Rondahaim Saragih, Raja Simalungun Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional

Tuan Rondahaim Saragih Garingging, Raja ke-14 Kerajaan Raya Simalungun. (foto: istimewa/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Presiden Prabowo Subianto resmi menetapkan sepuluh tokoh baru sebagai Pahlawan Nasional tahun ini, hasil seleksi dari 49 nama yang diusulkan dari berbagai daerah. Salah satunya adalah pejuang asal Simalungun, Tuan Rondahaim Saragih Garingging (1828–1891), raja ke-14 Kerajaan Raya yang dikenal gigih melawan penjajahan Belanda di Tanah Simalungun.
Pengusulan Rondahaim sebagai Pahlawan Nasional telah diperjuangkan selama puluhan tahun oleh para tokoh dan masyarakat Simalungun. Upaya itu akhirnya membuahkan hasil tahun ini, setelah sebelumnya Rondahaim menerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa sebagai Tokoh Provinsi Sumut dari Presiden BJ Habibie melalui Keppres No.077/TK/1999 pada 13 Agustus 1999.
Cicit Rondahaim, Lukman Rudi Saragih Garingging, 56 tahun, mengatakan keputusan pemerintah ini menjadi bentuk penghargaan atas perjuangan panjang sang leluhur.
“Ini bukan lagi usulan baru. Kami hanya meneruskan perjuangan yang sudah dimulai sejak lama. Terima kasih kepada pemerintah dan Bapak Presiden atas penetapan ini,” ujarnya.
Nama Rondahaim sudah akrab bagi masyarakat Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun. Nama beliau diabadikan sebagai nama jalan utama dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tuan Rondahaim di wilayah tersebut.
Rondahaim Saragih Garingging dikenal sebagai pemimpin karismatik yang berani menentang ekspansi kolonial Belanda di Sumatera Timur. Ia menyatukan sejumlah kerajaan kecil di Simalungun, seperti Raja Siantar, Raja Sidamanik, Raja Purba, dan lainnya, untuk membentuk pasukan gabungan yang dilatih sebagai pasukan gerilya dan kavaleri. Rondahaim juga mengangkat Torangin Damanik dari Kerajaan Sidamanik sebagai panglima besar.
Selama kepemimpinannya, Belanda sulit menembus wilayah Simalungun. Karena kecerdikan taktik dan kepemimpinannya, Belanda menjulukinya “Napoleon der Bataks”. Ia bahkan terlibat dalam aksi perlawanan besar seperti pembakaran kebun tembakau Deli yang dikuasai kolonial.
Dalam perjuangannya, Rondahaim mempersenjatai pasukannya dengan senjata hasil barter rempah-rempah dari Malaka yang saat itu masih dikuasai Portugis. Beberapa meriam peninggalan masa itu masih tersimpan di Kodim Simalungun dan Kabupaten Batubara.
Baca Juga: Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Adian Napitupulu: Tak Ada Keteladanan dari Rezim Orde Baru
Rudi menuturkan, Rondahaim dikenal sebagai sosok sakti, tegas, dan cerdik. Suatu ketika, Belanda mengundangnya berunding di Pelabuhan Matapao. Namun, Rondahaim mengutus seseorang yang mirip dirinya untuk datang. “Begitu tiba, orang itu langsung ditembak Belanda. Sejak itu, Belanda makin takut karena mengira Rondahaim tak bisa ditaklukkan,” kisah Rudi.
Rondahaim wafat pada tahun 1891 dan dimakamkan di Desa Aman Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, yang dulunya merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Raya.
Sepeninggalnya, kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Tuan Kapoltakan Saragih Garingging. Setelah Belanda mengetahui kabar wafatnya Rondahaim, mereka menyerang Simalungun dan berhasil menaklukkan tujuh kerajaan kecil di wilayah tersebut, menandai awal penjajahan Belanda di Simalungun.
Sayangnya, hampir semua artefak dan peninggalan Kerajaan Raya musnah saat revolusi sosial pasca-kemerdekaan. “Semua peninggalan kerajaan lenyap, termasuk perhiasan emas. Revolusi sosial menghapus jejak sejarah Kerajaan Raya,” tutur Rudi. (hm24)

























