Urus Izin Bangunan di Medan (1): Warga Pusing, Sistem Online tapi Proses Offline

Salah satu bangunan di Kota Medan yang tidak terpampang izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Proses pengurusan PBG di kota ini masih menuai keluhan, meski sudah berbasis digital. (foto:mistar/putra)
Medan, MISTAR.ID
Proses pengurusan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Kota Medan masih menuai keluhan. Meski sudah berbasis digital melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG), banyak pemohon justru menganggap sistem ini belum efisien. Sering terkendala teknis, memakan waktu lama, dan membuat sebagian warga memilih jalan pintas lewat jasa pihak ketiga.
"Menurut saya, proses pengurusan PBG di Kota Medan masih terasa cukup rumit dan memakan waktu. Meskipun sistemnya sudah beralih ke digital melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG), kenyataannya masih sering terkendala masalah teknis seperti server lambat atau error saat unggah dokumen," kata Muhammad Rizki Fadillah, salah seorang pelaku konstruksi bangunan kepada Mistar, Minggu (2/10/25)
Selain itu, lanjutnya, koordinasi antarinstansi juga belum sepenuhnya berjalan lancar, sehingga komunikasi antara dinas teknis dan pemohon kadang tidak sinkron dan memperlambat proses.
Menurut pengalaman Rizki, waktu pengurusan PBG bisa memakan waktu hingga empat bulan, tergantung dengan kelengkapan berkas dan hal lainnya.
"Waktu prosesnya bisa memakan waktu sekitar dua hingga empat bulan, tergantung pada kompleksitas bangunan dan kelengkapan berkas. Biaya resminya mengikuti ketentuan retribusi pemerintah daerah, umumnya sekitar Rp20 juta, menyesuaikan dengan luas bangunan," katanya.
"Tidak ada biaya tidak resmi yang dikeluarkan, meskipun di lapangan saya mendengar ada pihak yang memilih mengeluarkan biaya tambahan untuk mempercepat komunikasi antarinstansi," imbuh Rizki.
Pria yang saat ini menjadi bagian dari salah satu perusahaan konstruksi Kiarra Land PT Deli Nusantara itu mengatakan, tidak jarang mereka diminta memperbaiki dokumen selama pengurusan PBG di Kota Medan.
"Beberapa kali saya mengalami permintaan revisi dokumen tanpa penjelasan yang detail. Biasanya hanya disebut “perlu penyesuaian sesuai ketentuan”. Padahal format yang saya unggah sudah mengikuti panduan SIMBG. Hal seperti ini cukup mengganggu karena menambah waktu tunggu dan pekerjaan administratif yang sebenarnya bisa dihindari jika ada penjelasan teknis yang lebih terbuka," ujar Rizki.
Dia pun menyoroti Online Single Submission Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (OSS–SIMBG) yang menurutnya masih belum ideal digunakan saat ini. Meski bertujuan baik, namun OSS-SIMBG juga masih kerap terkendala teknis.
"Secara konsep, sistem OSS–SIMBG sebenarnya cukup baik karena sudah mengintegrasikan seluruh proses perizinan secara online. Namun dalam praktiknya, sistem ini masih jauh dari kata ideal," katanya.
"Error sistem, unggahan dokumen gagal, hingga status permohonan yang tidak otomatis ter-update sering menjadi hambatan. Bagi pengguna baru, sistem ini terasa membingungkan karena panduan teknisnya belum cukup jelas dan user interface-nya belum terlalu ramah pengguna," imbuh Rizki.
Hanya saja, pria yang juga menjabat sebagai Formatur Ketua Forum Insinyur Muda (FIM) Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Sumatera Utara (Sumut) itu mengaku belum pernah mendapati proyek yang terhenti karena PBG belum terbit.

Formatur Ketua Forum Insinyur Muda (FIM) Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Sumatera Utara (Sumut) Muhammad Rizki Fadillah. (f:dok.pribadi/mistar)
"Saya belum pernah mengalami dan mendengar cerita situasi tersebut (proyek terhenti karena PBG belum terbit), namun jika proyek harus tertunda karena PBG belum terbit, terutama pada tahap pekerjaan struktur, ini akan merugikan. Terutama bagi proyek komersial yang memiliki target waktu ketat. Ketika izin belum keluar, otomatis kegiatan lapangan juga tertahan. Hal ini menimbulkan dampak finansial maupun teknis," ujarnya.
