Monday, September 29, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Dituntut Delapan Tahun Penjara, Keluarga Bayu Perangin-angin Protes dan Menangis

Senin, 29 September 2025 21.17
dituntut_delapan_tahun_penjara_keluarga_bayu_peranginangin_protes_dan_menangis_

Terdakwa Bayu Sahbenanta Perangin-angin (kemeja kotak-kotak) saat menghalau ayahnya (kemeja putih) melakukan protes. (foto: deddy/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Sidang tuntutan terhadap eks personel Unit IV Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumatera Utara (Sumut), Bayu Sahbenanta Perangin-angin, diwarnai aksi protes dari pihak keluarga Bayu lantaran diduga tak terima dituntut delapan tahun penjara.

Awalnya, sidang pembacaan surat tuntutan yang digelar di Ruang Sidang Cakra 6 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (29/9/2025) sore, berlangsung normal.

Namun, seusai jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung membacakan tuntutan hukuman dan majelis hakim menutup persidangan, tiba-tiba sekitar tiga orang keluarga Bayu menghampiri JPU seraya melayangkan protes.

Ketiga keluarga Bayu tersebut diduga ayah, istri, dan kakaknya. Mereka terlihat duduk di kursi pengunjung sidang. Ayah Bayu yang diduga merasa keberatan dengan tuntutan jaksa protes dan menunjukkan gestur tubuh seperti ingin berduel.

"Kau bilang anakku jangan eksepsi, biadab. Biar ku jelaskan. Tuhan akan melaknatmu," ucap ayah Bayu kepada JPU tanpa menjelaskan maksud dari ucapan tersebut.

Beberapa kali saat seorang ayah tersebut hendak melayangkan protes dan memaksa untuk bertatap muka dengan jaksa, Bayu menahan dengan menutup mulut ayahnya dan merangkul supaya keluar dari ruang persidangan.

"Sudah, Pak, sudah," ujar Bayu berulang kali dengan suara cukup keras agar ayahnya tidak meneruskan aksi protes tersebut.

Saat bersamaan, istri dan kakak Bayu menangis histeris di ruang persidangan. Mereka protes dan mempertanyakan mengapa JPU menuntut Bayu begitu tinggi. "Di mana hati nuranimu (JPU)? Anaknya masih kecil, loh, Bu. Anaknya masih kecil, loh, Pak," ucap istri Bayu sambil menangis.

Tak lama, Bayu berhasil membawa ayahnya keluar dari ruang persidangan. Di luar ruang persidangan, ayah Bayu masih memaksakan diri untuk menyampaikan protes. Namun, Bayu terus berupaya meredam amarah ayahnya.

Ketika hendak masuk ke ruang tahanan PN Medan, ayah Bayu pingsan dan langsung didekap Bayu tepat di depan Ruang Sidang Cakra 7. Kemudian, Bayu dibantu sejumlah orang mengangkat ayahnya ke tempat yang lebih aman. Kejadian ini pun seketika membuat heboh lingkungan PN Medan.

Istri dan kakak terdakwa Bayu Sahbenanta Perangin-angin saat menolak diwawancarai awak media. (foto: deddy/mistar)

Istri dan kakak Bayu yang masih berada di ruang persidangan sempat diwawancarai oleh awak media. Namun, alih-alih menjawab pertanyaan, kakak Bayu diduga mengintimidasi dan mengkerdilkan awak media sembari melarang merekam video.

Sementara itu, JPU Ade Putra terkesan bungkam saat dimintai keterangan atas kejadian tersebut, terlebih soal pernyataan ayah Bayu tentang jangan eksepsi. Dia malah meminta wartawan menanyakan kepada pihak Kejaksaan Negeri Medan.

Sebelumnya diberitakan, Bayu dituntut oleh JPU delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan dalam kasus pemerasan 12 Kepala SMKN di Nias bersama mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut, Ramli Sembiring (DPO), senilai Rp437 juta.

Bayu dinilai melanggar dakwaan alternatif kesatu JPU, yaitu Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Menurut dakwaan, Bayu bersama Ramli yang merupakan mantan atasannya diduga bermain proyek fisik di SMAN, SMKN maupun swasta di kabupaten/kota di Nias yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) fisik tahun anggaran 2024.

Pada Maret 2024, Bayu diajak Ramli menemui Abdul Haris Lubis yang pada saat itu menjabat Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Sumut dengan tujuan meminta supaya timnya dapat mengerjakan proyek fisik di SMKN di kabupaten/kota di Nias.

Pekerjaan fisik tersebut nantinya dikerjakan timnya, yaitu Topan Siregar (DPO) dan Fan Solidarman. Ramli memerintahkan Topan, Ade Berkat Bulolo, dan Fan Solidarman Dachi mendatangi para kepala sekolah penerima alokasi DAK fisik tahun 2024 untuk meminta agar dikerjakan timnya. Namun, beberapa di antaranya menolak.

Apabila permintaan tersebut tak disetujui, opsi kedua yang ditawarkan kepada para kepala sekolah, yaitu pengenaan fee proyek. Dalam kasus pemerasan ini, Ramli memperoleh uang dari para kepala sekolah sebesar Rp437 juta. (deddy/hm24)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN