Rusak Hutan Mangrove di Muara Tapus, Pintu PT Nauli Sawit Diblokade Ratusan Warga

Ratusan warga melakukan demo di Pintu PT Nauli Sawit. (f:feliks/mistar)
Tapanuli Tengah, MISTAR.ID
Ratusan warga demo dengan melakukan blokade pintu gerbang PT Nauli Sawit di Jalan Pendidikan, Kelurahan Bajamas, Kecamatan Sirandorung, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Senin (23/6/2025).
Warga yang bersatu dalam Forum Masyarakat Adil Untuk Semua' (Formas) ini sempat melakukan perlawanan dengan memblokade pintu gerbang PT Nauli Sawit karena perusahaan telah merusak hutan mangrove di Muara Tapus. Akibatnya, akses jalan masuk dan keluar dari PT Nauli Sawit terblokir.
Massa Formas menyebut PT Nauli Sawit telah melakukan perusakan hutan mangrove di Muara Tapus dan menanaminya dengan Kelapa Sawit tanpa memperhatikan dampak lingkungan.
Selain itu, PT Nauli Sawit juga disebut-sebut telah melakukan penyerobotan lahan masyarakat secara sepihak, tanpa ganti rugi. Padahal lahan ini sebelumnya sudah puluhan tahun dikelola masyarakat dengan bertani.
Terlihat sejumlah personel Polres Tapteng dibantu personel Satuan Pengamanan (Satpam) PT Nauli Sawit berjaga di lokasi demo. Warga yang mengaku tanahnya telah diserobot sepihak PT Nauli Sawit secara bergantian menyampaikan orasi yang mendesak perusahaan itu agar mengganti rugi lahan mereka.
Dalam tuntutan aksi demo itu, Formas juga mempertanyakan ke PT Nauli Sawit, soal tanah eks transmigran 429, 75 ha, tanah non Transmigran 766, 57 ha, tanah pengungsian dari Aceh di Nanjur 38 ha, tanah warga Lehu Pulo Pane dan Desa Madani 60 ha lebih, Tanah Persawahan di Desa Sido Mulio, Kecamatan Lumut seluas 100 ha dan Hutan Mangrove di Dusun 5 Sangge sangge, Desa Lobutua.
"Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Mangrove kami di Muara Tapus sudah dimiliki dan ditanami Kelapa Sawit, serta banyak lahan kami yang belum diganti rugi," ujar Pimpinan aksi, Ediyanto Simatupang dalam tuntutannya.
Parahnya, lanjut Ediyanto, akses jalan warga Muara Tapus pun ditembok PT Nauli Sawit, bahkan fasilitas umum seperti lapangan bola juga diserobot dan dijadikan lahan sawit.
"Lalu kami bertanya berapa luas HGU PT. Nauli Sawit? Sudahkah warga sekitar PT Nauli Sawit dipekerjakan yang layak? Sudahkah pemecatan dan pemberian pesangon sesuai aturan ?" katanya.
Sementara jalan dilalui pengangkutan CPO perusahaan, menurutnya, telah melebihi tonase. "Siapa yang bertanggung jawab jika rusak?, Haruskah anak dan cucu kami wariskan kerusakan alam?," ujar Ediyanto.
Dia pun membeberkan perlakukan PT Nauli Sawit selama ini, terkait dugaan pembunuhan Partahian Simanungkalit tahun 2005 yang kasusnya hingga saat ini belum tuntas pengungkapannya, gara-gara mempertahankan lahannya dia harus mati dibunuh.
Kemudian, terjadi pembakaran rumah dan penikaman aktivis seperti yang dialaminya sendiri pada tahun 2008 hanya gara-gara membela masyarakat korban PT Nauli Sawit.
Selanjutnya, pernah terjadi pemenjaraan 10 warga pada tahun 2010, gara-gara menuntut hak-hak atas tanah dan penjarahan warga hanya mengumpulkan brondolan PT Nauli Sawit.
"Stop intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga. Suara kami, jeritan kami dan derita kami, kami sampaikan melalui aksi ini dan menuntut hak-hak kita, sesuai yang diatur oleh undang-undang," ucapnya.
Menurutnya, jika masyarakat hanya diam, maka PT Nauli Sawit akan terus menjajah rakyat, karena mereka punya uang untuk menindas dan membeli penegak hukum untuk memenjarakan dan membungkam rakyat. Hingga kini, aksi demo masih berlanjut karena massa tidak puas mendengarkan penjelasan dari Perwakilan PT Nauli Sawit bernama Angkut Tarigan. (Feliks/hm18)