Namun alumni Universitas Sumatera Utara (USU) itu mengaku sempat ditawarkan oleh oknum tertentu untuk percepatan pengurusan PBG. Namun menurutnya hal tersebut berisiko dan memilih untuk mengikuti prosedur sesuai dengan ketentuan.
"Ya, pernah ada tawaran semacam itu dari pihak luar yang mengaku bisa mempercepat proses dengan imbalan tertentu. Namun menurut saya, cara seperti itu justru berisiko dan bertentangan dengan transparansi dalam pelayanan publik. Saya pribadi memilih mengikuti prosedur resmi karena saya percaya sistem yang baik harus dijalankan dengan cara yang benar," ucapnya.
Ia pun mencoba membandingkan PBG dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang kini sudah tidak berlaku lagi. Menurutnya perbedaan paling mendasar yakni soal urusan teknis antara keduanya.
"Kalau dibandingkan, perbedaan paling mencolok adalah pada sistem dan tingkat penilaian teknisnya. IMB dulu terasa lebih sederhana dan manual, sementara PBG sekarang berbasis digital dan lebih ketat dari sisi kesesuaian teknis bangunan. Meski tujuannya baik, secara praktik proses PBG terasa lebih panjang karena melibatkan lebih banyak tahap verifikasi dan koordinasi antarinstansi, " tutur Rizki.
Rizki pun berharap Pemko Medan dapat membenahi sistem PBG yang ada saat ini agar lebih efisien dan transparan. Menurutnya perkuatan kapasitas teknis harus diutamakan.
"Saya berharap Pemko Medan dapat memperkuat kapasitas teknis para petugas dan memperbaiki performa sistem SIMBG agar lebih stabil. Akan sangat membantu jika tersedia pusat bantuan (helpdesk) yang responsif bagi masyarakat yang mengalami kesulitan teknis. Selain itu, transparansi mengenai alur dan waktu proses juga penting, supaya pemohon bisa memantau perkembangan izinnya tanpa harus datang langsung ke kantor," katanya.
Pihak Ketiga Jadi Solusi
Efisiensi waktu menjadi salah satu alasan seorang warga menggunakan jasa pihak ketiga dalam mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Hal itu disampaikan Raju, salah seorang warga yang sedang membangun rumah berukuran 4 X 35 meter di Medan Sunggal.
Meski hingga kini PBG rumahnya belum terbit, namun Keterangan Rencana Kota (KRK) yang diajukannya telah terbit. Penerbitan itu atas bantuan pihak ketiga setelah dua bulan berlalu.
"Saya pakai pihak ketiga biar nggak ribet. Soalnya saya kurang banyak waktu luang untuk mengurus itu. Jadi pakai pihak ketiga agar terima bersih. Memang saya bermohon sama pihak ketiga untuk dibantu. Mereka tidak menawarkan diri," ujarnya kepada Mistar pekan lalu.
Dijelaskannya, ia dikenakan biaya sebesar Rp5 juta hingga KRK selesai. Sejatinya, harga itu cukup tinggi dibanding mengurus sendiri. Namun Raju lebih memilih jalan itu agar tidak mengganggu waktu bekerjanya. Dengan demikian, Raju tidak mengetahui pelayanan di dinas terkait perihal kepengurusan KRK maupun PBG.
"Pihak ke tiga mengisi formulir KRK, lalu nanti mereka menghitung untuk konsultan dan lainnya hingga selesai. Jadi saya kurang tahu pelayanan di Perkim seperti apa," tuturnya.
Dilanjutkannya, nantinya setelah Dinas Perkim Medan meninjau lokasi bangunannya, ia akan mengeluarkan biaya lagi untuk penyelesaian PBG. Untuk waktu yang akan ditempuh, Raju mengaku tidak mempermasalahkannya.
"Setelah nanti berkas masuk ke dinas Perkim, mereka datang meninjau lokasi. Mengukur mulai dari parit, lebar jalan dan lainnya. Kemungkinan nanti dananya akan bertambah kalau sudah selesai sampai PBG kekuatan," katanya.
Selain faktor waktu, Raju juga mengaku menggunakan jasa pihak ketiga karena ia tidak menggunakan arsitek dalam membangun rumah. Menurutnya, menggunakan jasa pihak ketiga dapat menghemat anggaran dalam pengurusannya.
"Soalnya saya tidak pakai gambar arsitek. Jadi bagus sekalian sama pihak ketiga. Kita terima bersih, efisien waktu dan tidak dua kali biaya. Selama pengurusan melalui pihak ketiga juga tidak ada hambatan, lancar-lancar saja," ungkapnya.

Kadis PMPTSP Kota Medan Nurbaiti Harahap. (foto:dok. pribadi/mistar)
Hanya Administrasi
Menanggapi rumit dan lamanya waktu pengurusan PBG ini, Kadis Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kota Medan, Nurbaiti Harahap, mengatakan pihaknya hanya mengeluarkan izin.
Menurutnya, untuk semua prosesnya ditentukan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (PKPCKTR) Kota Medan.
“Ketika sudah ada rekomendasi dari PKCKTR yang menyatakan semua persyaratan terpenuhi, kita tinggal mengeluarkan izinnya. Jadi kita hanya administrasi saja, yang menentukan bukan kita (DPMPTSP),” kata saat dikonfirmasi Mistar, Jumat (30/10/25).
Baca Juga: DPRD Medan Desak Proyek Depo PT Intercon Terminal Indonesia Dihentikan Karena Tanpa Izin PBG
Disinggung apa saja persyaratan izin PBG, wanita yang akrab disapa Beti ini mengaku, yang mengetahuinya semua adalah dinas PKCKTR Kota Medan.
“Baik secara teknis terkait tata ruang, letak hingga posisi bangunan, itu mereka yang paham. Karena OPD teknis pasti yang lebih paham. Yang jelas ketika memang dinyatakan mereka layak, secepatnya kita keluarkan izinnya. Setiap surat yang masuk akan langsung kita proses, tidak ada juga ditahan,” sebutnya.
Nurbaiti juga mengungkapkan, pengurusan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Kota Medan terus meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
“Pada tahun 2023 kita menerbitkan 711 izin PBG, tahun 2024 sebanyak 496 izin dan tahun 2025 sebanyak 543 izin. Khusus untuk tahun 2025, itu hanya sampai bulan September saja, belum termasuk sampai bulan Desember 2025,” sebut Nurbaiti.
Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Cipta Karya Tata Ruang (PKPCKTR) Kota Medan, John Ester Lase, yang berulang kali dikonfirmasi Mistar via telepon untuk meminta tanggapan soal keluhan warga ini, tak kunjung menjawab hingga berita ini diturunkan redaksi.
Begitu juga Kabid PBG Affan Harahap, tak pernah merespon konfirmasi yang dilayangkan. Bahkan saat Mistar menyambangi kantor Dinas PKPCKTR di Jalan AH Nasution, Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor, konfirmasi tak didapat karena para pejabatnya disebut-sebut sedang berada di luar.
Perbaiki Seluruh Sistem
Sebelumnya, Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas telah menegaskan, dirinya telah meminta Kepala Dinas PKPCKTR yang baru dilantik untuk memperbaiki seluruh sistem pengurusan PBG.
“Saya pastikan tidak ada yang dipersulit. Jika ada kendala, lapor langsung kepada saya, dan akan kami benahi organisasi dari atas sampai bawah,” katanya saat diwawancarai Mistar, Jumat (22/8/25) lalu.
Rico menekankan, proses pengurusan PBG harus tepat waktu. Dinas PKPCKTR Kota Medan tidak boleh memperlambat penerbitan izin jika persyaratan telah terpenuhi.
“Kalau aturannya selesai 21 hari kerja, ya harus selesai 21 hari kerja. Apa yang dibutuhkan? Dokumen, atau sistem mandiri, mungkin mikro manajemen. Yang terpenting, jika sudah sesuai aturan, keluarkan izinnya, jangan dipersulit,” kata Rico Waas saat itu.
Terkait keluhan masyarakat soal mahalnya biaya konsultan, Wali Kota Medan meminta Dinas PKPCKTR mencari solusi terbaik.
“Ini harus dievaluasi. Saat ini sudah ada template rumah contoh untuk beberapa tipe, meski masih sedikit. Template ini harus diperbanyak agar masyarakat tidak terbebani biaya konsultan,” ucapnya.(hm01)
























