi ini tanggung jawab kita semua (yang terkait), sehingga ini harus ditingkatkan lagi kualitas air bersihnya. Fokusnya ke perbaikan," ujarnya menjawab pertanyaan wartawan di Kabupaten Samosir, Senin (7/7/2025) lalu.
Belum Maksimal
Terpisah, Ketua Komisi C DPRD Sumut, Rony Reynaldo Situmorang menyampaikan, PDAM Tirtanadi Medan dinilai belum maksimal melayani masyarakat. Penyebabnya, adanya keterbatasan anggaran.
“Masih ada beberapa wilayah yang belum menerima pelayanan maksimal terkait air bersih di Medan. Namun keterbatasan anggaran bukan menjadi alasan. Tirtanadi harus berbenah,” kata Rony kepada Mistar, belum lama ini.
Politisi Partai NasDem itu juga menilai, PDAM Tirtanadi Medan sering bekerja berdasarkan kepentingan pribadi karena intervensi pihak tertentu.
“Saat ini, di kepemimpinan yang baru sudah lebih baik. Dibuktikan dengan bekerja secara profesional,” ucapnya.
Rony mengatakan, PDAM Tirtanadi Medan saat ini kekurangan tangki air untuk pendistribusian ke masyarakat jika terjadi kerusakan.
“Karena tangki kurang, maka saluran air terputus ke masyarakat. Tidak ada cadangan tangkinya,” tuturnya. (susan/ari/rri/hm01)