Abolisi untuk Tom Lembong, Sinyal Evaluasi Penegakan Hukum di Era Prabowo

Pengamat Hukum Sumut, sekaligus Dekan Fakultas Hukum UMSU (foto:dokumenpribadifaisal/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pakar hukum dari Sumatera Utara, Dr Faisal SH MHum, menilai bahwa keputusan pemberian abolisi kepada Tom Lembong yang telah disetujui DPR merupakan sinyal penting bagi evaluasi menyeluruh terhadap penegakan hukum di Indonesia.
"Abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong ini tidak dalam konteks kecemburuan sosial kepada publik. Yang paling penting sebenarnya adalah ini sinyal evaluasi total pada penegakan hukum dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya kepada Mistar, Sabtu (2/8/2025).
Presiden Prabowo Didorong Evaluasi Hukum secara Serius
Menurutnya, sistem hukum di Indonesia sudah seharusnya dievaluasi secara menyeluruh. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo yang telah meminta seluruh jajarannya untuk lebih serius dan cermat dalam menangani perkara hukum.
"Termasuk laporan masyarakat terkait dugaan ijazah palsu. Presiden Prabowo secara tegas mengatakan agar hal tersebut diperiksa sungguh-sungguh. Tidak bisa aparat memutuskan perkara yang bukan ranahnya, seperti saat Bareskrim menyatakan ijazah Presiden Jokowi asli. Itu seharusnya diputuskan oleh pengadilan, bukan oleh kepolisian," ujarnya tegas.
Abolisi Sesuai Konstitusi dan Menunjukkan Ketegasan Presiden
Dr Faisal menegaskan bahwa abolisi merupakan hak prerogatif Presiden yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945. Presiden berwenang memberikan grasi, amnesti, rehabilitasi, dan abolisi tanpa bisa diganggu gugat.
"Tindakan Presiden Prabowo menunjukkan komitmen terhadap kejelasan hukum. Pemberian abolisi kepada Tom Lembong adalah wujud keberanian seorang kepala negara," ucapnya. Dr. Faisal juga merupakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Putusan Hakim Dinilai Tidak Logis Secara Hukum
Ia menyebut vonis terhadap Tom Lembong terkesan jauh dari logika hukum. Dalam putusan, hakim menyatakan menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara, namun menyebutkan tidak ditemukan unsur mens rea atau niat jahat.
“Jika unsur mens rea (niat jahat) tidak terbukti, maka secara hukum pidana seharusnya tidak bisa dijatuhkan hukuman. Ini justru menciptakan kegaduhan dan preseden buruk di tengah masyarakat,” katanya.
Potensi Penyalahgunaan Hukum untuk Kepentingan Politik
Dr Faisal khawatir, jika putusan seperti ini terus terjadi, bisa dimanfaatkan penguasa untuk ‘menghabisi’ lawan politik.
“Setiap hukum pidana yang tidak memenuhi unsur mens rea tetapi tetap dipaksakan, berpotensi disalahgunakan. Ini sangat berbahaya dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum,” tuturnya.
Ia juga menyoroti pertimbangan hakim yang menyebut Tom Lembong merugikan negara dan menguntungkan kapitalis sebagai alasan memberatkan.
"Kalau berbicara soal kapitalis, maka seluruh kebijakan ekonomi yang menguntungkan pihak swasta juga bisa dikriminalisasi. Itu tidak masuk akal dan mengaburkan kepastian hukum," ujarnya.
Abolisi sebagai Pemulihan Nama Baik
Dr Faisal menyatakan bahwa abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong bukan hanya menghapus tuntutan pidana, tetapi juga merupakan langkah Presiden Prabowo dalam memulihkan nama baik Tom Lembong.
"Saya fikir ini tindakan yang menepis terkait keraguan publik yang mengatakan selama ini kasus Tom Lembong karena prabowo takut presiden sebelumnya. Inikan pembuktian dari Prabowo sebagai presiden, bahwa tidak ada titipan dan tidak berlaku, ini adalah hal positif bagi penegakan hukum," katanya mengakhiri. (ari/hm27)