Demo di Paris Melebar, Sudah 197.000 Warga Turun ke Jalan

Petugas dari subdivisi Mobile Gendarmerie (GM) (belakang dari kiri) menyingkirkan blokade yang dibuat para pengunjuk rasa di viaduk Cadix. (foto: afp/mistar)
Paris, MISTAR.ID
Kementerian Dalam Negeri Perancis mencatat sekitar 197.000 demonstran turun ke jalan pada Rabu (10/9/2025). Aksi diwarnai bentrokan dengan polisi di beberapa wilayah, termasuk Paris dan Nantes.
Sebanyak 80.000 petugas keamanan dikerahkan untuk mengamankan situasi. Pemerintah melaporkan 540 penangkapan, dan 415 orang di antaranya telah ditahan.
“Kami menuntut pajak lebih tinggi untuk orang kaya, lebih rendah untuk orang miskin, dan distribusi kekayaan yang adil,” kata Jean-Baptiste, 30 tahun, pekerja sosial yang ikut berdemo di Paris.
Sejumlah demonstran membangun barikade, memblokade jalan, hingga membakar tempat usaha. Di Paris, sebuah restoran terbakar diduga akibat tembakan gas air mata oleh polisi. Sementara itu, di kota Nantes, seorang demonstran dirawat di rumah sakit akibat paparan gas air mata, dan 16 polisi mengalami luka ringan.
Upaya Lecornu dinginkan situasi Sejak Macron membubarkan parlemen tahun lalu, pemerintah tidak lagi memiliki mayoritas di Majelis Nasional. Kondisi ini membuat setiap perdana menteri berada dalam tekanan politik tinggi.
Kelompok sayap kiri La France Insoumise (LFI) mengajukan mosi tidak percaya terhadap Lecornu, tetapi hingga kini belum mendapat dukungan luas dari partai lain. Sementara itu, partai sayap kanan National Rally (RN) tidak menggulingkan Lecornu dalam waktu dekat, hanya akan memberi peringatan.
“Entah akan ada perubahan, atau akan ada kecaman,” kata pemimpin RN, Jordan Bardella.
Lecornu berjanji akan mencari cara lebih kreatif untuk membangun kerja sama lintas partai, demi memastikan anggaran 2026 bisa disahkan tanpa mengalami nasib serupa seperti Bayrou, yang hanya bertahan sembilan bulan di kursi perdana menteri.
Pemimpin LFI, Jean-Luc Melenchon, menyebut demo Perancis pada Rabu sebagai keberhasilan mobilisasi rakyat. Namun, Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau justru menilai aksi tersebut gagal memblokade negara.
Meski demikian, sejumlah serikat pekerja telah merencanakan aksi lanjutan pada pekan depan. Di lapangan, aksi ini mengingatkan pada gerakan Rompi Kuning pada 2018 yang muncul tanpa struktur kepemimpinan formal dan sempat mengguncang pemerintahan Macron.
Kepala Kepolisian Paris, Laurent Nunez, menduga aksi kali ini digerakkan oleh kelompok “kiri radikal”.Sementara itu, beberapa pengunjuk rasa menyayangkan partisipasi yang dianggap belum maksimal.
“Sayangnya, ada lebih banyak revolusioner di Facebook daripada di dunia nyata,” ujar Cedric Brun, pekerja otomotif dan ketua serikat lokal di Valenciennes.
Pendahulu Lecornu, Francois Bayrou, tumbang setelah gagal mendapatkan dukungan parlemen atas rencana pemotongan anggaran sebesar 44 miliar euro (Rp 847,32 triliun). Ia menyebut langkah itu sebagai satu-satunya cara untuk menurunkan utang publik Perancis.
Namun, kritik datang dari berbagai pihak yang menilai kebijakan itu memberatkan pekerja dan pensiunan, sambil memberi keuntungan bagi kelompok kaya. Kini, Lecornu dihadapkan pada tantangan berat: Meredam gejolak rakyat, menjembatani perpecahan politik, dan merancang anggaran negara yang mampu diterima oleh parlemen dan masyarakat. (*/hm18)
PREVIOUS ARTICLE
Demo di Paris Ricuh, PM Baru Perancis Lecornu Akan Temui Warga