Perjuangan Pelaut Pertamina Antarkan LPG untuk Negeri, Dihantam Ombak hingga Bertemu Perompak

Kapten Andhika Dwi Cahyo Kumolo bersama kru saat berada di Kapal Pertamina Gas. (foto: Dokumentasi PIS/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Selama 16 tahun, Kapten Andhika Dwi Cahyo Kumolo melintasi berbagai negara mengantarkan Liquefied Petroleum Gas atau LPG untuk memenuhi kebutuhan energi di seluruh nusantara.
Sejak dulu, impian Andhika menjadi pelaut ingin berkontribusi dan mengharumkan Indonesia. Karenanya, pada 2021, ia bergabung dengan Pertamina International Shipping (PIS). Kini, dia menjabat sebagai Master Kapal Pertamina Gas 1.
"Di lingkungan tempat tinggal saya kebanyakan nelayan. Ada motivasi juga dari keluarga yang membuat ketertarikan saya menjadi pelaut semakin kuat. Dengan bergabung di PIS menjadi kebanggaan bagi saya," kata Andhika dalam sesi media briefing secara Zoom, Rabu (22/10/2025).
Dari cerita yang dibagikan alumni Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang ini, ia sudah melintasi negara Qatar, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Kolombia, Hawaii, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. Terakhir, ia telah menyelesaikan perjalanannya mengangkut sekitar 23.000 MT Propane dan 23.000 MT Butane dari Amerika Serikat ke Indonesia.
Perjalanannya mengantarkan energi tidak selalu lancar. Kapal yang dibawa Andhika pernah dihantam ombak setinggi 9 meter berhari-hari. Ketika itu, ia menahkodai kapal tanker minyak mentah di Tanjung Harapan, Afrika Selatan.
"Saat itu kami dari Madagaskar. Cuaca ekstrem, angin dengan kecepatan 68 knot dan gelombang tinggi sampai 9 meter. Ada pertemuan arus dari Samudera Hindia dan Samudera Atlantik, sekitar 5 hari kapal goyang terus. Tidur tidak nyenyak, posisi tidur harus melintang supaya tidak gelinding. Piring-piring pada bergerak ke kanan-kiri," kenang pria asal Pantura ini.
Dalam kondisi dihantam badai, ia selalu memonitor informasi cuaca untuk segera bergeser ke arah yang lebih aman. Tujuannya, menjaga ketepatan waktu demi ketahanan energi di Tanah Air.
Tantangan besar lainnya datang dari peraturan maritim yang terus berkembang. Karena setiap tahun ada perubahan, maka pelaut dituntut aktif untuk mengikutinya. Dan, Andhika berhasil mempertahankan rekam jejak kinerja yang tidak memiliki pelanggaran dalam pelayaran internasional.
"Setiap negara punya peraturan, kita harus bisa membaca peraturan untuk kita persiapkan. Saat ini, Indonesia memiliki kontribusi cukup signifikan di pelayaran internasional. Para pelautnya semakin dikenal, terlebih seluruh awak kapal berasal dari Indonesia. Membawa bendera Indonesia dan nama baik perusahaan, banyak sambutan positif yang menjadi motivasi tambahan untuk kami," ucapnya.
Untuk menjaga keselamatan di kapal, para awak kapal sudah mengikuti Organisasi Maritim Internasional atau International Maritime Organization (IMO) berupa pelatihan yang dilakukan per tiga bulan atau enam bulan sekali, dan telah mendapatkan pencapaian zero fatality atau nihil kematian akibat kecelakaan kerja.
Baru-baru ini, sambung Andhika, IMO mengedepankan tentang kesehatan mental untuk para pelaut. Selain harus menjaga kesehatan jasmani, kesehatan mental juga harus dijaga di atas kapal.
"Minimal olahraga 30 menit sehari, ada gym di kapal, bisa juga melakukan angkat beban. Bermain game, karaoke hingga menonton televisi dan makan-makanan bernutrisi," katanya yang memiliki tanggung jawab penuh pada seluruh awak kapal.

Kapten Adi Nugroho saat memantau pelayaran di Kapal Papandayan. (foto: Dokumentasi PIS/Mistar)
Berbeda dengan Kapten Adi Nugroho, hampir 30 tahun malang melintang sebagai pelaut dan telah melintasi perairan negara seperti Singapura, Filipina, Jepang, Korea Selatan, Panama, dan lainnya.
Ia pun memiliki kisah bertemu bajak laut setempat, ketika melintas di sekitar Palawan barat Filipina. Ada nelayan yang pura-pura menawarkan ikan. Ternyata itu hanya kamuflase, nelayan tersebut membawa senjata laras panjang.
"Bertemu bajak laut setempat, memang mereka tidak sampai naik ke kapal. Untuk antisipasi kita berusaha manuver dengan menjauh dari mereka," cerita Master Kapal Papandayan yang bergabung dengan PIS sejak 2014.
Kini, Adi spesialis pelaut yang mengangkut minyak mentah (crude) dengan Kapal Papandayan yang sedang berlayar di Dumai. Jalur yang dilaluinya laut dangkal dan sungai. "Kalau dulu di perariran besar tantangannya bajak laut, ombak tinggi, kabut, juga angin kencang. Sekarang susah sinyal, mau komunikasi dengan keluarga susah," katanya.
Namun, demi menjaga ketahanan energi nasional, Adi berupaya dengan baik menjalakan tugas mengarungi perairan Indonesia hingga Asia Tenggara. "Perjalanan kapal menyusuri laut dan sungai-sungai dengan mengutamakan efisiensi energi dan keselamatan setiap pelayaran. Dilengkapi teknologi canggih dan berstandar IMO, kapal juga ramah lingkungan," sebutnya.
Untuk menjaga fisik dan mental selama pelayaran, Adi mengusahakan olahraga setiap hari dan menjaga pola makan dengan mengurangi nasi, daging dan makanan bersantan. "Kalau kerja kita ada shift. Selesai kerja, usahakan untuk olahraga," ujarnya.
Ia berharap ke depan pelaut asal Indonesia bisa menguasai bahasa Inggris yang menjadi kendala selama ini. Soal kemampuan dan ketangguhan pelaut Indonesia, tidak kalah dari pelaut negara lain.

Pelaut perempuan Eka Retno Ardianti yang kini menjabat Third Officer Kapal PIS Natuna. (foto: Dokumentasi PIS/Mistar)
Pelaut Perempuan
Selain kisah perjuangan dua pelaut laki-laki tersebut, ada pula pelaut perempuan Pertamina yang turut berjuang. Adalah Eka Retno Ardianti yang menjabat sebagai 3rd Officer di Kapal PIS Natuna di usia 30 tahun. Perempuan kelahiran Banyuwangi ini sedang menuju Indonesia Timur mengantarkan Avtur.
Eka memulai karier sebagai pelaut dari jenjang kadet pada 2017 silam. Ia aktif di beberapa kapal tanker milik PIS dan menguasai berbagai kompetensi profesional.
"Pilihan menjadi pelaut ini bisa jalan-jalan melalui perairan, murni memang dari diri saya. Awalnya orang tua menolak, tapi akhirnya mereka memberikan restu saya bekerja di kapal," katanya.
Menjadi perempuan satu-satunya di dalam kapal tidak membuatnya mendapatkan perlakuan yang berbeda. Ia mengaku mendapat dukungan dengan saling berbagi pengetahuan dari awak kapal lainnya.
"Lima tahun perjalanan saya untuk mencapai 3rd officer, selama itu perusahaan telah memberikan perhatian lebih terkait kebutuhan saya sebagai perempuan. Seperti kamar tidur dilengkapi dengan kamar mandi sendiri di kapal," ucapnya.
Ia berpesan kepada perempuan bisa menjadi pelaut yang baik dengan keinginan yang kuat. "Intinya perempuan harus percaya dan yakin untuk bisa bekerja menjadi pelaut," katanya.
Sejak didirikan pada 2016 lalu, PIS telah memiliki dua kantor perwakilan bisnis di Asia Pasifik dan Timur Tengah serta membuka kantor cabang di Singapura, Dubai, dan London. Saat ini PIS didukung 2.523 pelaut aktif yang bertugas di berbagai kapal yang berlayar di rute domestik dan di 50 rute internasional di seluruh dunia.
Keselamatan kru menjadi prioritas utama bagi PIS. Upaya tersebut mengantarkan perusahaan meraih zero fatality dan 40,5 juta jam kerja aman, sekaligus meningkatkan performa kapal di perairan regional khusus.
"Para pelaut PIS berperan penting menjaga kelancaran distribusi energi nasional. Dengan armada andal yang lolos inspeksi global, PIS menyalurkan 161 miliar liter BBM dan LPG ke berbagai penjuru negeri dan mancanegara," kata Corporate Secretary PIS Muhammad Baron. (anita/hm24)
























