Kejagung Minta Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Nadiem di Kasus Korupsi Laptop

Nadiem Makarim saat ditahan Kejagung. (foto: detik)
Jakarta, MISTAR.ID
Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, terkait penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
Permintaan tersebut disampaikan Kejagung dalam sidang lanjutan praperadilan yang digelar, Senin (6/10/2025), dengan agenda penyampaian jawaban dari pihak termohon.
Jaksa menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan Nadiem tidak berdasar hukum dan bukan merupakan objek yang bisa diperiksa melalui praperadilan.
“Seluruh dalil yang disampaikan pemohon tidak benar dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Oleh karena itu, permohonan praperadilan ini seharusnya ditolak,” ujar perwakilan Kejagung di hadapan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kejagung juga menegaskan gugatan Nadiem cacat formil karena menyangkut kewenangan yang bukan ranah praperadilan. Mereka menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak memiliki kompetensi untuk mengadili perkara tersebut.
“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima karena tidak termasuk dalam objek praperadilan dan cacat secara formil,” tegas jaksa.
Dalam dokumen eksepsi, Kejagung mengajukan empat poin penting. Pertama, Kejagung meminta agar seluruh jawaban termohon diterima sepenuhnya, kedua menyatakan permohonan praperadilan perkara nomor 113/Pid.Pra/2024/PN Jakarta Selatan tidak beralasan hukum, ketigga enolak seluruh permohonan yang diajukan pemohon, keempat, membebankan biaya perkara kepada pemohon.
Sebelumnya, Nadiem Makarim menggugat Kejagung melalui praperadilan dengan permintaan agar penetapan dirinya sebagai tersangka dinyatakan tidak sah. Ia juga mempermasalahkan legalitas Surat Perintah Penyidikan yang diterbitkan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung.
Sidang perdana telah digelar pada Jumat (3/10/2025) dengan hakim tunggal I Ketut Darpawan. Dalam permohonannya, Nadiem meminta hakim menyatakan bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-38/F2/Fd.2/05/2025 tanggal 20 Mei 2025 tidak memiliki dasar hukum yang sah.