Wednesday, July 16, 2025
home_banner_first
MEDAN

435 Tahun Kota Medan: Satire "Rayap Besi", "Becak Hantu", dan "Pompa Medan" yang Menyentil Realitas Sosial

journalist-avatar-top
Selasa, 15 Juli 2025 19.40
435_tahun_kota_medan_satire_rayap_besi_becak_hantu_dan_pompa_medan_yang_menyentil_realitas_sosial

Ilustrasi, 435 Tahun Kota Medan: Satire "Rayap Besi", "Becak Hantu", dan "Pompa Medan" yang Menyentil Realitas Sosial. (foto:ai/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Di usianya yang ke-435, Kota Medan tidak hanya menyimpan sejarah, tetapi juga hidup di tengah dinamika sosial.

Warga, terutama anak muda, menciptakan istilah satiris seperti “rayap besi” (pencuri logam), “becak hantu” (pencurian pakai becak), dan “pompa Medan” (penyalahgunaan narkoba).

Meskipun terdengar lucu, istilah-istilah tersebut menyiratkan keresahan masyarakat atas kriminalitas, kesenjangan sosial, dan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan aparat.

Lalu apa yang melatarbelakangi kenapa kosakata gaul tersebut muncul dan menjadi populer di kalangan warga kota berpenghuni 2,5 juta lebih ini?

Pandangan Ahli

Salah satu pendapat dilontarkan sosiolog dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar.

Menurutnya, munculnya istilah-istilah tersebut merupakan bukti pengkhianatan terhadap konstitusi karena pemerintah terkesan abai dengan rakyatnya.

"Ini bukan sekadar kisah kegagalan lokal. Ini menjadi bukti pengkhianatan sistematis terhadap konstitusi, dari Jakarta hingga Kota Medan," ujar Shohibul saat dihubungi Mistar melalui seluler, Selasa (1/7/25).

"Sistem politik masih memosisikan kompetisi transaksional, sehingga semua figur tidak memiliki urusan apa pun, kecuali berkuasa dan menjadi komprador. Selama sistem belum diperbaiki, maka pemerintahan semua level terus potensial berkhianat. Apalagi mereka didikte oligarki," tuturnya menambahkan.

Shohibul menilai, di usia yang ke-435 tahun, Medan masih belum menjadi kota yang mampu memberikan rasa aman bagi warganya, karena tingginya angka kriminal.

"Eksekutif Medan hanya melakukan berbagai aktivitas yang ringan-ringan saja tanpa pengenalan akar masalah semisal gelar razia seremonial saat ada insiden. DPRD sibuk bertransaksi politik sementara fasilitas publik dicuri 'rayap besi'," ujarnya.

Kemudian, lanjut akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMSU itu, aparat penegak hukum membiarkan impunitas atau kejahatan lama tak tuntas hingga modus baru, seperti ‘becak hantu’ bermunculan'.

"Di tengah krisis akuntabilitas ini, diperlukan revolusi sistem politik. Pemilu kita hanya ritual demokrasi tanpa gigi dan didominasi oleh transaksi yang merendahkan harkat manusia. Para pemimpin eksekutif dan wakil rakyat terpilih lalu bebas khianati rakyat," ucapnya.

Keterangan gambar: Shohibul Anshor Siregar. (foto:dokumen/mistar)

Untuk itu, Shohibul mendesak mandat imperatif segera diterapkan untuk mengikat politisi pada janji kampanye dan konstitusi dengan mekanisme impeachment dan recall apabila melanggar.

"Solusinya terletak pada pemberdayaan kedaulatan rakyat. Mekanisme mandat imperatif harus jadi senjata. Wajibkan laporan periodik pejabat dengan indikator konkret, misaln penurunan ‘pompa Medan’ atau penyerapan pengangguran. Jika melenceng, rakyat bisa copot mereka melalui referendum," tuturnya.

Tanpa revolusi akuntabilitas, lanjut Shohibul, demokrasi di Indonesia akan tetap menjadi panggung sandiwara. "Rakyat memilih, lalu dikhianati. Medan akan tetap dikenang sebagai kota ‘rayap besi’ di usia 435 tahunnya," katanya.

Kesenjagan Sosial

Sementara itu, pemerhati sosial dari Universitas Sumatera Utara (USU), Agus Suriadi, mengatakan kriminalitas yang terjadi di Kota Medan salah satunya disebabkan oleh kesenjangan sosial.

