Tuesday, October 7, 2025
home_banner_first
SUMUT

Dugaan Kecurangan TSM Pilrek USU dan Skandal Etika, FP-USU: Pemilihan Harus Diulang!

Selasa, 7 Oktober 2025 14.33
dugaan_kecurangan_tsm_pilrek_usu_dan_skandal_etika_fpusu_pemilihan_harus_diulang

Audisi pemilihan Rektor USU periode 2026-2031 di Auditorium. (foto:susan/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Proses Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Sumatera Utara (USU) periode 2026–2031 yang ditunda Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) disambut baik Forum Penyelamat USU (FP-USU).

Mereka mendesak agar penundaan ini tidak hanya untuk memastikan hasil yang sah, namun juga diikuti dengan investigasi tuntas dan pemilihan ulang jika terbukti ada pelanggaran yang mereka sebut sebagai Terstruktur, Sistemik, dan Masif (TSM).

Ketua FP-USU, Adv. M. Taufik Umar Dani Harahap, secara blak-blakan mengungkapkan bahwa aduan yang mereka sampaikan ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi bersama berbagai pihak berakar dari dugaan pelanggaran asas demokrasi LUBER (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia) dan JURDIL (Jujur dan Adil) dalam pemilihan.

Surat pengaduan bernomor 016/FP-USU/IX/2025 tertanggal 29 September 2025 itu terkait adanya dugaan pelanggaran etika dan integritas dalam Proses Pemilihan Calon Rektor Universitas Sumatera Utara periode 2026–2031.

Taufik Harahap menegaskan, persoalan etika moral menjadi poin utama aduan FP-USU terhadap salah satu calon rektor, Prof. Muryanto Amin (Rektor USU saat ini).

"Pemilihan di USU ini yang dipilih adalah orang-orang yang berintegritas, akuntabilitas, dan transparan. Tiga prinsip ini harus dilakukan," ujar Taufik saat dihubungi Mistar, Selasa (7/10/2025).

Ia menyoroti dugaan masalah etika yang dimiliki Muryanto Amin, termasuk status yang pernah dinyatakan KPK sebagai bagian dari ‘circle kejahatan korupsi’ mengutip salah satu media, pada 26 Agustus lalu.

FP-USU juga menyoroti sikap Rektor dalam menanggapi panggilan KPK dan kepemimpinan yang dituding ‘cawe-cawe’ politik praktis, menjadikan USU sebagai kantor partai politik, yang dinilai melanggar etika dan menodai netralitas kampus sebagai payung moral di Sumatera Utara.

"Dua hal ini cukup bagi kami untuk meminta kepada panitia penjaringan calon rektor, dan kita mensomasi dua kali, untuk Muryanto Amin tidak ikut," kata Taufik, karena dalam standar etika dan moral, ia dinilai tidak memenuhi syarat.

Bukan hanya sebagai tersangka, Taufik menegaskan bahwa menjadi saksi saja tidak boleh (menjadi calon rektor).

“Dia bukan pemerintah, dia itu ilmuwan, intelektual. Intelektual itu nggak boleh ada problem etik. Karena etik lebih tinggi daripada hukum. Harusnya, dia sudah malu, dia harusnya mengundurkan diri,” ujarnya.

Ia sangat menyayangkan bahwa seorang rektor justru terlibat hal di luar akademik. Disebutkannya, bahwa Rektor USU terdahulu pernah tersangkut kasus namun masih terkait internal kampus.

“Ini (Muryanto) soal jalan Tapsel. Apa lah hubungannya itu? Coba lah bayangkan. Rektor urus jalan, kan ngeri kata orang,” ucapnya.

“Jadi ini kacau kali moralitas kita ini. Jadi kita berharap pemerintah objektif. Bukan satu hari dua hari, 8 bulan kita berjuang ini. Karena kita menginginkan USU itu baik,” katanya lagi.

Kecurigaan Money Politics dan Pelanggaran Asas Rahasia

Selain isu etika calon, FP-USU juga mempersoalkan dugaan kecurangan saat proses pemungutan suara oleh Senat Akademik. Taufik Harahap mengungkapkan adanya insiden pemotretan kertas suara oleh salah satu anggota Senat Guru Besar, Prof. Basyuni.

"Tiba-tiba, Profesor Basyuni terciduk memfoto kertas suara itu. Ini kan namanya money politic kalau bahasa di masyarakat. Ngapain difoto kalau kita memang nggak ada sesuatu?" ucapnya menegaskan.

Insiden ini, ditambah dengan pernyataan Ketua Pemilihan, yang disebut FP-USU memperbolehkan peserta membawa alat komunikasi (HP) saat memilih, menguatkan dugaan adanya konektivitas atau kesengajaan yang melanggar asas rahasia dalam demokrasi kampus.

Menurut Taufik, pelanggaran satu asas dalam demokrasi sudah melanggar empat asas lainnya.

"Melanggar asas LUBER itu, rahasia itu. Satu asas dilanggar dalam demokrasi, keempat asas itu dilanggar. Berarti ini ada sesuatu yang sistemik. TSM namanya ini. Terstruktur, sistemik, masif," tuturnya.

Dugaan TSM ini, lanjutnya, diperkuat dengan perolehan suara Muryanto Amin yang mencapai 65% (53 suara) dari total suara senat, padahal dua calon lainnya disebut tidak mencapai 30%.

Namun, belum lama ini diumumkan bahwa pemilihan Rektor USU ditunda maksimal sebulan. Selain penundaan, kata Taufik, dalam surat menteri disebutkan juga pernyataan bahwa akan dilakukan pemeriksaan, verifikasi faktual terhadap proses pemilihan itu dan apabila ditemukan, dilakukanlah pemilihan ulang.

Taufik memandang penundaan ini adalah respons atas surat pengaduan mereka, ditambah dengan surat dari bakal calon rektor yang merasa terzalimi, seperti Johnny Marpaung dan Hasim Purba.

"Harus diulang karena ini TSM," kata Taufik lagi.

Dugaan Aset dan Kredit Raksasa

Selain itu, FP-USU juga menyoroti dugaan masalah aset USU, seperti pengelolaan kebun sawit di Madina seluas 10.000 hektare yang dilaporkan rugi, namun bisa meminjam kredit sebesar Rp228 miliar ke BNI, yang menurutnya aneh dan perlu diusut tuntas.

Taufik menegaskan, jika hal ini tak kunjung selesai, pihaknya akan terus mengejar dan mengajukan gugatan. (hm27)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN