Thursday, September 18, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Kasus Penghalangan Wartawan TVRI di Samosir Dikecam Praktisi Hukum dan LSM

Kamis, 18 September 2025 18.25
kasus_penghalangan_wartawan_tvri_di_samosir_dikecam_praktisi_hukum_dan_lsm

Wartawan TVRI Junjungan Marpaung melaporkan Kadinkes Samosir atas dugaan penghalangan liputan (Foto: Pangihutan Sinaga/Mistar)

news_banner

Samosir, MISTAR.ID

Kasus dugaan penghalangan kerja jurnalistik terhadap wartawan TVRI di Kabupaten Samosir menuai kecaman dari praktisi hukum dan organisasi masyarakat sipil. Praktisi hukum Aleng Simanjuntak, SH menilai tindakan yang dilakukan Kepala Dinas Kesehatan Samosir, dr. Dina Hutapea, terhadap jurnalis TVRI Junjungan Marpaung, merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers.

Peristiwa itu terjadi Senin (15/9/2025) saat Junjungan melakukan peliputan Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan komisi DPRD Samosir yang membahas pemberhentian dr. Bilmar Delano Sidabutar dari status PNS. Dalam laporannya ke Polres Samosir sehari setelah kejadian, Junjungan mengaku dihalangi saat merekam pernyataan Kadis Kesehatan. Dina disebut menepis hingga hampir merampas handycam yang digunakannya untuk merekam wawancara.

“Kasus ini menyangkut prinsip fundamental demokrasi, yakni kebebasan pers yang dijamin UUD 1945 dan UU Pers,” tegas Aleng Simanjuntak, Kamis (18/9/2025).

Aleng menjelaskan, Pasal 18 ayat (1) UU Pers secara tegas melarang tindakan menghambat kerja pers dengan ancaman pidana penjara dua tahun atau denda Rp500 juta. Ia juga menambahkan, dugaan perusakan alat kerja wartawan dapat dikenakan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan atau Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang.

“Seorang pejabat publik wajib transparan dan tidak boleh menutup akses informasi. Menghalangi kerja wartawan bertentangan dengan prinsip good governance dan UU Keterbukaan Informasi Publik,” ujarnya.

Aleng mendesak Polres Samosir menindaklanjuti laporan Junjungan secara profesional dan melibatkan Dewan Pers dalam menilai dugaan pelanggaran UU Pers. Ia menegaskan, jika terbukti, pejabat bersangkutan bukan hanya terancam pidana tetapi juga sanksi administratif dari pemerintah daerah.

Sejalan dengan itu, Ketua Umum Perkumpulan LSM Forum-Komunikasi Gerakan Cinta Entitas Indonesia (PLSFK-GRACEINDO) Sudirman Simarmata juga mengecam dugaan tindakan Kadis Kesehatan yang dinilai sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers. Menurut organisasi ini, peristiwa tersebut menjadi bukti lemahnya komitmen pejabat publik di Samosir dalam menjunjung keterbukaan informasi.

“Penghalangan kerja jurnalistik adalah serangan langsung terhadap hak masyarakat memperoleh informasi. Kami mendukung penuh langkah hukum yang diambil wartawan TVRI dan mendesak kepolisian bertindak transparan,” tegas Sudirman.

“Kami dari PLSFK-GRACEINDO menilai kasus ini harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah. Jika dibiarkan, praktik penghalangan informasi publik bisa menciptakan preseden buruk dan mengancam demokrasi lokal,” ungkapnya.

Kasus yang dilaporkan Junjungan Marpaung kini telah diterima resmi oleh Polres Samosir dengan bukti tanda terima tertanggal 16 September 2025. Selain ke Polres, laporan juga ditembuskan ke Kapolri, Kapolda Sumut, Ketua Dewan Pers, dan sejumlah organisasi pers sebagai bentuk transparansi.

Peristiwa ini menjadi sorotan publik karena menyangkut hak konstitusional wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik. Praktisi hukum dan LSM sama-sama menegaskan, kebebasan pers tidak boleh diabaikan, apalagi dilanggar oleh pejabat publik (Pangihutan Sinaga/hm17)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN