Gunungan Sampah Mengancam Lingkungan Deli Serdang

TPA Namorambe Hutajulu, Deli Serdang (foto:sembiring/mistar)
Deli Serdang, MISTAR.ID
Gunungan sampah kian meninggi di Deli Serdang. Setiap hari, tak kurang dari 500 ton sampah menumpuk di tempat pembuangan sementara, mencemari sungai, hingga menebarkan bau tak sedap yang menusuk hidung.
Di tengah geliat ekonomi dan pesatnya pertumbuhan penduduk, kabupaten strategis ini terus berpacu dengan waktu untuk mengendalikan ancaman lingkungan yang mengintai kesehatan warganya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang mengakui telah melakukan berbagai upaya maksimal dalam pengelolaan sampah. Secara rutin Dinas Lingkungan Hidup (DLH), membersihkan ruas-ruas jalan dan mengakut sampah.
Petugas kebersihan di Kecamatan Lubuk Pakam bekerja mulai pukul 21.00 WIB hingga subuh untuk mengangkut sampah. Sementara itu, petugas penyapu jalan bekerja sejak subuh hingga sore. Namun, tumpukan sampah masih kerap ditemukan di sejumlah ruas jalan.
Menurut Susanto, Pengendali Dampak Lingkungan DLH Deli Serdang, sampah yang ditemukan umumnya berasal dari pembuangan liar oleh masyarakat.
“Sampah yang tertumpuk berasal dari pembuangan liar oleh warga yang sembarangan membuang sampah, bukan dari TPS atau TPS3R yang menerapkan prinsip Reduce, Reuse, dan Recycle,” jelasnya di kantor DLH Deli Serdang, Kamis (7/8/2025).
Ia menambahkan, tantangan lain adalah pengelolaan sampah anorganik yang belum memiliki nilai jual.
"Setelah sampah-sampah diolah menjadi bermanfaat seperti pot, bunga plastik dan lainnya, tidak ada pasar yang menerimanya," ucap Susanto
Fasilitas Masih Terbatas
Kepala Desa Tanjung Garbus I, Kecamatan Lubuk Pakam, Basuki Rebo, mengaku desanya masih kekurangan kendaraan angkut sampah.
“Saat ini ada dua unit becak pengangkut sampah. Namun, jumlahnya belum cukup sehingga sampah warga baru bisa diangkut setiap dua hingga tiga hari sekali,” ungkapnya, Jumat (8/8/2025).
Basuki berharap ada tambahan satu unit becak, sehingga pengangkutan dapat dilakukan setiap dua hari sekali.
"Kalau ada tiga unit becak, sampah bisa diangkut cepat. Dua unit becak bisa bergantian angkut sampah, satu unit lagi sebagai cadangan," ujarnya sambil menyebutkan kondisi saat ini satu unit becak rusak.
Sementara Yusi Hutagalung, seorang penggiat sampah di daerah Deli Serdang, menyebut warga yang tinggal di Kecamatan Batang Kuis sangat membutuhkan banyak tong sampah untuk diletakkan di lokasi fasilitas umum, maupun rumah ibadah. Sehingga warga tidak kesulitan membuang sampah.
Menurutnya, sejauh ini sampah paling banyak berada di bibir pantai. Di muara adalah tempat bertemunya banyak sampah. "Kita telah menaman pohon bakau untuk meniadakan sampah yang banyak di bibir pantai. Namun pohon bakau berumur 10 bulan baru bisa menahan sampah," tambahnya.
Yusi menyarankan agar pemerintah membuat bronjong batu, yaitu anyaman kawat baja berbentuk kotak atau keranjang yang diisi dengan batu-batu berukuran besar di muara.
"Bronjong bisa juga digunakan untuk menekan banyaknya sampah di muara sungai menuju laut,"sebut Yusi.
Ia pun menuturkan, warga pemancing juga disebut sebagai pihak penyumbang sampah di muara dan bibir pantai. "Setiap memancing, mereka bawa bekal makanan berbungkus. Nah, sampah dari makanan itu dibuang sembarangan," tutur Yusi.
Diakui penggiat sampah di Kecamatan Batang Kuis, harga sampah saat ini sedang anjlok dan tidak baik-baik saja. "Sampah-sampah yang kita olah menjadi biji plastik, sabun dan lainnya tidak laku di pasaran. Para pengepul pun jadi malas mengambil sampah," bebernya.
Sungai Tercemar
Selain tumpukan sampah di pinggir jalan, salah satu persoalan yang hingga kini masih dirasakan adalah kesadaran dalam menjaga sungai dari pencemaran akibat membuang sampah dan limbah ke sungai. Salah satunya Sungai Belumai.
Aliran Sungai Belumai di Dusun II Desa Tanjung Morawa A, Kecamatan Tanjung Morawa, dijadikan lokasi pembuangan sampah warga. Sampah rumah tangga milik warga yang dibuang ke tempat itu sebagian masuk ke aliran sungai, sedangkan sebagian lagi sangkut di pinggiran sungai.
Pantauan Mistar--sebelum dibuang ke sungai--salah seorang warga terlihat memilih dan memilah sampah yang hendak dibuangnya. Setelah dirasa tidak ada sampah yang bisa dijualnya kembali, sisa tumpukan sampah itu dibuang ke sungai menggunakan tongkat besi yang dipegangnya. Sebagian sampah ada juga yang dibakar, sehingga asapnya mengepul ke udara.
“Sudah lama kali lokasi pinggir sungai di desa tersebut tempat membuang sampah warga. Sebelum dibuang ke sungai, sampah lebih dulu ditumpuk di lahan kosong pinggir sungai,” kata Ratno, warga Desa Limau Manis yang berada di seberang sungai saat dikonfirmasi.
Akibatnya, Sungai Belumai kerap tercemari. Air di sungai tak lagi jernih. Kondisi airnya berubah warna terkadang hitam, kuning dan kehijauan, juga berbuih. Selain dampak tindakan warga, pabrik di sepanjang aliran sungai diduga turut membuang limbah di sana.
"Sejumlah industri di sepanjang aliran Sungai Belumai tidak hanya memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan industri, namun juga diduga membuang limbah dan sampah yang tidak semestinya ke sungai," ujar Erwan, warga Desa Dalu X A Kecamatan Tanjung Morawa.
Diungkapkan Erwan, kejadian air sungai berwarna hitam terjadi beberapa hari lalu. "Kita menduga ada pabrik yang buang limbah dari hulu sungai. Khususnya di daerah Dalu X A, warna air sungai berubah-ubah. Maklum, banyak pabrik di hulu. Kadang hitam, kadang kuning kehijauan, berbuih juga. Sudah tidak seperti dulu. Rusak sudah sungai ini. Lihat saja ikan-ikannya sudah hampir punah,” tambah Ruben warga lainnya.
Warga mengaku tidak mengetahui pasti perusahaan yang mencemari sungai seperti itu. Namun warga meminta pihak terkait tidak tinggal diam melihat kejadian ini. Mereka tidak mau kalau pencemaran air sungai ini terus berlanjut dan mengancam lingkungan serta ekosistem yang ada di sungai.
Limbah Pabrik
Menanggapi persoalan ini, Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup Deli Serdang, Elinasari Nasution mengatakan, timnya sudah turun ke lokasi melihat air sungai.
"Memang waktu kita datang pertama dan hari kedua, air sungainya seperti biasa. Mungkin sudah terpecah dan terbawa arus sungai. Tapi kami sudah lakukan pemetaan dan kemarin. Kita lakukan penyusuran sungai dengan menaiki perahu karet. Dari hasil yang didapat, sudah ada perusahaan yang dicurigai. Namun untuk memastikannya, tim akan mengunjungi perusahaan tersebut," ungkapnya.
“Kami sudah melakukan penyelusuran sungai mulai dari jembatan PTPN1 Regional 1. Kita sedang mencurigai beberapa, tapi nanti kami harus turun lagi ke perusahaan. Cocok gak itu (limbahnya). Sumbernya memang sudah ditemukan. Di situ ada beberapa perusahaan. Jadi gak bisa kita langsung tunjuk perusahaan A misalnya,” tambah Elinasari.
Untuk memastikan pelakunya, Elinasari mengaku perlu dilihat juga Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perusahaan di sekitar. "Ini penting, karena dari situ bisa diketahui limbah apa yang dihasilkan," sebutnya.
“Kalau ditanya apakah ada pidananya? Kita harus buat teguran dulu. Misalnya terbukti melebihi baku mutu, terbukti mengakibatkan kelalaian. Kalau pemerintah, dia harus lakukan pembinaan,” tutup Elinasari.
Program Pengendalian Sampah
Deli Serdang sendiri diketahui memiliki program pengelolaan sampah. Di antaranya sampah kita olah (Sakola) dan jemput sampah terima duit (Jumpa Madu). Selain itu, saat ini Deli Serdang memiliki dua tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
TPA Tadukan Raga di Kecamatan STM Hilir seluas 7 hektar dan TPA Namorambe Hutajulu seluas 4 hektar. Kedua TPA tersebut menggunakan sistem sanitary landfill, yaitu metode pengelolaan sampah dengan cara menimbun di lokasi yang cekung, memadatkannya dan kemudian menutupnya dengan tanah.
Selain TPA, DLH juga mengelola 2 bank sampah induk (BSI) dan beberapa bank sampah unit (BSU). Salah satu pegelolaan sampah masyarakat yang diolah di bank sampah di Dusun Jogja Desa Sidodadi, Kecamatan Beringin. Di tempat ini sampah diolah menjadi paving block plastik.
Sedangkan bank sampah di Lubuk Pakam menghasilkan magot pelet pakan ternak ayam dan ikan. Bank sampah di Kecamatan Batang Kuis, selain diolah menjadi sabun, juga diolah biji plastik.
Kepala Dinas Lingkungan hidup mengaku, mereka senantiasa melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, termasuk mengelola sampah masyarakat(sembiring/hm06)