Manisnya Harapan Petani Toba di Balik Getir Andaliman

Andaliman. (foto: Kemenkes RI)
Toba, MISTAR.ID
Di balik getir yang menari-nari di lidah, andaliman menyimpan cerita panjang tentang budaya, ekonomi dan sebuah harapan. Merica khas Batak ini bukan sekadar bumbu penyedap, melainkan komoditas langka yang hanya tumbuh di tanah tinggi Toba.
Aromanya yang unik bukan saja mengundang selera di meja makan, tetapi juga membuka peluang besar bagi petani dan pelaku usaha untuk menembus pasar nasional, bahkan hingga internasional.
Beberapa kecamatan di Kabupaten Toba mencoba membudidayakan tanaman andaliman, seperti di Kecamatan Lumban Julu, Kecamatan Silaen dan kecamatan lainnya. Namun yang bertahan membudidayakannya hanya dua kecamatan yakni Silaen dan Lumban Julu. Hanya saja kualitasnya tidak sebagus di tiga Kecamatan Habinsaran, Borbor, serta Nassau (Habornas).
Petani di Kecamatan Habornas--yang berada di kaki pegunungan--mengakui mereka menggantungkan kehidupan ekonomi keluarga dari hasil panen andaliman yang tumbuh subur dan berkualitas tinggi. Bahkan di daerah ini, andaliman bisa tumbuh subur tanpa harus mendapat perawatan rumit.
D Pasaribu, petani andaliman di Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba mengungkapkan, tanaman andaliman cukup hanya dibersihkan seadanya di sekitaran tempat tumbuhnya, serta dilakukan pemupukan.
Mereka juga tidak perlu harus repot untuk melakukan pembibitan karena buah andaliman tua yang jatuh akan tumbuh sendiri. Kemudian pohon yang tidak layak menghasilkan buah secara maksimal, akan ditebang karena benih baru telah tumbuh di bawah pohon yang lama.
"Tumbuhan andaliman di daerah kami cukup melimpah. Walau musim trek masih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitaran Danau Toba, khususnya Kabupaten Toba. Justru saat musim trek, di situlah kami mendulang keuntungan karena andaliman dihargai sangat tinggi. Apalagi andaliman dari daerah kami kualitasnya bagus," ujarnya kepada Mistar, pekan lalu.
Berbeda dengan petani andaliman di Desa Sionggang Utara, Kecamatan Lumban Julu, mereka harus memberikan perawatan intensif agar andaliman dapat tumbuh maksimal, kendati tidak semaksimal di Kecamatan Habornas.
"Kita harus mengakui, sebagusnya andaliman di Lumbanjulu, tidak akan mampu menyamai kulitas di daerah Habornas. Pembibitannya dan perawatan juga harus dilakukan dengan baik. Tidak seperti mereka (Habornas,red), buah yang jatuh tanpa dirawat dapat tumbuh dengan baik," kata Marandus Sirait, petani andaliman lainya di Lumban Julu.
Selain perawatan yang dilakukan secara intensif, lanjutnya, rata-rata umur andaliman yang ditanamnya paling lama dua tahun, bahkan ada yanga hanya setahun sudah mati.
"Terlebih jika kita tidak memetik buah secara rutin akan mempercepat matinya andaliman. Saya jadi bingung, sebenarnya dimana kelebihan tanah yang ada di Habornas. Jika dikatakan faktor suhu, terbilang tidak jauh berbeda, sedangkan untuk tekstur tanah sama-sama memiliki kesuburan dari letusan vulkano gunung Toba," ujarnya.
Marandus berharap ada penelitian ke depannya untuk menciptakan bibit andaliman yang dapat tumbuh subur seperti di Habornas, meskipun ditanam di daerah lain, sehingga andaliman tidak lagi bertumpu dari tiga kecamatan itu saja.
