Wednesday, October 22, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Kejati Sumut Dikritik Soal Penyitaan UP dan Belum Tetapkan Tersangka dari PT Ciputra Land

Mistar.idRabu, 22 Oktober 2025 21.05
RJ
DI
kejati_sumut_dikritik_soal_penyitaan_up_dan_belum_tetapkan_tersangka_dari_pt_ciputra_land

Praktisi hukum, Johannes Turnip. (foto:deddy/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) mendapat kritik setelah menyita uang pengganti (UP) senilai Rp150 miliar dalam kasus dugaan korupsi penjualan aset PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) Regional I yang dibangun menjadi perumahan Citraland seluas 8.077 hektare.

Kritik tersebut disampaikan oleh praktisi hukum, Johannes Turnip. Menurutnya, Kejati Sumut terlalu terburu-buru mempublikasikan penyitaan uang pengganti dari PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR).

“Langkah tersebut memang baik untuk pemulihan keuangan negara, tetapi sebaiknya dilakukan setelah ada hasil audit resmi dari lembaga negara,” ujar Johannes dalam keterangan tertulis kepada Mistar, Rabu (22/10/2025).

Ia menjelaskan, setelah lembaga negara atau ahli menyelesaikan audit dan diketahui total kerugian negara, barulah Kejati Sumut sebaiknya mengumumkan penyitaan UP kepada publik.

“Berapa sebenarnya kerugian negara dalam kasus ini? Kita tahu bersama bahwa pengembalian uang hasil tindak pidana tidak menghapus tindak pidana itu sendiri. Dari situ akan terlihat apakah ada mens rea (niat jahat) atau permufakatan jahat dalam penjualan aset negara yang merugikan keuangan negara,” jelasnya.

Johannes juga mengkritik Kejati Sumut karena belum menetapkan pihak PT Ciputra Land dan PT DMKR anak perusahaan dari PT Ciputra Land sebagai tersangka.

“Saya rasa Kejati Sumut juga perlu mengusut tuntas investor yang terlibat. Pertanyaannya sederhana, yakni siapa pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari penjualan aset negara ini?” ujarnya.

Ia menyoroti pernyataan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumut, Mochamad Jeffry, yang sebelumnya menyebut PT DMKR tidak mengetahui peralihan status Hak Guna Usaha (HGU) PTPN I menjadi Hak Guna Bangunan (HGB).

“Ketidaktahuan investor terhadap alih fungsi lahan dari HGU menjadi HGB bukan alasan pembenar maupun pemaaf dalam hukum. Dari segi harga pun bisa diperiksa, berapa harga beli mereka dari negara dan berapa harga jualnya ke masyarakat,” tegas Johannes.

Meski demikian, Johannes meyakini Kejati Sumut serius dalam pemberantasan korupsi di Sumut. Ia berharap Kejati Sumut tidak tebang pilih dalam menetapkan tersangka agar penegakan hukum berjalan adil.

“Saya yakin Kejati Sumut memiliki semangat yang sama dengan Kejaksaan Agung dalam memberantas korupsi tanpa memberikan keistimewaan kepada siapa pun, sesuai asas equality before the law. Saya juga yakin kejaksaan konsisten dengan motonya penegakan hukum tajam ke atas dan humanis ke bawah,” tuturnya.

Diketahui, dugaan korupsi penjualan aset PTPN I Regional I dilakukan oleh PT Nusa Dua Propertindo (NDP) melalui kerja sama operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land. Dari total lahan 8.077 hektare, sekitar 93 hektare telah berstatus HGB.

Kejati Sumut sebelumnya telah menahan tiga tersangka, yakni ASK, ARL, dan IS. ASK dan ARL diduga menyetujui penerbitan sertifikat HGB atas nama PT NDP tanpa memenuhi kewajiban penyerahan minimal 20 persen lahan HGU yang diubah menjadi HGB kepada negara.

Sementara itu, Direktur PT NDP berinisial IS mengajukan permohonan HGB atas sejumlah bidang tanah berstatus HGU PTPN II kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dalam periode 2022–2023.

Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kejati Sumut sebelumnya juga telah menggeledah Kantor PTPN I Regional I di Tanjung Morawa, Kantor Pertanahan Deli Serdang, serta kantor PT NDP di Jalan Medan–Tanjung Morawa. Selain itu, penggeledahan dilakukan di kantor PT DMKR Tanjung Morawa di Jalan Sultan Serdang, PT DMKR Helvetia di Jalan Kapten Sumarsono, dan PT DMKR Sampali di Jalan Medan–Percut Sei Tuan.

Pemasaran dan penjualan proyek perumahan Citraland Helvetia, Citraland Sampali, dan Citraland Tanjung Morawa yang dilakukan oleh PT DMKR diduga turut melanggar hukum. (hm16)


BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN