Thursday, August 21, 2025
home_banner_first
SIANTAR SIMALUNGUN

Gaji dan Tunjangan DPR vs Derita Rakyat saat Tekanan Ekonomi yang Kian Menguat

journalist-avatar-top
Kamis, 21 Agustus 2025 18.38
gaji_dan_tunjangan_dpr_vs_derita_rakyat_saat_tekanan_ekonomi_yang_kian_menguat

Ilustrasi gaji. (foto: internet/mistar)

news_banner

Simalungun, MISTAR.ID

Gaji anggota DPR RI kembali jadi polemik setelah adanya kabar kenaikan sejumlah tunjangan yang diterima, terlebih kabar ini mencuat di tengah kondisi masyarakat yang masih menghadapi kesulitan dalam hal ekonomi ditambah naiknya harga sembako di Pasar.

Pengamat Kebijakan Publik Sumatera Utara, Elfenda Ananda menyampaikan bahwa saat ini rakyat sedang mengalami himpitan ekonomi ditengah harga yang meroket, bahkan beras dioplos sehingga harga beras meningkat di Pasar.

"Semantara petani tetap tidak sejahtera karena harga pupuk yang juga kian semakin meningkat sehingga perlindungan terhadap petani tetap lemah," ujarnya, Kamis (21/8/2025).

Dengan kondisi saat ini juga rakyat secara umum kesulitan dalam hal yang mendasar, seperti kebutuhan pokok sehari-hari dan disatu sisi pajak yang dinaikkan. Keputusan soal uang pengganti perumahan bukanlah sesuatu kebijakan mencerminkan empati pada rakyat.

"Penghasilan resmi anggota dewan DPR RI yang diterimanya melalui gaji pokok, tunjangan rumah, dan tunjangan lainnya yang melebihi Rp100 juta," ujarnya.

Dikatakan Elfenda, mengenai dengan pernyataan Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, bahwa perbedaan penerimaan para anggota DPR periode lalu dengan saat ini karena adanya tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas.

Kebijakan tunjangan rumah yang berdasarkan surat Setjen DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024 ini tentunya bagian aspirasi dewan kepada eksekutif. Nominal Rp50 juta per bulan untuk biaya sewa rumah para anggota DPR juga dinilai berlebihan.

Disatu sisi, alasan penambahan itu agar memperoleh tempat tinggal yang dekat dengan gedung DPR. Dan hal ini juga tidak menjamin karena kehadiran anggota parlemen agar maksimal.

"Biaya pengganti sewa rumah sebesar Rp50 juta perorang perbulan di tengah efisiensi anggaran tentunya bagian yang tidak konsisten dengan upaya pemerintah melakukan penghematan," ujarnya.

Dalam hal kepatutan besarnya anggaran sewa rumah dan tunjangan sampai triliunan rupiah selama 60 bulan selama menjabat sebagai DPR tentunya menjadi angka yang fantastis. Disatu sisi, rakyat yang diwakili hanya menghadapi persoalan ekonomi yang cukup berat.

Saat ini juga, harga-harga yang sudah terlanjur naik karena rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Selain itu, beberapa daerah mengalami kenaikan pajak daerah drastis seperti pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di daerah dikarenakan dana transfer dari pemerintah pusat jumlahnya berkurang dari sebelumnya.

Pada bursa lapangan kerja saat ini juga semakin memprihatinkan di berbagai daerah. Dan juga ketersedian lapangan kerja dengan jumlah angkatan kerja yang tidak berimbang serta situasi pemutusan hubungan industrial yang menambah beban rakyat.

Melansir dari Satudata Kementerian Ketenagakerjaan, tercatat ada 42.385 pekerja yang mengalami PHK sepanjang Januari hingga Juni 2025. Angka ini melonjak 32,19% dibanding periode yang sama tahun yakni 32.064 orang.

Efisiensi anggaran Pemerintah pusat berdampak ke daerah

Saat ini pemerintah daerah anggarannya dipangkas karena kebijakan efisiensi anggaran oleh pusat yang jumlahnya sangat besar. Padahal, sejauh ini juga pemerintah daerah sebagian besar mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat.

"Akibat efisiensi anggaran, banyak program pembangunan di daerah yang dikurangi jumlahnya. Bahkan juga, Pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan anggarannya dipangkas. Padahal, jalan Provinsi Sumut, jalan kabupaten/kota cukuplah panjang," ujarnya.

Dengan kondisi yang ada, jangankan untuk membangun yang baru atau pengaspalan ulang, perawatan jalan saja banyak daerah megap. Lagi-lagi daerah menanggung dampak efisiensi jalan yang rusak semakin banyak, pergerakan ekonomi melemah karena pemerintah daerah memangkas belanja daerah.

"Bisnis perhotelan lesu, transportasi, rumah makan juga demikian. Kelihatannya anggota dewan tidak memahami kesulitan masyarakat, di tengah rendahnya kinerja dewan di senayan terhadap fungsi pengawasan, anggaran serta legislasi harusnya tidak minta hak keuangan yang demikian besar," ucapnya.

Elfenda berpendapat seharusnya kebijakan kenaikan tunjangan DPR RI yang demikian besar harus dicabut agar rakyat tidak marah. Dimana DPR RI kelihatannya lebih mementingkan dirinya ketimbang rakyat yang diwakili.

Rincian Kenaikan Sejumlah Tunjangan yang Diterima Anggota DPR RI

Dikutip dari sumber Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan pada Surat Menteri Keuangan nomor S-520/MK.02/2015:

1. Tunjangan melekat anggota DPR

* tunjangan istri/suami Rp420.000

* tunjangan anak Rp168.000

* uang sidang/paket Rp2.000.000

* tunjangan jabatan Rp9.700.000

* tunjangan beras Rp30.090 per jiwa

* tunjangan PPh Pasal 21 Rp2.699.8132

2. Tunjangan lain anggota DPR

* tunjangan kehormatan Rp5.580.000

* tunjangan komunikasi Rp15.554.000

* tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp3.750.000

* bantuan listrik dan telepon Rp7.700.000

* asisten anggota Rp2.250.000

Ini belum termasuk gaji pokok yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000. Dalam aturan tersebut, gaji pokok per bulan diatur berdasarkan jabatan:

* Ketua DPR Rp5.040.000

* Wakil ketua DPR Rp4.620.000

* Anggota DPR Rp4.200.000

Jika dijumlahkan seluruhnya, maka seorang anggota DPR dapat membawa pulang uang setidaknya sebesar Rp54.051.903 per bulan di luar tunjangan rumah, uang perjalanan dinas, dan dana ke daerah pemilihan yang dulu dikenal dengan dana aspirasi. (Hamzah/hm18)

REPORTER: