Waspada Leptospirosis, Penyakit Akibat Urine Tikus yang Mengintai di Musim Hujan

dr M Allif Maulana Syafrin Lubis, M.Ked (PD), Sp.PD. (foto: istimewa)
Medan, MISTAR.ID
Leptospirosis atau yang kerap disebut sebagai penyakit kencing tikus, merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang masih mengancam, terutama di negara-negara beriklim tropis seperti Indonesia.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Umum Alfuadi, dr M Allif Maulana Syafrin Lubis, M.Ked (PD), Sp.PD, menjelaskan leptospirosis disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira, yang umumnya terdapat dalam urine hewan, terutama tikus.
“Leptospirosis menjadi masalah global, terutama di daerah dengan curah hujan tinggi, seperti Indonesia. Penularannya bisa terjadi melalui kontak dengan tanah atau air yang sudah terkontaminasi urin hewan terinfeksi, terutama saat banjir,” kata Allif, Rabu (27/8/2025).
Penyakit ini dapat menular melalui kulit yang luka terbuka atau melalui selaput lendir, seperti mata dan mulut, saat seseorang terpapar air atau lumpur yang terkontaminasi.
"Leptospirosis juga dapat menyerang manusia diakibatkan beberapa kondisi seperti, banjir, air bak, atau air yang digunakan sehari-hari dan telah terkontaminasi dari urine hewan yang terinfeksi," katanya.
Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara itu mengatakan, gejala penyakit leptospirosis terjadi melalui dua fase. Pertama fase septikemia terjadi sekitar empat sampai tujuh hari, penderita mengalami gejala non-spesifik antara lain flu.
"Karakteristik manifestasi klinis (gejala) yang terjadi pada pasien yaitu demam, menggigil kedinginan, lemah, nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut," ucapnya.
Gejala lainnya, dikatakan Allif, berupa sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit kepala bagian dahi, fotofobia (mata terasa perih ketika melihat cahaya terlalu terang atau silau), gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.
Anggota Ikatan Dokter Indonesia Cabang Binjai itu menjelaskan, fase kedua sering disebut fase imun. Fase ini terjadi akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan terjadi pada 0-30 hari atau lebih.
"Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi (gejala) pada organ tubuh yang timbul, misalnya gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal. Penanganan yang tidak tepat dapat berujung kegagalan fungsi beberapa organ," tuturnya. (berry/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Asahan Masuk Daerah Penyumbang Kasus TBC Terbanyak di SumutBERITA TERPOPULER









