Saturday, July 26, 2025
home_banner_first
SUMUT

Formas Laporkan PT Nauli Sawit atas Dugaan Perusakan Hutan Mangrove di Tapteng

journalist-avatar-top
Kamis, 24 Juli 2025 17.59
formas_laporkan_pt_nauli_sawit_atas_dugaan_perusakan_hutan_mangrove_di_tapteng_

Koordinator Formas, Ediayanto Simatupang didampingi rekan-rekannya mendatangi Polres Tapteng untuk melaporkan tindak pidana tentang pengerusakan hutan mangrove oleh PT Nauli Sawit. (Foto: Feliks/Mistar)

news_banner

Tapteng, MISTAR.ID

Forum Masyarakat Adil Untuk Semua (Formas) resmi melaporkan PT Nauli Sawit ke Polres Tapanuli Tengah (Tapteng) atas dugaan perusakan kawasan hutan mangrove yang kini telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.

Koordinator Formas, Ediayanto Simatupang, didampingi rekan-rekannya, menyampaikan bahwa laporan ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana perusakan hutan lindung dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di sejumlah titik di Tapteng.

Ia membeberkan bahwa lokasi yang terdampak berada di Kecamatan Sirandorung (Desa Muara Ore) sepanjang Sungai Tapus dari Blok 70–73, Desa Sampang Maruhur DAS Batu Napal, hingga Kecamatan Manduamas (Desa Muara Tapus, Blok 54–64), serta Desa Lobutua Sangge-sangge, Sungai Sipaubat di Kecamatan Andam Dewi.

“Perkiraan hutan mangrove yang kini beralih fungsi menjadi perkebunan sawit mencapai ratusan hektare. Namun yang masih terdata sekitar 95 hektare,” ujar Ediayanto, dibenarkan oleh perwakilan masyarakat, J. Simarmata dan P. Purba, Kamis (24/7/2025).

Formas mendesak aparat hukum untuk menindaklanjuti laporan ini karena dianggap mengancam kelestarian lingkungan dan kehidupan nelayan lokal.

Ediayanto menjelaskan bahwa PT Nauli Sawit awalnya masuk wilayah Sirandorung atas tuntutan masyarakat melalui Forum Pembela Tanah Rakyat (FPTR) sejak 2008. Namun, aktivitas perusahaan kini justru merusak kawasan mangrove.

“Kami melihat aktivitas PT Nauli Sawit telah merusak kawasan mangrove yang merupakan sumber penghidupan nelayan dan pelindung alami dari abrasi,” tegasnya.

Aktivis yang pernah menjadi korban pembakaran rumah karena isu serupa itu juga menyebutkan bahwa pada 23 Juni 2025, Formas telah melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor perusahaan untuk menyuarakan persoalan tersebut.

Formas mengutip beberapa dasar hukum terkait perusakan lingkungan, termasuk:

Pasal 28H UUD 1945, hak atas lingkungan hidup yang baik;

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

UU No. 27 Tahun 2007 junto UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Kami tidak ingin sumber kehidupan masyarakat terus dirusak atas nama investasi. Penegakan hukum harus berpihak kepada rakyat dan lingkungan,” kata Ediayanto.

Sebagai bukti, Formas menyerahkan satu unit flashdisk berisi video dan foto aktivitas perusakan, berkas pengaduan resmi, dan dokumen organisasi kepada pihak kepolisian.

“Kami berharap laporan ini ditindaklanjuti secara objektif dan profesional agar menjadi efek jera bagi semua pihak,” lanjutnya.

Sementara itu, Pemkab Tapteng sebelumnya telah menindaklanjuti persoalan ini dalam rapat mediasi pada 12 Juli 2025, yang menghasilkan sembilan poin kesepakatan, termasuk penanganan laporan masyarakat terkait pengerusakan kawasan mangrove.

Namun demikian, dalam pertemuan itu, Direktur PT Nauli Sawit, Akiong membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa pihaknya tidak melakukan perusakan mangrove. (Feliks/hm17)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN