19 Tahun Tragedi Lumpur Lapindo, Aksi Pengusaha Tuntut Kejelasan Ganti Rugi

Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) menggelar peringatan 19 tahun tragedi semburan lumpur panas Lapindo di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (31/5/2025). (f:antara/mistar)
Sidoarjo, MISTAR.ID
Memperingati 19 tahun tragedi semburan lumpur panas Lapindo, Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo (GPKLL) menggelar aksi di Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Aksi ini bertujuan untuk menuntut kejelasan pembayaran ganti rugi bagi pelaku usaha terdampak yang hingga kini belum terselesaikan.
Kuasa hukum GPKLL, Mursyid Mudiantoro, menjelaskan bahwa hingga saat ini, ganti rugi atas lahan milik pelaku usaha yang terdampak semburan lumpur belum dipenuhi oleh pihak terkait.
“Peristiwa semburan lumpur panas Lapindo sudah berlangsung selama 19 tahun, namun hingga kini pokok masalah ganti rugi untuk pelaku usaha belum juga tuntas,” ujar Mursyid dilansir Antara, Sabtu (31/5/2025).
Mursyid memaparkan bahwa korban terdampak lumpur Lapindo terbagi menjadi dua kategori utama, yakni korban di dalam Peta Area Terdampak (PAT) dan di luar PAT.
Selain itu, korban juga diklasifikasikan berdasarkan dua unsur: rumah tangga dan pelaku usaha.
Untuk korban rumah tangga di luar PAT, ganti rugi telah dibayarkan melalui dana APBN, termasuk dana kompensasi sebesar Rp781 miliar pada tahun 2015.
Namun, bagi pelaku usaha di dalam PAT, yang merupakan korban langsung dan pemilik lahan terdampak, ganti rugi masih belum diberikan hingga saat ini.
Padahal, banyak tanggul penahan lumpur yang berdiri di atas lahan milik pelaku usaha tersebut.
31 Perusahaan Masih Menunggu Ganti Rugi
Menurut data GPKLL, terdapat 31 perusahaan—baik berbadan hukum PT maupun CV—yang terdampak langsung semburan lumpur.
Total luas lahan milik pelaku usaha yang belum mendapat kompensasi mencapai sekitar 85 hektare.
“Sebagian besar tanggul penampung lumpur dibangun di atas tanah milik pengusaha yang belum dibayar. Ini jelas melanggar hak dan merugikan pelaku usaha,” tutur Mursyid.
Melalui peringatan ini, GPKLL mendesak Presiden RI Prabowo Subianto untuk segera mengevaluasi ulang kebijakan penanganan bencana lumpur panas Lapindo.
Mereka berharap pemerintah memberikan perhatian serius terhadap nasib para pelaku usaha yang terdampak selama hampir dua dekade.
“Kami mohon kepada Presiden Prabowo untuk turun tangan dan mengevaluasi kebijakan yang selama ini tidak berpihak pada korban pelaku usaha,” ucap Mursyid.
Tragedi lumpur Lapindo yang terjadi pada 29 Mei 2006 lalu masih menyisakan persoalan hukum, sosial, dan ekonomi yang belum terselesaikan.
Masyarakat dan pelaku usaha korban bencana berharap agar pemerintah memberikan keadilan dan kepastian hukum secepatnya. (*)