LBH Medan Laporkan Hakim yang Vonis Ringan Prajurit TNI Pembunuh Pelajar

LBH Medan saat melaporkan majelis hakim yang memvonis ringan Sertu Riza Pahlivi ke KY dan Bawas MA. (Foto: Dokumentasi LBH Medan)
Medan, MISTAR.ID
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan melaporkan majelis hakim Pengadilan Militer (Dilmil) I-02 Medan yang memvonis ringan Sertu Riza Pahlivi, seorang prajurit TNI AD pembunuh pelajar berinisial MHS.
Mereka di antaranya Letkol Zaky Suryadi sebagai ketua majelis hakim, serta Mayor Iskandar Zulkarnaes dan Mayor Henlius Waruwu masing-masing sebagai hakim anggota. Ketiganya dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) di Jakarta.
“LBH Medan sekaligus kuasa hukum ibu MHS menduga majelis hakim yang mengadili kasus MHS telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Oleh karena itu, kami mengadukan ke KY dan Bawas MA pada Kamis (6/11/2025),” kata Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, dalam siaran pers, Senin (10/11/2025).
Irvan menegaskan, putusan sangat ringan itu diduga telah melanggar prinsip-prinsip berperilaku adil, arif, bijaksana, dan profesional. Pihaknya mendesak MA untuk memecat Ketua Dilmil I-02 Medan.
“Berkaca dari putusan kasus MHS dan beberapa kasus lainnya yang juga divonis sangat ringan serta tak memberikan rasa keadilan, maka kami mendesak MA mencopot Ketua Dilmil I-02 Medan dan pemerintah melakukan reformasi peradilan militer,” ucapnya.
Ia menguraikan banyak kejanggalan dalam pertimbangan putusan hakim sehingga hanya menjatuhkan vonis 10 bulan penjara dan ganti rugi (restitusi) kepada ibu MHS senilai Rp12 juta terhadap terdakwa Riza.
“Kami menduga banyak kejanggalan dalam putusan hakim, seperti pertimbangan yang menyatakan tidak menemukan jejas atau bekas luka di tubuh MHS. Padahal jejas tersebut ada di bagian perut MHS, serta luka di kening akibat terjatuh dari rel ke bawah jembatan yang tingginya sekitar dua meter,” kata Irvan.
Kejanggalan lainnya, lanjut Irvan, yakni pertimbangan hakim yang menyatakan Riza tidak menyerang MHS. Padahal menurut kesaksian saksi yang melihat langsung kejadian, Ismail Syahputra Tampubolon, MHS diserang dan kemudian terjatuh di sela-sela rel.
“Kesaksian Ismail bersesuaian dengan keterangan saksi Naura Panjaitan yang menyebut bahwa MHS dipukul hingga terjatuh di bawah rel. Namun karena Naura sudah meninggal dunia, maka tidak dapat dihadirkan di persidangan,” ujarnya.
Selain itu, Riza yang merupakan pembunuh anak di bawah umur, yakni 15 tahun, tidak ditahan sejak tahap penyidikan hingga diadili di Dilmil I-02 Medan.
“Kejanggalan kasus MHS terlihat jelas saat terdakwa tidak ditahan sejak penyidikan dan penuntutan. Padahal, perbuatannya telah menyebabkan kematian anak di bawah umur. Tak hanya putusan, tuntutan oditur juga sangat ringan, yakni cuma setahun penjara,” ucap Irvan. (hm25)

