Bukan Sekadar Bumbu Masakan Batak
Semula andaliman hanya menjadi ciri khas bumbu masakan untuk masyarakat Batak di kawasan Danau Toba, maupun yang telah merantau ke kabupaten lain. Tetapi sejak ditetapkannya Danau Toba sebagai destinasi pariwisata super perioritas pada tahun 2016 lalu, pelaku kuliner mulai memperkenalkan bumbu masakan tersebut ke tingkat nasional dan mancanegara.
Seperti yang dilakukan Marandus. Sebagai salah satu petani andaliman, pria ini juga sekaligus pecinta kuliner Batak berbahan andaliman. Dia mulai memperkenalkan keripik andaliman, bandrek andaliman, sambal andaliman dan camilan lainnya dengan rasa khas yang pedas getir di lidah.
Setelah cukup dikenal dengan varian produk berbahan andaliman, Marandus bersama beberapa temannya di Kecamatan Lumban Julu, mencoba membudidyakannya. Tujuannya agar stok andaliman tidak terkendala.
Marandus mengatakan, citarasa andaliman yang unik membuat dirinya tertantang untuk memasarkan ke tingkat nasional, bahkan internasional. Ternyata ada satu negara mau memesan andaliman dalam jumlah lumayan.
"Pengusaha dari Jepang sempat membeli andaliman dari saya hampir dua tahun (2022-2023). Sekali sebulan hampir seratus kilo saya kirim ke Negeri Sakura. Hanya yang menjadi kendala, mereka mau membeli andaliman segar, sementara stok andaliman kadang terbatas. Gudang penyimpanan juga tidak ada. Akhirnya saat ini tidak ada lagi pesanan," ucapnya.
"Yang menjadi tanda tanya bagi saya, mengapa orang Jepang memesan andaliman harus yang masih segar, tidak yang sudah dikeringkan atau yang telah diolah menjadi sambal? Apakah andaliman yang saya kirim akan diteliti oleh mereka?" imbuhnya.

Salah satu produk hilirisasi andaliman. (foto: nimrot/mistar)
Tidak mau berputus asa dengan putusnya pesanan dari Negeri Sakura, Marandus kini menjalin kerja sama dengan pengusaha asal Bangka Belitung yang mau membeli buah andaliman kering tanpa ranting, yang akan disebarkan di super market di Jakarta.
"Andaliman kering kita jual kepada mereka. Selanjutnya andaliman bulat dikemas dalam tabung, yang jika tutupnya diputar akan menjadi serbuk untuk ditaburkan ke makanan. Andaliman di suplai ke Rans Market di Senayan dan Parnes Market di daerah Jakarta oleh pengusaha Bangka Belitung," tutur Marandus.
Menurutnya, para pelaku usaha bumbu andaliman bahkan menggelar pameran produk andaliman di Kota Medan pada Jumat hingga Minggu (19-21/9/25), bekerja sama dengan Dinas Perindagkop Provinsi Sumatra Utara, termasuk salah satunya skincare andaliman produk PT Morita Farma yang telah diresmikan sebulan lalu.
"Pameran selama tiga hari, akan semakin mempercepat promosi andaliman dan digemari setiap orang. Jadi bukan hanya masyarakat Batak saja," ucapnya.
Lahan Tanaman Andaliman 200 Hektar
Sementara itu, sesuai data dari Dinas Pertanian, Kabupaten Toba yang disampaikan Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Toba, Frisda Napitupulu, luas tanaman andaliman mayoritas berada di kecamatan Habornas. Luasnya mencapai 200 hektare yang sudah berhasil dipetakan.
"Tanaman andaliman yang dibudidayakan petani di tiga kecamatan tersebut masih secara alami. Buah yang jatuh, kemudian menjadi tumbuhan baru yang nantinya ditanam untuk mengganti tanaman yang tidak produktif lagi," kata Frisda kepada Mistar, pekan lalu.
Sebagai bentuk dukungan yang diberikan Pemerintah Kabupaten Toba melalui Dinas Pertanian, untuk membantu masyarakat dan mempermudah penanaman, Dinas Pertanian memunculkan bibit varian baru. Caranya, dengan mengundang pihak kementerian melakukan penelitian.
