Monday, August 25, 2025
home_banner_first
MEDAN

Sanusi Pane, Pejuang Bahasa Indonesia yang Layak Jadi Pahlawan Nasional

journalist-avatar-top
Senin, 25 Agustus 2025 18.52
sanusi_pane_pejuang_bahasa_indonesia_yang_layak_jadi_pahlawan_nasional

Gelar wicara dan pertunjukan Medan Teater 'dari Sanusi Pane untuk kedaulatan bahasa Indonesia' di UMSU. (foto: istimewa)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Pernyataan jurnalis Mohammad Tabrani pada 1926 bahwa "bahasa adalah jalan untuk memperkuat perasaan persatuan antar manusia" menjadi pembuka dalam Gelar Wicara Apresiasi Sastra bertajuk “Dari Sanusi Pane untuk Kedaulatan Bahasa Indonesia” yang digelar di Gedung Rektorat Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Jalan Muchtar Basri Medan, Senin (25/8/2025).

Bersihar Lubis, jurnalis sekaligus sastrawan nasional, tampil sebagai pembicara utama. Dalam paparannya, ia menegaskan bahasa Indonesia adalah perekat bangsa. Tanpa bahasa pemersatu, komunikasi antarsuku di Indonesia mustahil terjadi.

“Bayangkan jika bahasa Indonesia tidak ada. Orang Papua tidak bisa berbicara dengan orang Aceh. Orang Batak akan gagap berbicara dengan orang Jawa atau Dayak,” ujar Bersihar.

Sejarah Nama "Bahasa Indonesia" dan Peran Sanusi Pane

Bersihar mengisahkan, nama bahasa Indonesia pertama kali dicetuskan oleh Mohammad Tabrani dalam esainya di majalah Hindia Baroe tanggal 11 Februari 1926. Ia menyayangkan para terpelajar kala itu yang menganggap bahasa Belanda sebagai simbol kemajuan. Tabrani lalu menggagas satu bahasa nasional bernama bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu.

Gagasan tersebut dibawa ke Kongres Pemuda Indonesia Pertama pada 1926. Dalam kongres, muncul perbedaan pendapat antara Tabrani dan Mohammad Yamin, yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Tabrani menolak keras.

“Kalau Nusa bernama Indonesia, bangsa bernama Indonesia, maka bahasa juga harus bernama bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu,” kutip Bersihar dari pidato Tabrani.

Ketika suasana memanas, Sanusi Pane masuk dan mendukung Tabrani. “Kita sudah mengaku bertumpah darah satu, berbangsa satu, mengapa tidak berbahasa satu—bahasa Indonesia?” ujar Bersihar menirukan Sanusi Pane yang saat itu bahkan sampai menggebrak meja.

Perdebatan tersebut akhirnya diserahkan ke Kongres Pemuda Kedua tahun 1928, yang kemudian secara resmi menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Sanusi Pane Konsisten Gunakan Bahasa Indonesia

Tidak hanya memperjuangkan secara wacana, Sanusi Pane juga menerapkan bahasa Indonesia dalam kehidupan pribadinya. Ia tidak mengajarkan anak-anaknya bahasa Belanda, meski kala itu bahasa Belanda mendominasi sekolah-sekolah.

“Putrinya, Nina Pane, mengakui bahwa ayahnya membesarkan mereka dengan bahasa Indonesia,” ujar Bersihar.

Sebagai redaktur Majalah Timbul, Sanusi juga mengganti bahasa redaksi dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Ia tercatat sebagai pelopor Kongres Bahasa Indonesia pertama tahun 1938 di Solo, yang juga melahirkan Institut Bahasa Indonesia—cikal bakal Badan Bahasa hari ini.

Sanusi Pane Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Bersihar menyampaikan bahwa perjuangan Sanusi Pane dalam menjahit semangat kebangsaan melalui bahasa, layak dikenang dan diberi penghargaan tertinggi dari negara.

“Sayangnya, nasib Sanusi tidak seberuntung adiknya, Lafran Pane (pahlawan nasional 2017), atau Tabrani (2023), dan Yamin (1973). Padahal ia punya kontribusi yang tak kalah besar,” katanya.

Gelar wicara ini juga dihadiri Wakil Bupati Tapanuli Selatan, Muryanto dari Badan Bahasa, akademisi Prof Khairil Anshari, serta Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara, Dr Asrif selaku tuan rumah, bersama para pimpinan UMSU dan peserta dari kalangan akademisi dan pemerhati sastra. (susan/hm24)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN