Tuesday, July 29, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Farid Wajdi: Dugaan Pemerasan oleh Oknum Polisi Bukan Sekadar Konflik, tapi Ledakan Kepercayaan

journalist-avatar-top
Selasa, 29 Juli 2025 09.09
farid_wajdi_dugaan_pemerasan_oleh_oknum_polisi_bukan_sekadar_konflik_tapi_ledakan_kepercayaan

Farid Wajdi, Founder Ethics of Care. (foto:dokumenpribadi/mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Pendiri Ethics of Care, Farid Wajdi, menilai bahwa dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Pematangsiantar, Julham Situmorang, bukanlah perkara sepele.

Ia menyebut kasus ini sebagai "ledakan kepercayaan" yang merusak citra institusi kepolisian dan mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

"Ini [adalah] ledakan kepercayaan. Ia menggores citra institusi kepolisian, menantang etika penyidikan, dan mengguncang akal sehat masyarakat yang menaruh harapan pada integritas hukum," ujar Farid Wajdi, Selasa (29/7/2025).

Lebih dari Sekadar Kasus Julham

Menurut Farid, persoalan ini tidak semata-mata menyangkut benar atau salahnya Julham dalam kasus dugaan pungutan liar parkir. Ia menekankan pentingnya respons institusional yang cepat dan terbuka, terlebih ketika tudingan pemerasan itu datang dari seorang pejabat aktif.

"Sebagai negara hukum, proses hukum silakan berjalan. Namun ketika tuduhan suap muncul dari ruang penyidikan dan tidak dijawab secara sigap, maka keresahan publik sangat wajar. Mengapa suara lantang dari Julham justru dijawab hanya sebatas ucapan formal, 'Laporkan ke Propam kalau ada bukti'," tuturnya.

Farid juga mempertanyakan sikap pasif dari lembaga-lembaga pengawas seperti Kompolnas, yang hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus tersebut.

Penyidikan Jadi Komoditas?

Lebih lanjut, Farid mengingatkan bahwa jika benar uang sebesar Rp200 juta pernah diminta oleh oknum penyidik, maka hal tersebut merupakan kerusakan mendasar dalam sistem penegakan hukum.

"Jika penyidik menjadikan hukum sebagai komoditas tawar-menawar, maka mereka telah berhenti menjadi pelayan keadilan. Ini bukan hanya persoalan pelanggaran etik, tetapi penghancuran prinsip dasar penyidikan," ujarnya tegas.

Namun Farid juga membuka ruang atas kemungkinan lain: bahwa tudingan Julham tidak benar. Dalam skenario ini, menurutnya, Julham telah melakukan serangan balik yang tidak etis untuk menggiring opini publik dan menyelamatkan diri secara politik dan hukum.

Desakan untuk Lembaga Pengawas Bergerak

Di tengah ketidakjelasan ini, Farid menekankan bahwa institusi penegak hukum tidak boleh bersikap pasif. Ia mendesak agar Propam Polri turun tangan secara proaktif, bukan menunggu laporan resmi.

Kompolnas, sebagai pengawas eksternal, juga dituntut untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan memberikan rekomendasi yang transparan kepada publik.

"Ombudsman dan Kejaksaan bahkan bisa turut serta menyelidiki, bila ditemukan pelanggaran administrasi atau upaya menghalangi proses hukum," katanya.

Kepercayaan Publik di Titik Kritis

Farid menutup pernyataannya dengan penegasan bahwa persoalan ini jauh melampaui kasus pribadi Julham Situmorang, kasus ini menyangkut harkat hukum di mata rakyat.

"Jika uang bisa menyetir arah penyidikan, siapa lagi yang bisa mendapatkan keadilan? Jika tudingan disambut dengan diam, maka publik pun akan ikut diam—tapi dalam ketidakpercayaan."

Ia menegaskan, keadilan tidak mungkin ditegakkan jika aparatnya bisa dibeli, dan institusi penegak hukum tidak akan dipercaya jika terus menghindari akuntabilitas.

"Yang dibutuhkan hari ini bukan hanya proses hukum terhadap Kadishub, tetapi juga pembersihan internal terhadap aparat yang dituduh. Kepercayaan publik tidak dibangun dari kata-kata, tapi dari tindakan nyata. Jika institusi hukum membiarkan dirinya dicurigai tanpa pembuktian, maka yang hancur bukan satu orang—melainkan seluruh bangunan keadilan yang runtuh di mata rakyat," tutur Farid Wajdi mengakhiri. (hm06/hm27)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN