Tuesday, November 11, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Redenominasi Rupiah, Pengamat: Dampaknya Bersifat Hipotesis

Mistar.idSelasa, 11 November 2025 15.22
EH
AS
redenominasi_rupiah_pengamat_dampaknya_bersifat_hipotesis

Darwin Damanik. (Foto: Abdi/Mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Pengamat Ekonomi Universitas Simalungun, Darwin Damanik, mengatakan rencana pemerintah menyederhanakan atau redenominasi mata uang rupiah akan mengalami banyak tantangan. Apalagi penerapan kebijakan serupa di sejumlah negara tidak selalu berakhir dengan keberhasilan.

Meski begitu, rencana ini dilakukan oleh pemerintah agar perekonomian bisa berjalan optimal. Tujuannya untuk memudahkan transaksi sehari-hari, terutama di negara dengan inflasi tinggi.

"Rencana redenominasi ini memang sudah ada, konsep ini belum pernah diterapkan secara resmi di Indonesia, meskipun sering dibahas oleh Bank Indonesia sejak tahun 2010-an. Dampaknya terhadap perekonomian masyarakat bersifat hipotetis," ujarnya kepada Mistar pada Selasa (11/11/2025).

Menurut Darwin, dampak sebenarnya tergantung pada bagaimana redenominasi diimplementasikan. Misalnya, apakah disertai kontrol inflasi ketat, edukasi publik, dan dukungan teknologi seperti digitalisasi pembayaran.

Darwin menjelaskan Bank Indonesia telah menyatakan bahwa redenominasi bukan solusi utama untuk inflasi, melainkan langkah kosmetik. Jika terjadi, studi dari negara seperti Turki yang melakukan redenominasi lira pada 2005 menunjukkan manfaat jangka panjang dalam efisiensi, tapi juga tantangan awal.

"Redenominasi rupiah secara teknis bisa dilakukan di negara dengan kondisi perekonomian stabil dan inflasi rendah, seperti Indonesia saat ini (inflasi sekitar 2-3 persen per tahun berdasarkan data Bank Indonesia terbaru). Namun, ini jarang terjadi karena manfaatnya terbatas, sementara biaya dan risiko transisi cukup tinggi," ujarnya.

Redenominasi bukan solusi

Darwin mengatakan redenominasi bukanlah solusi utama untuk masalah ekonomi, melainkan langkah kosmetik untuk memudahkan transaksi harian.

"Bank Indonesia (BI) telah membahasnya sejak tahun 2010-an, tapi belum mengimplementasikannya karena prioritas lebih pada stabilitas moneter. Secara teoritis, ya, tapi praktisnya tidak disarankan di kondisi stabil karena risiko melebihi manfaat. Jika BI memutuskan, itu harus disertai edukasi masif dan dukungan teknologi untuk meminimalkan gangguan," katanya.

Darwin menambahkan untuk pertimbangan terkait redenominasi, Tidak perlu mempertimbangkan kembali redenominasi rupiah saat ini, karena kondisi ekonomi Indonesia stabil dan prioritas lain (seperti digitalisasi dan pengendalian inflasi) lebih mendesak.

Jika BI ingin melanjutkan, itu harus didasarkan pada studi mendalam dan konsultasi publik, dengan fokus pada manfaat jangka panjang.

"Dampak dari redenominasi Rupiah ke pedagang dan UMKM yaitu paling utama sekali memudahkan transaksi harian baik perhitungan harga, kembalian, dan juga laba," tuturnya. (hm20)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN