Tunjangan DPR Naik Jadi Rp700 Juta Saat Reses, Formappi: "Bak Petir di Siang Bolong!"

Ilustrasi, Kantor DPR/MOR RI. Insert: Lucius Karus. (foto:mprri/detik/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Kenaikan tunjangan reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hampir mencapai 100 persen menuai gelombang kritik dari publik. Kebijakan ini dinilai tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi rakyat dan muncul tak lama setelah parlemen mencabut sejumlah fasilitas, menyusul protes besar pada Agustus lalu.
Kepada Reuters, pada Senin (13/10/2025), Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengonfirmasi bahwa mulai 3 Oktober 2025, setiap anggota DPR akan menerima tunjangan reses sebesar Rp700 juta per masa reses, naik dari sebelumnya Rp400 juta.
DPR memiliki lima masa reses dalam setahun, dan seluruh 580 anggota DPR berhak atas dana tersebut untuk kegiatan di daerah pemilihan masing-masing.
“Ini bukan kenaikan, melainkan penyesuaian berdasarkan periode 2019–2024 yang belum memperhitungkan kenaikan harga bahan pokok dan biaya transportasi,” ujar Dasco. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini bukan usulan DPR, melainkan keputusan Sekretariat Jenderal DPR.
Formappi Kaget: “Bak Petir di Siang Bolong”
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyampaikan keterkejutannya atas kenaikan drastis tersebut.
“Peningkatan nilai tunjangan reses anggota DPR hingga nyaris 100 persen dari periode sebelumnya bak petir di siang bolong,” ujar Lucius saat dikonfirmasi, Senin (13/10/2025).
Menurut Lucius, lonjakan tunjangan ini sangat tidak masuk akal, apalagi selama ini publik nyaris tidak mendapatkan akses terhadap informasi penggunaan dana reses.
“Bayangkan, dari Rp400 juta kini menjadi Rp702 juta per anggota, per masa reses. Tapi publik tak pernah tahu secara rinci apa saja yang dibiayai dari tunjangan tersebut,” katanya ketus.
Ia menyebut, kegiatan reses sering kali menjadi semacam “agenda hantu” karena masyarakat tidak pernah mendapat laporan yang jelas terkait apa saja yang dikerjakan anggota DPR selama masa tersebut.
“Agendanya memang ada, tetapi realisasi dan hasilnya sangat minim dilaporkan secara terbuka. Jadi wajar kalau publik kaget ketika mengetahui angkanya melonjak drastis,” ucap Lucius. (*/hm27)