Thursday, July 3, 2025
home_banner_first
OPINI

435 Tahun Kota Medan: Refleksi, Harapan, dan Kolaborasi

journalist-avatar-top
Kamis, 3 Juli 2025 11.28
435_tahun_kota_medan_refleksi_harapan_dan_kolaborasi

Banjir di kawasan Medan Helvetia saat Pilkada 27 November 2024. (Foto: Anwar/Mistar)

news_banner

MISTAR.ID

Oleh: Anwar Suheri Pane

Kota Medan genap berusia 435 tahun pada 1 Juli 2025. Perayaan ini bukan hanya peringatan usia administratif, tetapi harus menjadi momen refleksi: sejauh mana kota ini tumbuh, dan ke mana kita akan melangkah bersama.

Sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara, Medan bukan sekadar pusat pemerintahan dan ekonomi, melainkan miniatur kebhinnekaan Indonesia. Etnis Batak, Melayu, Tionghoa, Minang, Jawa, Karo, India, dan lainnya hidup berdampingan, menciptakan harmoni dalam keragaman.

Tantangannya adalah bagaimana kota ini merawat perbedaan sambil bergerak maju sebagai satu kesatuan.

Dari Pelabuhan Dagang ke Kota Metropolitan

Kota Medan mulai pesat berkembang sejak abad ke-19, ketika perkebunan tembakau berkembang dan jalur kereta api Deli–Belawan dibuka. Medan menjelma kota niaga penting, menjalin relasi dagang hingga Singapura dan Eropa. Gedung-gedung kolonial seperti Balai Kota Lama dan Kantor Pos menjadi saksi masa keemasan itu.

Namun Medan tak hidup dalam nostalgia. Ia terus bertumbuh menjadi kota metropolitan, dengan kompleksitas khas kota besar: kemacetan, banjir, ketimpangan sosial, dan kebutuhan akan infrastruktur yang modern dan inklusif.

Tantangan Hari Ini

1. Tata Ruang dan Infrastruktur

Kemacetan lalu lintas di ruas jalan utama seperti Gatot Subroto, Sisingamangaraja, Pandu hingga Jamin Ginting menjadi keluhan harian warga. Pertumbuhan kendaraan tidak diimbangi pengembangan transportasi publik yang memadai. Drainase yang belum cukup baik menjadi penyebab banjir berulang di beberapa kawasan seperti Medan Sunggal, Medan Denai dan Medan Marelan.

2. Kesinambungan Sosial dan Kemiskinan Kota

Urbanisasi tinggi memunculkan kantong-kantong permukiman kumuh. Ketimpangan ekonomi, pengangguran, dan kriminalitas menjadi isu serius. Penanganan belum terintegrasi antara pemkot, lembaga sosial, dan dunia usaha.

3. Kualitas Layanan Publik

Di era digital, warga Kota Medan sangat wajar menuntut layanan yang cepat dan efisien. Namun realitanya, akses terhadap layanan dasar seperti administrasi kependudukan dan kesehatan masih menyulitkan sebagian warga, terutama dari kelompok rentan.

4. Lingkungan dan Krisis Ekologis

Metamorfosa Sungai Deli dari nadi kota menjadi saluran limbah bagai persoalan tanpa solusi. Meski berulang kali telah dilakukan upaya pembersihan dan normalisasi, kondisinya belum jauh berubah. Pencemaran air dan udara, minimnya ruang hijau, serta krisis air bersih adalah persoalan nyata yang memerlukan solusi kolektif.

Optimisme dan Inovasi

Walau menghadapi banyak tantangan, harapan tetap tumbuh. Pemerintah kota dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan inisiatif positif: revitalisasi kawasan heritage seperti Kesawan dan Lapangan Merdeka, pengembangan layanan digital melalui Medan Smart City, dan perbaikan drainase lingkungan. Sinergi pemerintah kota, warga sipil, komunitas, dan dunia usaha juga mulai tampak.

Dari seni budaya hingga kewirausahaan sosial, kolaborasi lintas sektor membuka peluang perubahan yang lebih cepat dan inklusif.

Medan Kota Kolaboratif: Jalan ke Depan

Kata kunci pembangunan ke depan adalah kolaborasi. Di era pasca-pandemi, tak ada satu pihak yang bisa bekerja sendiri. Gotong royong antara pemerintah, swasta, kampus, komunitas, dan warga adalah fondasi utama kota yang maju.

Bayangkan jika kampus-kampus seperti USU, UMSU, dan Unimed aktif mendukung kebijakan publik berbasis riset. Atau jika UMKM lokal dibantu oleh perusahaan besar dalam distribusi dan pemasaran. Jika komunitas kreatif diberi ruang di ruang-ruang publik, maka wajah kota ini tak hanya indah secara fisik, tapi juga kaya secara budaya dan sosial.

Membangun dari Pinggiran

Pembangunan tak boleh hanya berpusat di inti kota. Kawasan pinggiran seperti Medan Deli, Marelan, Tuntungan, dan Labuhan juga harus merasakan dampak pembangunan: akses pendidikan, layanan kesehatan, ruang terbuka, dan infrastruktur dasar yang merata.

Keadilan spasial harus menjadi pijakan kebijakan. Perspektif warga biasa—yang tinggal di gang sempit atau hidup dari usaha kecil—harus masuk dalam perencanaan kota.

Generasi Muda: Pemilik Masa Depan Kota

Generasi muda Medan adalah harapan masa depan. Mereka tidak hanya pengguna kota, tetapi calon pemimpin dan penggerak perubahan.Pemerintah kota perlu menciptakan lebih banyak ruang partisipasi: diskusi terbuka, lomba gagasan, hingga program inkubasi sosial.

Di era digital, inovasi bisa datang dari mana saja—dari komunitas kampung hingga hingga percakapan di warkop pinggir kota yang melahirkan ide-ide segar.

Doa dan Janji

Di ulang tahun ke-435 ini, mari kita panjatkan doa terbaik bagi Medan agar kota ini semakin ramah, adil, dan beradab. Semoga pemimpinnya amanah, warganya peduli, dan budayanya tetap hidup.

Namun lebih dari doa, mari kita beri janji: menjadi warga kota yang bertanggung jawab. Menjaga lingkungan, menghargai sesama, dan aktif dalam pembangunan.

Medan bukan sekadar tempat tinggal—ia adalah rumah bersama. Dan rumah hanya akan nyaman jika semua penghuninya ikhlas untuk menjaga dan merawatnya. Dan rumah, seperti kita tahu, tak bisa dijaga sendirian!

Selamat ulang tahun, Medan. Mari kita tumbuh bersama. []

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN