Polemik Empat Pulau, Jusuf Kalla Sebut Milik Aceh dan Harga Diri

Jusuf Kalla membuka peta dan undang-undang penetapan empat pulau masuk Aceh (f:ist/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), menilai bahwa upaya Pemerintah Provinsi Aceh mempertahankan kepemilikan atas empat pulau, yakni Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan, lebih didasari oleh faktor sejarah dan legalitas hukum, bukan semata potensi ekonomi.
“Pulau-pulau itu tidak terlalu besar. Jadi bagi Aceh, ini soal harga diri. Kenapa harus diambil? Ini juga menyangkut kepercayaan terhadap pemerintah pusat,” ujar JK saat ditemui di kediamannya, Jumat (13/6/2025).
Menurut JK, meskipun keempat pulau itu disebut-sebut menyimpan potensi minyak dan gas bumi, perdebatan saat ini tidak berkaitan langsung dengan nilai ekonominya.
“Soal ekonomi? Sekarang ini tidak ada. Tapi bisa saja nanti ditemukan potensi seperti di Andaman, Utara Aceh, yang tiba-tiba besar. Tapi untuk saat ini, ini murni soal sejarah dan hukum,” jelasnya.
JK menegaskan bahwa secara historis dan administratif, keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah Provinsi Aceh. Penegasan itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, yang menjadi dasar penetapan batas wilayah Aceh dalam Perjanjian Helsinki 2005.
“Tidak bisa batas wilayah diubah hanya lewat Keputusan Menteri (Kepmen). Undang-Undang jelas lebih tinggi kedudukannya dalam hierarki hukum,” tegasnya.
Keempat pulau yang berada di sekitar pesisir Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, kembali menjadi sorotan publik usai keluarnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Dalam keputusan itu, keempat pulau tersebut dinyatakan masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara, bukan Aceh.
Pemerintah pusat berdalih, keputusan tersebut merupakan hasil dari pembaruan data dan survei wilayah administratif. Namun, Pemerintah Aceh menolak keputusan ini karena mengklaim memiliki jejak historis dan hukum yang kuat atas kepemilikan empat pulau tersebut.
JK mengingatkan bahwa pemindahan batas wilayah administratif tidak bisa semata-mata didasarkan pada analisis jarak atau efisiensi pengelolaan wilayah.
“Sekali lagi, tidak bisa hanya karena faktor jarak atau efektivitas. Ini menyangkut wilayah yang ditetapkan lewat undang-undang. Kalau mau ubah, ya harus lewat revisi undang-undang, bukan hanya Kepmen,” terangnya.
Di tengah memanasnya konflik ini, JK menyerukan agar pemerintah pusat dan pihak terkait menyelesaikan sengketa ini dengan bijaksana demi kebaikan bersama.
“Saya kira ini harus diselesaikan dengan baik. Jangan sampai soal seperti ini menimbulkan ketegangan yang tidak perlu. Ini soal harga diri daerah, tapi juga soal kepercayaan kepada pemerintah pusat,” tuturnya. (hm17)
PREVIOUS ARTICLE
Waspada! Pendaftaran Bansos 2025 Tak Lewat Telegram