Pasar Horas (2-Habis): Menjaga Ruh Tradisional di Tengah Arus Modernisasi Kota

Proses perobohan Gedung IV Pasar Horas setelah kebakaran yang melanda pasar ini tahun lalu. (f:gideon/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Penataan Pasar Horas di Kota Pematangsiantar tidak sekadar soal pembangunan fisik, tetapi juga menyangkut tata ruang kota, identitas lokal, dan keseimbangan ekonomi kerakyatan.
Para ahli menilai, revitalisasi pasar ini harus dirancang secara komprehensif agar tetap menjadi pusat aktivitas ekonomi rakyat tanpa mengorbankan keteraturan ruang dan kenyamanan publik. Pemerintah kota pun dihadapkan pada tantangan besar: menata Pasar Horas agar lebih modern dan tertib, namun tetap mempertahankan ruh tradisionalnya sebagai ikon ekonomi masyarakat Siantar.
Direktur Eksekutif Central Rural Urban Development Planning Area, Robert Tua Siregar, menilai penataan Pasar Horas perlu dikaji secara menyeluruh dalam koridor tata ruang kota.
Menurutnya, sekitar 90 persen pasar tradisional di Indonesia belum dikelola dengan baik. Alhasil, banyak ruang jual yang tidak produktif akibat lemahnya perencanaan arsitektural.
“Permasalahan seperti ruang mati atau dead area pada pasar tradisional terjadi karena sirkulasi manusia tidak merata dan desain ruang tidak mendukung aktivitas ekonomi secara optimal,” ujar Robert yang juga Ketua Pusat Unggulan Iptek Bina Ruang Universitas Prima Indonesia, sekaligus Dosen Pascasarjana STIE Sultan Agung.
Ia menjelaskan, pengamatan terhadap pasar tradisional menunjukkan kalau faktor-faktor arsitektural seperti zonifikasi, jalur sirkulasi, akses visual, serta tata letak pintu masuk dan tangga berperan besar terhadap keberhasilan pasar.
Untuk itu, jika Pemerintah Kota Pematangsiantar berencana melakukan revitalisasi Pasar Horas, sejumlah aspek perlu diperhatikan, antara lain ketersediaan kantong parkir, kebersihan, serta kajian analisis dampak lingkungan (amdal).
Robert menyebutkan, pasar tradisional memiliki dampak positif yang signifikan terhadap perekonomian daerah karena menjadi pusat aktivitas perdagangan dan interaksi sosial masyarakat.
Bahkan, bila dikelola secara modern dan terencana, pasar dapat menjadi daya tarik wisata budaya. Namun, tanpa pengelolaan yang baik, pasar tradisional berpotensi menimbulkan berbagai masalah, seperti kemacetan, penurunan kualitas infrastruktur, dan kesan kumuh yang merusak estetika kota.
“Revitalisasi dan digitalisasi pasar bisa menjadi solusi. Pemerintah dapat memperbaiki infrastruktur, menata pedagang secara rapi, menyediakan area parkir yang cukup, serta memanfaatkan teknologi untuk promosi dan transaksi,” jelasnya.
Menurutnya, bila opsi relokasi pasar menjadi pertimbangan, pemerintah harus cermat dalam menentukan lokasi baru, memperhitungkan aspek sosial, ekonomi, serta biaya pembangunan agar tidak merugikan pedagang maupun masyarakat.
Robert berharap, penataan Pasar Horas ke depan dapat menjadi contoh keberhasilan integrasi antara pengembangan ekonomi kerakyatan dan tata ruang kota yang berkelanjutan.
Dukung Pinjaman
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Timbul Marganda Lingga, menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah kota meminjam dana dari Bank Sumut untuk membangun kembali Gedung IV Pasar Horas, asalkan langkah tersebut tidak menabrak aturan yang berlaku.
Ia menegaskan, pembangunan pasar rakyat yang menjadi ikon ekonomi warga Siantar itu harus tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat.
"Sepanjang [opsi peminjaman] tidak melanggar aturan, kita dukung untuk rakyat. Kan dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat," kata dia kepada Mistar, pekan lalu.
Politisi PDI Perjuangan itu menuturkan, rencana pembangunan Gedung IV Pasar Horas masuk dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA), serta Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD TA 2026.
"Rencana pembangunan sudah ada, hanya saja anggarannya belum bisa kita pastikan. Tapi nanti kembali akan dibahas di APBD 2026," ucapnya.
Dia menyebutkan, hal itu sejalan dengan penjelasan dari Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar. Pemko, kata Timbul, juga telah memprogramkan anggaran rencana pembangunan Gedung IV Pasar Horas.
"Program ke situ ada, tinggal pengalokasian anggarannya. Tapi sekarang ini seperti kita ketahui TKD 2026 dipangkas," tuturnya.
Timbul pun menyinggung kesanggupan APBD tahun depan. Dia menilai, kecil kemungkinan pembangunan Gedung IV Pasar Horas dilakukan menggunakan APBD Kota Pematangsiantar. "Mudah-mudahan seiring waktu sebelum penetapan APBD itu ada perubahan," ujarnya.
Timbul juga menyatakan, dirinya tidak menolak bila ada investor akan membangun salah satu gedung pasar tradisional kebanggaan masyarakat Sapangambei Manoktok Hitei itu.
"Karena banyak opsi-opsi nanti ke depan yang kita akan bicarakan. Seandainya ada investor yang mau membangun, kenapa tidak? Pokoknya demi kebaikan kita semua," kata Timbul mengakhiri.
Diberitakan Mistar sebelumnya, Pemko Pematangsiantar tidak meminjam dana dari Bank Sumut untuk membangun Gedung IV Pasar Horas. Alasannya, karena proses peminjaman ribet dan membutuhkan persetujuan DPRD.
Sekretaris Daerah (Sekda) Junaedi A Sitanggang sebelumnya mengaku telah diperintah Wali Kota Wesly Silalahi melakukan pengkajian perihal Gedung IV Pasar Horas.
Hasilnya ada sejumlah opsi yang bakal diambil, tidak termasuk pinjaman dana. Meskipun begitu, ia enggan membeberkan opsi tersebut sebab menunggu keputusan kepala daerah.
Dalam rancangan KUA-PPAS APBD Kota Pematangsiantar TA 2026, sebagai berikut: pendapatan daerah direncanakan Rp1,13 triliun, belanja daerah direncanakan Rp1,17 triliun, sehingga defisit anggaran mencapai Rp40 miliar.
emerintah pusat sendiri mengumumkan dana Transfer Ke Daerah (TKD) dalam R-APBN 2026 direncanakan sebesar Rp650 triliun. Angka tersebut menurun sebesar Rp269 triliun dibandingkan alokasi TKD tahun 2025 mencapai Rp919 triliun. Untuk TKD ke Pematangsiantar, pendapatan transfer pemerintah pusat TA 2024 mencapai Rp767 miliar pada TA 2025.

Pintu masuk utama Gedung II Pasar Horas Pematangsiantar.(foto:gideon/mistar)
Akui Masih Banyak Kekurangan
Terpisah, Perusahaan Daerah (PD) Pasar Horas Jaya (PHJ) mengaku terus berbenah dalam mengelola pasar tradisional terbesar di Kota Pematangsiantar. Salah satunya mulai menerapkan sistem pengelolaan yang lebih tertib dan transparan, dengan 3.637 kios dan los aktif tersebar di empat gedung Pasar Horas yang menjadi pusat denyut ekonomi warga kota.
“Untuk di Gedung I dan II terdapat 1.912 kios, kemudian Gedung III ada 747 kios sedangkan Gedung IV sebanyak 978 kios, serta sektor lainnya,” kata Direktur Utama PD PHJ, Bolmen Silalahi kepada Mistar, Senin (20/10/25).
Ia menjelaskan, sistem pengelolaan sewa dan retribusi kini dijalankan lebih transparan. Setiap kios dikenai retribusi bulanan rata-rata sebesar Rp24 ribu.
PD PHJ juga memiliki petugas khusus yang menangani penagihan dan pemberian surat peringatan.
Pemisahan dua fungsi itu dilakukan setelah sebelumnya terjadi kasus penyelewengan oleh oknum penagih yang tidak menyetorkan hasil pungutan ke kas perusahaan.
“Dulu penagih sekaligus pemberi surat peringatan adalah orang yang sama. Akibatnya, ada pedagang yang sudah bayar tapi data perusahaan mencatat masih menunggak. Sekarang kami pisahkan agar tidak terulang,” katanya.
Terkait status lahan Pasar Horas yang kerap menjadi sorotan, ia menegaskan hal itu bukan kewenangan PD PHJ. “Kami hanya menjalankan pengelolaan sesuai Perda. Soal aset, silakan ke bagian aset pemerintah,” jelasnya.
Meski menghadapi berbagai keterbatasan, PD PHJ mengaku tetap berupaya mencari peluang kerja sama investasi untuk revitalisasi pasar. Namun, hingga kini belum ada investor yang berhasil diajak bergabung.
Salah satu kendalanya, calon investor menilai kondisi keuangan PD PHJ belum cukup kuat untuk menjanjikan keuntungan.
“Pihak ketiga tentu berpikir bisnis. Saat melihat kas perusahaan yang kecil, mereka pesimis. Bahkan ada yang mengusulkan agar retribusi pedagang dinaikkan agar pembagian keuntungan bisa berjalan, tapi saya menolak. Ini soal psikologi pedagang. Naik sedikit saja bisa ribut dan menimbulkan gejolak sosial,” ungkapnya.
