Rehabilitasi Gaza Butuh Waktu Puluhan Tahun, Biaya Rp1.159 Triliun


Gaza hancur akibat serangan Israel dan perlu rekonstruksi. (foto: xinhua/mistar)
Gaza, MISTAR.ID
Upaya membangun kembali Jalur Gaza diperkirakan membutuhkan waktu puluhan tahun dan menelan biaya hingga 70 miliar dollar AS atau sekitar Rp1.159 triliun. Besarnya kerusakan akibat perang dua tahun terakhir membuat proses rekonstruksi Gaza menjadi tantangan besar bagi komunitas internasional.
Menurut Hady Amr, pakar dari Brookings Institute sekaligus mantan perwakilan AS untuk urusan Palestina (2022–2025), skala kehancuran di Gaza “tidak memiliki pembanding modern”.
“Tingkat kerusakan dan kehancurannya sungguh luar biasa,” kata Amr kepada ABC News, Senin (20/10/2025). Ia menambahkan sekitar 83 persen bangunan di Kota Gaza telah rusak per 23 September, berdasarkan data Pusat Satelit PBB. Dari jumlah itu, 40 persen di antaranya hancur total.
“Bayangkan bukan hanya rumah Anda yang hancur, tetapi juga blok, lingkungan, bahkan 80 sampai 90 persen wilayah yang biasa Anda akses,” ujarnya. Tertimbun puing dan persenjataan Jaco Cilliers, pejabat Program Pembangunan PBB (UNDP), menyebut dalam konferensi pers sekitar 81.000 ton puing telah dibersihkan dari Jalur Gaza.
Namun, belum ada kepastian kapan rekonstruksi akan dimulai dan siapa yang akan membiayainya. Selain puing, wilayah tersebut masih menyimpan banyak persenjataan yang belum meledak. Hal ini disampaikan Mona Yacoubian, Direktur Program Timur Tengah di Center for Strategic and International Studies (CSIS).
“Dengan kerusakan sebesar ini, ada kekhawatiran banyak korban dan jenazah masih terkubur di reruntuhan. Semuanya perlu digali lebih dulu,” katanya. Yacoubian menekankan sebelum pembangunan dimulai, wilayah Gaza harus aman dan bersih dari ranjau atau bom yang belum meledak. “Membersihkan persenjataan dan puing-puing akan menjadi masalah besar yang bisa memakan waktu bertahun-tahun,” ucap Amr.
Layanan dasar dan bantuan kemanusiaan Untuk sementara, layanan dasar seperti air bersih dan listrik harus segera dipulihkan. “Diperlukan peningkatan besar bantuan penyelamatan jiwa untuk memastikan masyarakat mendapatkan makanan, bantuan medis, tempat tinggal sementara, mungkin tenda, dan kebutuhan mendesak lainnya,” kata Yacoubian.
Perjanjian gencatan senjata Gaza memastikan bahwa bantuan kemanusiaan bisa kembali masuk ke Gaza dalam skala lebih besar. Menurut dokumen perjanjian yang dirilis Gedung Putih, bantuan itu mencakup rehabilitasi infrastruktur air, listrik, pembuangan limbah, rumah sakit, toko roti, serta masuknya peralatan untuk membersihkan puing dan membuka jalan.
Meski demikian, hingga kini belum jelas berapa banyak bantuan tambahan yang benar-benar telah tiba sejak gencatan senjata berlaku pada 10 Oktober.
Siapa yang akan biayai? Berdasarkan penilaian gabungan PBB, Uni Eropa, dan Bank Dunia, biaya rekonstruksi Gaza mencapai 70 miliar dollar AS (sekitar Rp1.159 triliun). Negara-negara Eropa, Arab, Kanada, dan AS dikabarkan siap membantu.
“Kami telah mendengar kabar positif dari sejumlah mitra, termasuk negara Eropa dan Kanada, terkait kesediaan mereka untuk membantu,” kata Cilliers.
Menurut Amr, negara-negara Teluk seperti Uni Emirat Arab, Qatar, dan Arab Saudi kemungkinan besar akan menjadi penyumbang utama. “Turkiye juga tertarik untuk berpartisipasi, tetapi hubungan mereka dengan Israel saat ini sedang memburuk,” ujar Amr. Namun, Yacoubian menilai banyak negara masih menunggu kepastian politik sebelum berkomitmen penuh.
“Negara-negara Teluk telah memberi sinyal bahwa mereka tidak akan mendanai rekonstruksi Gaza tanpa solusi jangka panjang. Mereka ingin melihat kemajuan nyata menuju terbentuknya negara Palestina,” ucapnya.
BERITA TERPOPULER









