Kisah Cinta Pierre Andries Tendean dan Rukmini Chaimin yang Jarang Diketahui Publik

Pierre Andries Tendean dan Rukmini Chaimin. (Foto: Instagram @pierresangpatriot/Mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Tragedi G30S PKI meninggalkan banyak cerita. Salah satunya kisah cinta salah satu pahlawan revolusi yang gugur saat terjadinya insiden G30S PKI.
Hubungan Pierre Andries Tendean, seorang perwira muda TNI Angkatan Darat yang dikenal gagah dan cerdas, dengan Rukmini binti Chaimin, gadis muslimah sederhana dari keluarga Muhammadiyah, harus kandas setelah Pierre ditemukan tewas di lubang buaya pada 4 Oktober 1965.
Pierre Tendean lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939. Ia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan A.L. Tendean, seorang dokter keturunan Minahasa yang menjadi tentara KNIL, dengan Maria Elizabeth Cornet, perempuan Indo-Prancis. Dari sang ibu, Pierre mewarisi wajah tampan dan sorot mata khas Eropa yang membuat banyak gadis terpikat.
Meski sempat menempuh pendidikan di sekolah kedokteran, hatinya lebih tertarik pada dunia kemiliteran. Pada 1958, ia diterima di Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) Bandung. Di masa pendidikan, Pierre dikenal sebagai taruna yang disiplin, rendah hati, dan memiliki jiwa kepemimpinan kuat.
Lulus pada 1961 dengan pangkat letnan dua, Pierre ditugaskan sebagai komandan peleton zeni tempur di Medan. Di kota inilah ia pertama kali bertemu dengan gadis yang kelak menjadi tambatan hatinya: Rukmini Chaimin.
Rukmini adalah putri sulung Raden Chaimin Rijo Siswopranoto, seorang pengusaha terkemuka di Medan. Lahir dari keluarga Muhammadiyah yang taat, Rukmini tumbuh sebagai sosok lembut, cerdas, dan religius.
Pertemuan mereka bermula pada 1963 ketika Pierre, lewat bantuan teman-temannya, dipertemukan dengan Rukmini dalam sebuah acara. Sosok Rukmini yang sederhana namun anggun, rupanya meninggalkan kesan mendalam bagi sang perwira muda. Dari sekadar pertemanan, hubungan mereka perlahan berkembang menjadi cinta serius.
Pierre dikenal sebagai sosok romantis. Ia sering menulis surat-surat penuh perhatian kepada Rukmini, terutama ketika keduanya terpisah jarak akibat penugasan militer. Hubungan jarak jauh itu justru semakin menguatkan komitmen keduanya untuk melangkah ke jenjang pernikahan.
Pada Juli 1965, Pierre mendampingi Jenderal Abdul Haris Nasution, atasannya sekaligus Menteri Pertahanan, dalam kunjungan kerja ke Medan. Momentum itu ia manfaatkan untuk melamar Rukmini.
Lamaran Pierre diterima keluarga besar Chaimin dengan penuh suka cita. Mereka pun menetapkan tanggal pernikahan pada 21 November 1965. Pierre menyampaikan kabar bahagia itu kepada orang tuanya dan juga kepada istri Jenderal Nasution, Johanna Sunarti.
Namun, rencana indah itu hancur seketika dua bulan sebelum hari bahagia. Malam 30 September 1965, sekelompok pasukan bersenjata mendatangi rumah Jenderal Nasution di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka berniat menculik sang jenderal sebagai bagian dari operasi G30S.
Di rumah itu, Pierre yang kala itu bertugas sebagai ajudan Jenderal Nasution menjadi sasaran salah tangkap. Pasukan penculik mengira ia adalah Nasution. Sang jenderal berhasil lolos, meski putrinya, Ade Irma Suryani, meninggal akibat tembakan.
Pierre, yang tidak melawan, dibawa ke Lubang Buaya bersama enam perwira TNI AD lainnya. Malam itu juga, mereka disiksa, dibunuh, lalu jasadnya dimasukkan ke dalam sumur tua.
Jenazah Pierre baru ditemukan pada 4 Oktober 1965 dan dimakamkan keesokan harinya di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi dan pangkat anumerta kapten. Pierre gugur di usia 26 tahun.
Hendrianti Sahara yang merupakan kakak pertama Ade Irma Suryani mengenang tragedi itu. “Saat kejadian, saya lari dari terjangan peluru,” ucapnya seperti dikutip dari tulisan Choirul Huda (2015) dengan judul “50 Tahun Gugurnya Ade Irma Suryani dalam Kenangan Kakak Tercinta”.
“Kami mengumpet hingga suasana reda. Ketika itu, ayah sudah melompat ke kediaman tetangga, Kedutaan Besar Irak. Kaki saya mendapat luka. Tapi, yang lebih sedih ketika saya dan ibu melihat Ade bersimbah darah. Waktu itu saya masih berusia 13 tahun dan Ade baru 5 tahun,” ujar Hendrianti Sahara.
Hingga Akhir Hayat Rukmini
Rukmini tak pernah bisa melupakan Pierre. Pernikahan yang direncanakan tak pernah terjadi, dan kisah cintanya terhenti pada tanggal 30 September 1965. Meski demikian, Rukmini memilih menyimpan kenangan itu rapat-rapat.
Berbeda dengan kisah cinta para tokoh lain yang kerap dituturkan dengan gamblang, Rukmini jarang sekali berbicara tentang hubungannya dengan Pierre. Ia lebih banyak diam, seakan ingin menjaga memori itu tetap utuh di dalam hatinya.
Hingga akhir hayatnya pada 27 Juli 2019, Rukmini tetap setia pada kenangan cintanya dengan sang pahlawan. Ia dimakamkan di Medan.[]