Wednesday, October 29, 2025
home_banner_first
BUDAYA

Jong Batak’s Arts Festival 2025 Berakhir: Energi Kreatif Anak Muda dan Harapan Perbaikan Taman Budaya

Mistar.idRabu, 29 Oktober 2025 00.02
journalist-avatar-top
SH
jong_bataks_arts_festival_2025_berakhir_energi_kreatif_anak_muda_dan_harapan_perbaikan_taman_budaya

Penutupan Jong Batak’s Arts Festival ke-12 di Taman Budaya Kota Medan. (foto: susan/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Jong Batak’s Arts Festival (JBAF) ke-12 yang digelar di Taman Budaya Kota Medan resmi berakhir, Selasa (28/10/2025) malam. Selama 11 hari pelaksanaan, festival ini menjadi ruang pertemuan bagi ratusan seniman muda yang mengangkat tema pangan lokal sebagai refleksi keterhubungan antara manusia, budaya, dan alam.

Direktur Festival, Audrin Manurung, menyebut bTaman Budaya selama beberapa hari terakhir benar-benar menjadi titik temu energi kreatif anak muda Sumatera Utara (Sumut).

“Kita sudah melihat, mendengar, dan merasakan bagaimana mereka menerjemahkan warisan budaya yang kaya dalam bahasa seni yang modern. Dari pementasan hingga pameran, semuanya membuktikan bahwa energi kreatif di tanah ini tak pernah habis,” ujarnya.

Audrin menegaskan, JBAF bukan sekadar perayaan tradisi, melainkan ruang bagi generasi muda untuk menjadi inovator kebudayaan.

“Saya bangga melihat para seniman merespons isu pangan dengan karya yang cerdas dan relevan. Dari sini kita melihat bahwa seni bukan hanya hiburan, tapi juga alat berpikir dan menyuarakan kepedulian,” katanya.

Sementara itu, Ojax Manalu, selaku Kurator dan Ketua Rumah Karya Indonesia (RKI), menilai penyelenggaraan tahun ini lebih menantang sekaligus bermakna.

“Biasanya festival ini dilakukan dengan proses yang temporer, tapi kali ini kami berusaha lebih serius. Tema pangan lokal kami angkat untuk melihat kembali keterhubungan antara budaya, generasi, dan ruang hidup,” ucapnya.

Ojax menjelaskan, instalasi bambu di panggung utama menjadi simbol keterhubungan budaya dan generasi — dimana kait bambu ditempatkan di bagian depan, sementara layar digital berada di belakang.

“Kami membayangkan tradisi sebagai tonggak di depan, sementara dunia digital dan modernisasi tetap menjadi bagian yang tak terelakkan. Keduanya harus saling melengkapi,” tuturnya.

Festival tahun ini melibatkan sekitar 80 komunitas seni dari berbagai daerah seperti Sulawesi, Surabaya, Pekanbaru, Samosir, Asahan, dan Medan. “Kami ingin energi ini tidak berhenti di sini. Semua cerita selama 11 hari ini semoga menjadi refleksi dan masa depan kebudayaan kita,” tambah Ojax.

Apresiasi juga datang dari Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kota Medan, Oka Zulfani Anhar, yang menilai penyelenggaraan JBAF bertepatan dengan momentum Sumpah Pemuda sebagai simbol persatuan generasi muda.

“Kami sangat bangga dan mengapresiasi kegiatan ini. Di momen Sumpah Pemuda, anak-anak muda diingatkan kembali bahwa bahasa dan budaya menyatukan kita,” ucapnya.

Oka juga menyampaikan harapan agar Taman Budaya Medan segera direnovasi demi mendukung ruang ekspresi para seniman.

“Kita berharap tahun depan ada perbaikan besar-besaran. Ruang berkesenian ini harus mengikuti perkembangan zaman agar seniman semakin leluasa berekspresi. Apapun ceritanya, kalianlah penjaga peradaban di negeri ini,” katanya. (hm24)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN