Aplikasi AI “Text With Jesus” Picu Kontroversi di Kalangan Umat Beragama

Ilustrasi. Sebuah aplikasi AI baru yang memungkinkan pengguna berinteraksi dengan Yesus Kristus memicu kontroversi di kalangan umat beragama. (Foto: condesign/Pixabay)
Jakarta, MISTAR.ID
Sebuah aplikasi kecerdasan buatan (AI) bernama Text With Jesus memicu perdebatan di berbagai kalangan keagamaan karena memungkinkan pengguna berinteraksi secara virtual dengan tokoh-tokoh religius seperti Yesus Kristus, Maria, Yusuf, hingga para rasul.
Aplikasi ini dikembangkan oleh perusahaan teknologi Catloaf Software, yang mengklaim bahwa produknya merupakan sarana edukasi spiritual interaktif.
“Ini adalah cara baru untuk membahas isu-isu keagamaan secara interaktif,” ujar Stephane Peter, CEO Catloaf Software, dikutip dari AFP, Jumat (3/10).
Fitur dan Teknologi di Balik Aplikasi
Text With Jesus berbasis pada teknologi GPT-5, versi terbaru dari ChatGPT, yang memungkinkan AI meniru gaya percakapan manusia dengan lebih alami.
Menariknya, ketika ditanya langsung, karakter virtual seperti Yesus atau Musa tidak mengakui bahwa mereka adalah AI, melainkan berbicara seolah menjadi tokoh yang mereka perankan.
Menurut Peter, pendekatan ini bertujuan untuk membuat percakapan terasa lebih realistis dan personal, meski aplikasi secara eksplisit menjelaskan bahwa interaksi dijalankan oleh sistem kecerdasan buatan.
Respon dan Kontroversi
Walaupun mendapat rating tinggi di App Store (4,7/5) dan ribuan pelanggan berbayar, aplikasi ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai penggunaan AI untuk meniru figur religius sebagai tindakan yang tidak pantas.
“Kami tidak ingin menggantikan manusia. Kami hanya ingin membantu,” kata Christopher Costello, Direktur Teknologi Informasi Catholic Answers, lembaga Katolik yang sempat meluncurkan karakter AI bernama Father Justin.
Setelah mendapat protes karena dianggap melecehkan jabatan imam, nama tersebut akhirnya diganti menjadi hanya “Justin”.
Fenomena Lintas Agama
Kontroversi penggunaan AI di ranah spiritual bukan hanya terjadi di kalangan Kristen. Sejumlah agama besar dunia kini juga mengembangkan aplikasi serupa:
- Deen Buddy untuk umat Islam,
- Vedas AI untuk umat Hindu, dan
- AI Buddha untuk penganut Buddha.
Mayoritas aplikasi tersebut mengklaim hanya sebagai alat bantu memahami kitab suci, bukan representasi tokoh suci atau pemuka agama.
Kritik dari Pemuka Agama
Sejumlah tokoh agama menilai teknologi AI tidak mampu menggantikan hubungan spiritual antar manusia.
“Saya rasa itu tidak bisa didapat dari AI. Mungkin hasilnya bernuansa, tapi koneksi emosionalnya hilang,” ujar Rabbi Gilah Langner, pemuka Yahudi.
Ia menambahkan, penggunaan AI dalam konteks spiritual bisa membuat seseorang terisolasi dari tradisi keagamaan yang hidup.
Pendapat serupa juga datang dari umat Katolik di New York.
“Orang yang ingin percaya kepada Tuhan sebaiknya tidak bertanya pada chatbot. Mereka harus bicara dengan orang yang juga percaya,” kata seorang jemaat bernama Emanuela di Katedral St. Patrick.
AI dan Ibadah di Gereja
Pada November 2023, gereja Violet Crown City Church di Austin, Texas, sempat mengadakan kebaktian yang dipimpin oleh AI.
Pendeta Jay Cooper menjelaskan bahwa eksperimen tersebut bertujuan memperluas jangkauan pelayanan gereja, meski sebagian jemaat merasa risih.
“Ada yang panik, bilang gereja kami sekarang jadi gereja AI,” ungkap Cooper.
“Saya senang kami mencobanya, tapi itu tidak menyampaikan hati dan semangat dari ibadah sebenarnya,” tambahnya.
Sikap Vatikan terhadap AI
Berbeda dengan banyak lembaga keagamaan lain, Vatikan menunjukkan sikap terbuka terhadap perkembangan teknologi kecerdasan buatan.
Tahun lalu, Paus Fransiskus menunjuk Demis Hassabis, pendiri Google DeepMind, sebagai anggota Akademi Ilmiah Kepausan, menandakan keinginan Gereja Katolik untuk memahami dan mengarahkan etika penggunaan AI.(cnn)
PREVIOUS ARTICLE
Deretan Prompt Terbaru Gemini AI untuk Edit Foto: Dari Ganti Latar hingga Efek Dramatis