Meski demikian, PD PHJ kini tengah menjajaki kerja sama dengan perusahaan swasta untuk pengelolaan Gedung IV. “Masih proses. Mudah-mudahan ada hasilnya,” tambahnya.
Baca Juga: Relokasi Pedagang Gedung IV Pasar Horas ke Jalan Merdeka Bawah Picu Pro-Kontra Pemilik Toko
Soal pemanfaatan pendapatan retribusi, ia mengakui sebagian besar anggaran perusahaan terserap untuk belanja pegawai.
“Sekitar 85 persen untuk pegawai. Jadi kalau untuk peningkatan fasilitas, kami masih mengandalkan penyertaan modal dari pemerintah,” jelasnya.
Ke depan, PD PHJ fokus menjadikan Pasar Horas semakin tertib tanpa kehilangan jati dirinya sebagai pasar tradisional. “Kami tidak berencana menjadikannya pasar modern. Justru kami ingin menjaga ruh tradisionalnya,” katanya.
Meski belum ada rencana membangun pasar baru, PD PHJ tengah menyiapkan rencana membuka unit usaha baru sebagai langkah pengembangan bisnis di masa depan. Dari aspek fisik, kondisi bangunan dinilai masih cukup aman, namun drainase masih menjadi pekerjaan rumah besar.
“Banyak saluran tersumbat karena sampah. Untuk membersihkannya harus serentak dari hulu ke hilir, jadi butuh SDM dan biaya besar,” ujarnya.
Ia juga menegaskan pentingnya kesadaran pedagang menjaga kebersihan lingkungan. “Kami terus imbau agar tidak membuang sisa dagangan ke drainase.”
Mengenai rencana penataan ulang pasar, pihaknya belum berencana melaksanakannya dalam waktu dekat karena masih perlu pendekatan dengan para pedagang.
“Pedagang selalu bicara soal kenyamanan dan keuntungan. Kalau dipindahkan, mereka takut pelanggan tidak tahu lapak barunya. Jadi harus hati-hati,” ucapnya.

Para pedagang di Pasar Horas.(foto:gideon/mistar)
Lewat Skema KSO
Sementara itu, menyikapi keinginan Pemko Pematangsiantar membuka peluang bagi pihak ketiga atau investor untuk turut serta membenahi Pasar Horas sebagai pusat aktivitas ekonomi kota, Rafriandi Nasution, salah seorang pengamat tata kota, menyatakan rencana tersebut dapat dilakukan melalui skema Kerja Sama Operasional (KSO) dengan mekanisme persetujuan dari Wali Kota dan DPRD Kota Pematangsiantar.
“Jika ada usulan dari pihak ketiga atau investor yang ingin masuk membenahi Pasar Horas, itu bagus. Tinggal mereka mempresentasikan rencana kerjanya di hadapan wali kota dan DPRD. Kalau disetujui, bisa dijadikan KSO,” kata Rafriandi kepada Mistar, Kamis (23/10/25).
Ia menjelaskan, apabila rencana tersebut sudah masuk ke dalam program prioritas wali kota dan tercantum dalam APBD Kota Pematangsiantar, maka pelaksanaannya bisa segera dieksekusi sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.
Terkait pembiayaan, pemerintah dapat memanfaatkan dana yang digelontorkan oleh Kementerian Keuangan (Menkeu) melalui Bank Himbara untuk mendukung efisiensi pelaksanaan program revitalisasi pasar.
Lebih lanjut, ia menegaskan arah pembangunan Kota Siantar dalam lima tahun ke depan harus mengikuti visi, misi, serta program kerja yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan tertampung dalam APBD kota.
“Kalau pun ada perubahan, jangan sampai menghilangkan nilai sejarah lokal. Modernisasi pasar tetap bisa dilakukan tanpa meninggalkan identitas budaya Siantar,” ujarnya.
Baca Juga: Perobohan Gedung 4 Pasar Horas Pematangsiantar Capai 80 Persen, Target Rampung Lebih Cepat
Ia menambahkan, upaya modernisasi pasar perlu diikuti dengan perubahan pola pikir pelaku UMKM dan masyarakat. Salah satu gagasan yang dikemukakan adalah penerapan kartu digital multifungsi untuk transaksi di Pasar Horas, yang terhubung dengan NIK dan aplikasi digital pasar.
“Dengan sistem itu, masyarakat bisa berbelanja secara online maupun offline. Fasilitas pasar akan lebih terjaga, kebersihan meningkat, dan pelayanan pemerintah terasa lebih prima,” pungkasnya.(hm01)
PREVIOUS ARTICLE
Pasar Horas (1): Ikon Kota Siantar yang Kian Tergerus WaktuBERITA TERPOPULER

























