Tenang, Kesehatan Mental Kini Dijamin BPJS Kesehatan

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti memastikan kesehatan mental masuk JKN (Foto: Istimewa/Mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
BPJS Kesehatan menegaskan bahwa layanan kesehatan jiwa merupakan hak seluruh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam kegiatan Media Workshop bertema “Layanan Kesehatan Jiwa Hak Seluruh Peserta” di Surakarta, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti, menekankan pentingnya akses layanan kesehatan jiwa yang setara sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam menjamin kesehatan fisik maupun mental warganya.
"Layanan kesehatan jiwa tidak boleh lagi dipandang sebelah mata. Kesehatan jiwa adalah hak fundamental yang harus dijamin negara," tegas Ghufron.
Tren Peningkatan Kasus dan Biaya Kesehatan Jiwa
Ghufron mengungkapkan, dalam lima tahun terakhir terdapat tren peningkatan pemanfaatan layanan kesehatan jiwa.
2020–2024: pembiayaan layanan jiwa di rumah sakit mencapai Rp6,77 triliun dengan 18,9 juta kasus.
Skizofrenia menjadi diagnosis terbanyak dengan 7,5 juta kasus, memakan biaya Rp3,5 triliun.
2024: terdapat 2,97 juta rujukan kasus jiwa dari FKTP ke rumah sakit.
Provinsi dengan kasus tertinggi adalah Jawa Tengah (3,5 juta kasus), disusul Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara.
FKTP Jadi Pintu Utama Layanan Jiwa
Menurut Ghufron, Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) berperan penting sebagai pintu utama layanan jiwa.
"FKTP tidak hanya menjadi kontak pertama, tetapi juga pengelola kontinuitas pengobatan, koordinator layanan, sekaligus pemberi layanan komprehensif," ujarnya.
BPJS juga mendorong skrining dini menggunakan Self Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20) di situs resmi BPJS Kesehatan agar masyarakat mengenali gejala awal gangguan mental.
Dukungan PRB untuk Pengobatan Jangka Panjang
Bagi peserta dengan kondisi stabil, pengobatan bisa dilanjutkan di FKTP melalui Program Rujuk Balik (PRB).
“Peserta JKN tetap dapat melanjutkan pengobatan lebih dekat dengan rumah dan lebih efisien,” jelas Ghufron.
Pandangan Psikolog: Stigma Masih Jadi Hambatan
Psikolog klinis Tara de Thouars menilai langkah BPJS sejalan dengan kebutuhan mendesak masyarakat. Ia menyoroti data Kemenkes:
- 1 dari 10 orang Indonesia mengalami masalah mental.
- 72,4% karyawan mengaku mengalami masalah mental.
- Survei 2024: 39,4% remaja alami masalah mental, naik 20–30% tiap tahun.
“Tekanan ini memengaruhi kondisi emosi, pikiran, dan perilaku sehingga menghambat fungsi kehidupan sehari-hari. Sayangnya, stigma negatif masih kuat melekat,” kata Tara.
Ia menekankan pentingnya normalisasi mencari bantuan profesional, bukan menormalisasi gangguan mental.
“Sebelum kita mengharapkan keadaan menjadi lebih baik, mulailah dengan menjaga kesehatan mental, karena tanpa kesehatan mental, apapun tidak akan ada artinya," ucapnya.
Dukungan Rumah Sakit dan Pengawasan
Plt. Direktur RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta, Wahyu Nur Ambarwati, menegaskan kesiapannya melayani peserta JKN dengan prinsip humanistik. RSJD memiliki 213 tempat tidur, termasuk 177 untuk psikiatri, serta instalasi rehabilitasi psikososial.
“Jumlah pasien rawat inap di sini paling banyak adalah peserta JKN dengan total lebih dari 90 persen,” jelas Wahyu.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menambahkan:
"Jumlah kasus gangguan jiwa terus meningkat tiap tahunnya, sehingga layanan kesehatan jiwa dalam Program JKN harus inklusif, berkesinambungan, dan tidak diskriminatif." (*)
PREVIOUS ARTICLE
Dokter Paru Bagikan Tips Cegah Risiko Paparan Gas Air MataBERITA TERPOPULER