"Menurut saya, kesenjangan sosial yang terjadi sering kali dipicu oleh faktor ekonomi, pendidikan dan akses terhadap layanan publik. Di kota besar seperti Medan, perbedaan antara yang kaya dan yang miskin dapat terlihat dengan jelas," ucapnya.

Kesenjangan sosial ini, menurut akademisi USU itu, dapat memicu ketidakpuasan masyarakat yang pada gilirannya bakal meningkatkan angka kriminalitas. Masyarakat yang merasa terpinggirkan mungkin akan mencari cara-cara ilegal untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

"Fenomena munculnya istilah seperti 'pagar berjalan', 'rayap besi', 'becak hantu' dan 'pompa Medan' menunjukkan bahwa ada berbagai bentuk kejahatan yang berkembang seiring dengan dinamika sosial dan ekonomi. Masyarakat perlu lebih sadar akan fenomena ini dan berperan aktif dalam pencegahan. Edukasi mengenai bahaya narkoba dan kejahatan lainnya harus ditingkatkan," tutur Agus.

Istilah-istilah gaul yang muncul di Medan, dikatakan Agus, merupakan bagian dari dinamika sosial dan budaya yang kaya. Meskipun ada dampak positif dan negatif, penting bagi masyarakat untuk memahami dan menggunakan istilah ini dengan bijak agar tetap mendukung komunikasi yang efektif dan inklusif.

Menurut dia, pemerintah harus lebih proaktif dalam menciptakan kebijakan yang mengurangi kesenjangan sosial, seperti program pemberdayaan ekonomi, peningkatan akses pendidikan, dan kesehatan.

"Juga perlu ada kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. Masyarakat juga harus terlibat dalam kegiatan sosial yang dapat mengurangi kriminalitas," ujar Agus.

Keterangan gambar: Agus Suriadi. (foto:dokumen/mistar)

Ia menilai, Kota Medan memiliki potensi besar untuk berkembang, akan tetapi tantangan seperti kesenjangan sosial dan kriminalitas perlu ditangani dengan serius.

"Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait, diharapkan kota ini dapat menjadi lebih aman dan sejahtera bagi semua warganya," ucapnya.

Suara Anak Muda Medan

Salah seorang anak muda, Adhe Friam Budhi (24) mengaku sudah mengetahui istilah rayap besi, becak hantu, dan pompa Medan. Ia mengatakan, istilah itu santer dilontarkan warga Medan-terutama anak muda-karena semakin marak terjadi berbagai tindakan kriminalitas dan narkoba yang sulit dikendalikan para pengambil keputusan di Kota Medan.

“Setahu saya, istilah tersebut sudah ada dari dulu ada. Tapi kembali ramai diperbincangkan karena tindakan kriminal berupa pencurian dan pemakai narkoba semakin marak terjadi. Tingkat kejahatan di Kota Medan makin tinggi. Kondisi ini membuat masyarakat muak, sehingga istilah tersebut dijadikan guyonan untuk menyindir pihak lain yang bertanggungungjawab mengatasinya,” katanya kepada Mistar, Selasa (1/7/25).

Adhe mengaku tidak pernah mengalami atau melihat kejadian yang berkaitan dengan rayap besi atau begal motor dan becak hantu atau becak kriminal secara langsung.

“Saya pribadi belum pernah mengalami atau melihat langsung kejadian tersebut, tapi sering melihat di platform media seperti Tiktok dan Instagram. Saya juga merasa, Medan hanya aman saat berkendara dari pagi hingga pukul 22.00 WIB. Di atas itu sudah harus waspada,” ucapnya.

Keterangan gambar: Foto udara Istana Maimun yang berdiri di Kota Medan, Sumatera Utara, Rabu (2/7/2025). (foto:adil situmorang/mistar)

Terkait, peredaran narkoba atau pompa Medan, Adhe mengungkapkan di lingkungan tempat tinggalnya, sempat banyak para pengguna obat terlarang tersebut.

"Namun sekarang sudah minim. Harapan saya, Kota Medan bisa menjadi kota yang maju dan terus menghasilkan anak-anak muda yang berkarya, bukan yang justru merugikan diri sendiri dan Kota Medan,” ujarnya.

Generasi Z Kota Medan lainnya, Shefira Ayu (23), juga mengaku sudah mengetahui istilah rayap besi, becak hantu, dan pompa Medan dari banyaknya kejadian aksi kriminal di Sumatera Utara.