"Sebab kita akui, untuk pembibitan andaliman sangat susah. Dinas Pertanian Toba hingga sekarang belum ada yang ahli dalam pembibitan andaliman. Selain masa dormansi (pertumbuhan dari biji hingga bertunas,red) bisa sampai bertahun dan tingkat keberhasilan pembibitan sangat sulit," ujarnya.
"Sehingga dibutuhkan teknologi canggih untuk mempercepat masa dormansi. Sementara tenaga peneliti dan teknologi Dinas Pertanian Toba belum ada. Selain itu anggaran Kabupaten Toba juga terbatas," tambahnya.

Tanaman Andaliman yang ada di Kecamatan Habornas dan Lumban Julu. (foto: nimrot/mistar)
Firsda juga mengungkapkan, peneliti dari kementerian sudah menurunkan tim ke Habornas. Pihak kementerian membawa biji andaliman untuk diteliti agar dapat terpecahkan masa dormansi. Setidaknya dipersingkat namun hingga kini belum ada pemberitahuan hasil penelitian tersebut.
"Untuk menunggu hasil penelitian dari kementerian bagaimana mempersingkat masa dormansi, kami lakukan bimbingan strategi pengendalian hama penyakit tanaman andaliman, dimana akar dan batang andaliman rentan diserang hama," sebutnya.
Hanya saja solusi penanganan hama sepertinya diabaikan petani andaliman di Habornas. Menurut mereka, penyakit tanaman andaliman tidak terlalu mengkhawatirkan. Jadi belum menyeluruh menerapkan penanggulangan penyakit tanaman ini. Mereka lebih memilih tanaman yang tidak bagus ditebang dan diganti yang baru.
"Bagi mereka lebih gampang menanam kembali andaliman yang baru, ketimbang melakukan perawatan tanaman. Sebab bibit andaliman banyak mereka temukan di bawah tanaman andaliman yang tumbuh secara alami, tanpa harus melakukan pembibitan khusus," tutur Kabid Perkebunan tersebut.
Komoditas Unggulan Toba
Menurut Frisda Napitupulu, belum ada wacana menjadikan andaliman sebagai komoditas unggulan Kabupaten, namun masih sebatas menjadikan andaliman sebagai komoditas endemik.
"Memang masih dalam tahap rencana, tetapi kita ingin membuat Indikasi Geografis (IG) andaliman Toba, sehingga nantinya andaliman ke depannya menjadi hak kekayaan Toba. Hal tersebut telah dibahas bersama pegiat-pegiat andaliman yang ada di Kabupaten Toba belum lama ini," ungkapnya.
"Semoga ini terwujud, karena membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Selain banyak tantangannya, diperlukan juga persiapan yang matang serta SDM yang mumpuni," tuturnya.
Hilirisasi Bahan Mentah
Dinas Pertanian Toba sendiri, sambung Frisda, selalu mendukung hilirisasi andaliman di Kabupaten Toba, seperti industri pengolahan, branding dan pemasaran dengan menjalin kerja sama dengan pengelola Cafe Gurgur, yang akan menjadikan andaliman sebagai bahan skincare dan tahap selanjutnya menjadikan andaliman menjadi obat-obatan.
"Sesuai informasi dari mereka, dari hasil penelitian di Amerika, andaliman disebut dapat dijadikan obat kanker. Ada kandungan dalam andaliman yang dapat menyembuhkan penderita kanker, namun obat tersebut hingga saat ini belum muncul," ujarnya.
Disampaikan Frisda, untuk hilirisasi andaliman memang sudah punya arah yang dilakuan oleh pegiat-pegiat andaliman di Kabupaten Toba.
"Kita selalu memberikan dukungan kepada mereka dengan menjalin kerja sama sehingga apa yang masih kurang dari produk mereka, dapat kita bantu sesuai kemampuan dan anggaran Pemerintah Kabupaten Toba," katanya. (nimrot/hm24)
BERITA TERPOPULER









