Menyalakan Kembali Semangat Sumpah Pemuda dari Siantar

Ilustrasi Peringatan Sumpah Pemuda. (Foto: Istimewa)
Oleh: Gideon Sidharta Aritonang
Setiap 28 Oktober tiba, ingatan bangsa ini seolah kembali pada satu peristiwa bersejarah: Sumpah Pemuda. Sebuah ikrar yang sederhana dalam kata, tetapi besar dalam makna tentang tekad untuk bersatu di tengah keberagaman.
Di kota seperti Pematangsiantar, yang sejak dulu dikenal sebagai miniatur Indonesia karena masyarakatnya yang majemuk, semangat itu terasa sangat relevan untuk direnungkan kembali.
Para pemuda tahun 1928 tidak memiliki fasilitas komunikasi seperti sekarang. Tidak ada internet, tidak ada media sosial, tidak ada sorotan kamera. Namun, dari ruang-ruang kecil dan perdebatan panjang, mereka melahirkan kesepakatan yang menyatukan seluruh bangsa.
Kini, ketika koneksi begitu mudah dijalin, justru kerap muncul jurang pemisah, terutama di ruang digital yang penuh dengan polarisasi dan kabar yang belum tentu benar.
Di sinilah peran jurnalis dan media menjadi penting. Jurnalis tidak hanya dituntut memberitakan fakta, tetapi juga menjaga makna.
Di tengah derasnya arus informasi, media harus hadir sebagai penjaga nalar publik. Media juga berperan membentengi masyarakat dari disinformasi, sekaligus menumbuhkan kembali nilai persaudaraan dan toleransi yang menjadi inti dari Sumpah Pemuda.
Pematangsiantar sebagai kota yang tumbuh di atas keberagaman suku dan budaya sejatinya telah memberi contoh hidup tentang arti kebersamaan.
Baca Juga: Sebutlah Soeharto Apa Adanya
Dari pasar hingga kampung, dari lembaga pendidikan hingga ruang publik, masyarakatnya terbiasa hidup berdampingan dalam perbedaan.
Namun, harmoni ini tidak boleh dianggap sebagai hal yang sudah pasti. Ia perlu terus dipelihara, terutama di tengah perubahan sosial yang cepat dan derasnya arus digitalisasi.
Generasi muda hari ini memiliki tantangan yang berbeda dengan para pemuda 1928. Mereka tidak lagi berjuang melawan penjajahan fisik, melainkan menghadapi tantangan ideologi, intoleransi, dan sikap apatis terhadap sesama.
Namun, di tangan merekalah semangat Sumpah Pemuda bisa diterjemahkan ulang melalui karya, solidaritas, serta kemampuan memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang membangun, bukan memecah.
Sumpah Pemuda adalah pengingat bahwa bangsa ini berdiri bukan karena keseragaman, tetapi karena keberanian untuk bersatu di tengah perbedaan. Di kota ini, di setiap ruang publik, di setiap berita yang kita tulis, semangat itu seharusnya terus dijaga.
Sebab di tengah dunia yang semakin cepat berubah, nilai-nilai kebersamaan dan persatuan tetap menjadi fondasi terkuat bangsa ini.
Semoga dari Siantar, api Sumpah Pemuda terus menyala, bukan hanya sebagai sejarah, tetapi sebagai inspirasi yang hidup dalam setiap tindakan dan kata. **Jurnalis aktif di Pematangsiantar
PREVIOUS ARTICLE
Indonesia di Tengah Bara dan Puing Gaza: Antara Diplomasi Kemanusiaan dan Ambisi GlobalBERITA TERPOPULER




