Menurutnya, para pelaku kriminal tersebut berani melakukan aksinya secara terang-terangan di siang hari, tanpa takut akan dibekuk oleh petugas keamanan.

“Masyarakat sudah apatis. Mereka hanya membiarkan kejadian seperti. Akibatnya para pelaku makin leluasa melakukan aksinya. Di samping itu, masyarakat juga merasa ketakutan untuk menghentikan aksi pelaku. Banyaknya kasus, pembiaran dari masyarakat dan aparat penegak hukum yang tidak bertindak tegas, membuat istilah seperti itu muncul,” tuturnya.

“Menjamurnya kasus kriminal jalanan dan narkoba membuat saya lebih waspada saat keluar malam hari. Meski di beberapa kesempatan saya pulang di atas tengah malam, selalu saya antisipasi dengan pulang ramai-ramai,” kata Shefira lebih lanjut.

Perempuan ini mengaku, peredaran narkoba atau pompa Medan di lingkungannya tidak pernah terendus. Ia khawatir dirinya sendiri yang akan terdampak negatif jika peredaran narkoba di lingkungannya semakin masif.

Untuk itu, Shefira berharap agar Pemerintah Kota Medan serta aparat terkait lainnya, dapat lebih fokus menyelesaikan permasalahan sosial ini karena sangat mendesak untuk menjaga keselamatan warga Kota Medan itu sendiri.

“Sebagai anak muda yang akan merawat Kota Medan ke depannya, saya meminta pemerintah untuk turut membantu penyelesaian masalah ini. Kami anak muda tidak bisa apa-apa jika pemerintah tidak turun tangan membantu,” ujarnya.

Kejahatan Jalanan Masih Tertinggi

Apa yang disampaikan para pengamat dan sejumlah generasi muda di Kota Medan seputar tingginya angka kriminalitas jalanan dan peredaran narkoba--hingga tercipta istilah-istilah seperti rayap besi, becak hantu dan pompa Medan--ternyata bukan isapan jempol belaka.

Menurut Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan, sepanjang tahun 2024, pihaknya menangani sebanyak 7.677 kasus kejahatan.

Keterangan gambar: Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan. (foto:dokumen/mistar)

Tindak kriminalitas tersebut mulai dari tindak kejahatan pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan (curas) dan pencurian sepedamotor (curanmor). Kemudian pencabulan, kekerasan seksual hingga pembunuhan.

"Dari ribuan kasus tersebut, didominasi kasus curat, yakni sebanyak 3.787 kasus. Selanjutnya diikuti kasus curanmor dengan 1.967 laporan. Sementara kasus penganiayaan terjadi sebanyak 1.428 kasus. Dari total kasus, kita selesaikan sebanyak 4.812 kasus," katanya dalam gelar pemaparan refleksi akhir tahun di Mapolrestabes Medan, Jumat (27/12/24) silam.

Tak, hanya kejahatan jalanan, kasus narkoba juga menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan di Kota Medan saat ini. Kasatres Narkoba Polrestabes Medan, AKBP Thommy Aruan menjelaskan, di tahun 2023, Satres Narkoba Polrestabes Medan mengungkap 815 kasus. Dari ratusan kasus itu, pihaknya menjaring 952 tersangka.

Selanjutnya, di tahun 2024 pihaknya mengungkap 763 kasus dengan total tersangka sebanyak 941 orang, dengan barang bukti berbagai jenis narkoba.

"Di tahun 2025 ini dari Januari hingga Juni, kita sudah mengungkap 413 Kasus dengan 510 tersangka. Untuk barang bukti yang sudah kita amankan 127,5 Kg sabu, 78 Kg ganja, 80.153,5 ekstasi, 86 butir H5, 2.800 butir alprazolam, 34 botol ketamin, serta 50 bungkus happy water," kata Thommy, Rabu (2/7/2025).

Istilah gaul seperti “rayap besi”, “becak hantu”, dan “pompa Medan” mencerminkan keresahan masyarakat terhadap tingginya kriminalitas dan penyalahgunaan narkoba.

Solusi yang dibutuhkan adalah reformasi sistemik: penegakan hukum kuat, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan penguatan akuntabilitas politik agar Medan mampu benar-benar menjadi kota yang aman dan sejahtera di usianya yang ke-435. (deddy/amita/putra/hm27)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN