Hari Tani Nasional 2025: Sorotan Aksi dan Tuntutan di Depan DPR

Ilustrasi, Demo Hari Tani Nasional 2025 di Depan DPR. (foto:ferry/chatgpt/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Tanggal 24 September 2025 diperingati sebagai Hari Tani Nasional . Ribuan petani dari berbagai daerah bersama organisasi agraria menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta.
Aksi ini bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi wujud akumulasi ketidakpuasan petani terhadap kebijakan agraria, konflik lahan, dan tantangan kesejahteraan masyarakat tani.
Selama perjalanan hingga tiba di lokasi, massa membawa simbol perjuangan seperti hasil bumi (sayur, buah, singkong), kentongan atau alat tradisional, spanduk tuntutan, serta menyuarakan orasi keras terhadap kondisi agraria saat ini.
Organisasi seperti Komite Pembaruan Agraria (KPA) , Serikat Petani Indonesia (SPI) , dan berbagai lembaga akar rumput turut menjadi penggerak aksi.
Polda Metro Jaya menyiagakan ribuan personel gabungan (Polri, TNI, dan pemerintah daerah) untuk mengamankan aksi.
Rangkuman Aksi: Jalannya Demonstrasi
Titik Lokasi dan Mobilitas Massa : Konsentrasi massa berakhir di depan Gedung DPR/MPR RI. Beberapa titik pendukung berada di sekitar Monas dan kantor kementerian. Jalan Gatot Subroto arah Slipi ditutup akibat massa yang tiba di depan Kompleks Parlemen. Aksi ini menyebabkan kemacetan di kawasan Patung Kuda hingga DPR.
Simbol, Media Aksi, dan Suasana : Massa membawa hasil bumi sebagai simbol kemandirian dan keluhan mereka terhadap lahan pertanian. Kentongan dan alat bunyi tradisional dipakai untuk mengiringi orasi. Spanduk, poster, dan orasi keras menjadi media utama komunikasi tuntutan.
Slogan Salah Satu yang digaungkan: “Hentikan kriminalisasi pada petani dan aktivis. Jalankan reforma agraria sejati. Tiada demokrasi tanpa reforma agraria.”
Massa terdekat rapi di depan mobil komando untuk menyampaikan aspirasi.
Pengamanan dan Taktik Kepolisian
Sekitar 8.340 personel gabungan disiagakan untuk mengawal aksi di Jakarta Pusat. Beberapa laporan menyebutkan hingga 9.498 personel ikut menjaga keamanan. Pengamanan dilakukan tanpa senjata api dengan pendekatan persuasif.
Menjelang dan saat aksi, pengamanan Kompleks Parlemen diperketat dengan penghalang beton, mobil meriam udara, kendaraan taktis, dan penutupan gerbang utama. Rekayasa lalu lintas diberlakukan sejak pagi hari di ruas menuju DPR untuk mengurangi gangguan arus kendaraan.
Sorotan Unggulan: Isu, Tuntutan, dan Relevansi
1. “24 Masalah Struktural Agraria” dan 9 Tuntutan Aksi
Aksi massa mengangkat 24 masalah struktural yang dianggap sebagai akar krisis agraria di Indonesia, di antaranya:
- Ketimpangan penguasaan tanah yang semakin parah
- Pengusiran warga desa dari lahan garapan atau pemukiman
- Minimnya redistribusi tanah dan dominasi konglomerat
- Korupsi agraria serta monopoli tanah oleh BUMN atau swasta besar
- Ketiadaan jaminan hak atas tanah bagi perempuan, buruh tani, dan pemuda.
Selain itu, mereka menyampaikan 9 tuntutan perbaikan kepada DPR dan pemerintah, di antaranya:
- Realisasi reforma agraria sejati, bukan sekedar janji
- Revisi peraturan (Perpres, UU) yang menghambat agenda agraria
- Transformasi tanah negara, lahan industri, kebun, dan hutan menjadi objek reforma agraria (TORA) untuk rakyat desa
- Pencabutan atau revisi UU Cipta Kerja yang dianggap melemahkan ketimpangan agraria
- Pembentukan Dewan Nasional Reforma Agraria dan Dewan Nasional Kesejahteraan Petani sebagai lembaga perwakilan petani
Isu-isu tersebut menegaskan bahwa aksi ini bukan sekedar protes sesaat, melainkan agenda jangka panjang menuju reforma agraria yang lebih berkeadilan.
2. Simbolisasi Hasil Bumi dan Ekspresi Petani
Hasil bumi yang dibawa ke depan DPR—singkong, sayur, buah—bukan sekadar atribut estetika, tetapi simbol nyata produksi petani dan tuntutan agar hasil pertanian dihargai serta dilindungi.
Kentongan dan orasi tradisional memperkuat legitimasi rakyat kecil, menegaskan bahwa suara petani harus didengar secara langsung, bukan hanya melalui media atau perwakilan formal.
3. Ketegangan Antara Aspirasi dan Mekanisme Politik
Meskipun aksinya berlangsung secara mengerikan, ketegangan tetap ada antara aspirasi massa dan jalur institusional. Petani menilai kebijakan agraria sering kali menjadi “proyek politik” alih-alih solusi substantif.
Masyarakat pun terbagi: ada yang mendukung tekanan kepada parlemen, ada juga yang skeptis terhadap efektivitas aksi untuk menghasilkan kebijakan nyata dalam waktu cepat.
4. Risiko dan Dinamika Pengamanan
Meski berlangsung damai, pengamanan ketat menunjukkan kesiapan aparat menghadapi potensi kericuhan.
Rekayasa lalu lintas dan penutupan jalan jadi langkah preventif yang berdampak pada warga pengguna jalan.
Pendekatan persuasif dan koordinasi aparat disebut sebagai strategi menjaga dan mencegah konflik langsung.
Kesimpulan: Demo Hari Tani Nasional di depan DPR/MPR RI tahun 2025 menjadi momentum penting peringatan kolektif petani untuk menuntut reforma agraria nyata.
Dengan mengangkat 24 masalah struktural dan 9 tuntutan korektif, petani menegaskan perjuangan agraria bukan hanya soal lahan, tetapi juga keadilan sosial, demokrasi, dan kesejahteraan pangan nasional.
Sorotan kunci dari aksi ini meliputi simbol kekuatan produksi petani (hasil bumi), tekanan terhadap politisasi agraria, dan ketegangan antara aspirasi massa dengan realitas institusional.
Ke depan, keberhasilan aksi akan bergantung pada sejauh mana tuntutan ini diterjemahkan menjadi kebijakan konkret dan berkelanjutan—bukan sekadar catatan retoris. (berbagaisumber/*)